Negara, Jakarta, Selasa (30/11). Massa menuntut untuk mengaudit semua kekayaan pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang diduga terdapat Gayus-Gayus lain di Direktorat tersebut. TEMPO/Subekt
TEMPO.CO,Jakarta - Direktur Intelijen dan Penyidikan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Yuli Kristiyono mengatakan modus PT Permata Hijau Grup dalam menerbitkan faktur fiktif sebenarnya tidak istimewa. Modus itu kerap digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang pernah terungkap menerbitkan faktur bodong untuk menghindari pembayaran pajak pertambahan nilai.
“Perusahaan ini membuat kontrak dengan seseorang untuk pemilihan perusahaan dalam menerbitkan faktur. Saat dilacak, perusahaan penerbit faktur itu ternyata sudah tidak ada dan mereka membuat perusahaan baru lagi,” kata Yuli kepada Tempo, Selasa pekan lalu.
Menurut Yuli, ada 14 perusahaan penerbit faktur fiktif yang diduga bekerja sama dengan PT Permata Hijau Group untuk menghindari kewajiban membayar pajak. Dari total perusahaan fiktif itu, tujuh di antaranya sudah divonis bersalah oleh pengadilan dan sisanya masih dalam tahap penyidikan.
Hal itulah yang membuat Yuli heran kenapa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan justru mengabulkan gugatan praperadilan penghentian penyidikan kasus faktur fiktif tiga perusahaan yang bernaung di bawah Permata Hijau Group. “Masak, penerbit sudah dipidana tapi pengguna dihentikan penyidikannya?” katanya.
Pada 26 Agutustus lalu, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan praperadilan penghentian penyidikan kasus faktur fiktif yang diajukan Toto Chandra, Direktur Keuangan PT Permata Hijau Grup, salah seorang tersangka kasus dugaan faktur fiktif yang melibatkan tiga perusahaan yang bernaung di bawah grup tersebut. Tiga perusahaan itu adalah PT Permata Hijau Sawit, PT Nubika Jaya, dan PT Nagamas Palmoil. (Lihat Majalah Tempo : Vonis Ganjil Pengguna Faktur Fiktif).
Kasus ini bermula saat penyidik pajak menemukan adanya kejanggalan dalam surat pemberitahuan pajak (SPT) PT Permata Hijau Sawit, PT Nubika Jaya, dan PT Nagamas Palmoil. Tiga perusahaan ini ketahuan menggunakan faktur fiktif dengan nilai lebih dari Rp 200 miliar.
Direktorat Pajak kini tengah mempersiapkan peninjauan kembali atas keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Selain itu, Direktorat juga melaporkan Muhammad Razzad, hakim tunggal yang memutus perkara perkara tersebut, ke Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung karena putusannya dianggap janggal.
Rafael Alun Tetap Dihukum 14 Tahun Penjara di Putusan Banding
51 hari lalu
Rafael Alun Tetap Dihukum 14 Tahun Penjara di Putusan Banding
Rafael Alun Trisambodo, bekas pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, dalam putusan banding tetap menjatuhkan vonis 14 tahun penjara. Dengan denda Rp 500 juta.
DJP Kantongi Setoran Pajak Digital Rp 16,9 Triliun, Ini Rinciannya
5 Januari 2024
DJP Kantongi Setoran Pajak Digital Rp 16,9 Triliun, Ini Rinciannya
DJP Kemenkeu mencatat telah memungut pajak pertambahan nilai perdagangan melalui sistem elektronik alias pajak digital sebesar Rp 16,9 triliun pada akhir 2023.