Ini Modus Permata Hijau Terbitkan Faktur Fiktif  

Senin, 15 September 2014 07:05 WIB

Negara, Jakarta, Selasa (30/11). Massa menuntut untuk mengaudit semua kekayaan pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang diduga terdapat Gayus-Gayus lain di Direktorat tersebut. TEMPO/Subekt

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Intelijen dan Penyidikan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Yuli Kristiyono mengatakan modus PT Permata Hijau Grup dalam menerbitkan faktur fiktif sebenarnya tidak istimewa. Modus itu kerap digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang pernah terungkap menerbitkan faktur bodong untuk menghindari pembayaran pajak pertambahan nilai.

“Perusahaan ini membuat kontrak dengan seseorang untuk pemilihan perusahaan dalam menerbitkan faktur. Saat dilacak, perusahaan penerbit faktur itu ternyata sudah tidak ada dan mereka membuat perusahaan baru lagi,” kata Yuli kepada Tempo, Selasa pekan lalu.

Menurut Yuli, ada 14 perusahaan penerbit faktur fiktif yang diduga bekerja sama dengan PT Permata Hijau Group untuk menghindari kewajiban membayar pajak. Dari total perusahaan fiktif itu, tujuh di antaranya sudah divonis bersalah oleh pengadilan dan sisanya masih dalam tahap penyidikan.

Hal itulah yang membuat Yuli heran kenapa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan justru mengabulkan gugatan praperadilan penghentian penyidikan kasus faktur fiktif tiga perusahaan yang bernaung di bawah Permata Hijau Group. “Masak, penerbit sudah dipidana tapi pengguna dihentikan penyidikannya?” katanya.

Pada 26 Agutustus lalu, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan praperadilan penghentian penyidikan kasus faktur fiktif yang diajukan Toto Chandra, Direktur Keuangan PT Permata Hijau Grup, salah seorang tersangka kasus dugaan faktur fiktif yang melibatkan tiga perusahaan yang bernaung di bawah grup tersebut. Tiga perusahaan itu adalah PT Permata Hijau Sawit, PT Nubika Jaya, dan PT Nagamas Palmoil. (Lihat Majalah Tempo : Vonis Ganjil Pengguna Faktur Fiktif).

Kasus ini bermula saat penyidik pajak menemukan adanya kejanggalan dalam surat pemberitahuan pajak (SPT) PT Permata Hijau Sawit, PT Nubika Jaya, dan PT Nagamas Palmoil. Tiga perusahaan ini ketahuan menggunakan faktur fiktif dengan nilai lebih dari Rp 200 miliar.

Direktorat Pajak kini tengah mempersiapkan peninjauan kembali atas keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Selain itu, Direktorat juga melaporkan Muhammad Razzad, hakim tunggal yang memutus perkara perkara tersebut, ke Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung karena putusannya dianggap janggal.

ANGGA SUKMA WIJAYA









Berita Lain:
7 Serangan Ahok yang Bikin Lulung Geram
Ahok Minta Lulung Diam, tapi Ada Syaratnya
SBY Bingung Disalahkan Soal RUU Pilkada

Berita terkait

Direktorat Jenderal Pajak dan Australia Kerja Sama bidang Pertukaran Informasi Cryptocurrency

10 hari lalu

Direktorat Jenderal Pajak dan Australia Kerja Sama bidang Pertukaran Informasi Cryptocurrency

Kesepakatan kerja sama ini dirancang untuk meningkatkan deteksi aset yang mungkin memiliki kewajiban pajak di kedua negara.

Baca Selengkapnya

Prabowo Banggakan Rasio Pajak Orba, Begini Respons Direktorat Jenderal Pajak

40 hari lalu

Prabowo Banggakan Rasio Pajak Orba, Begini Respons Direktorat Jenderal Pajak

Respons Direktorat Jenderal Pajak terhadap pernyataan Prabowo Subianto yang membanggakan rasio pajak era Orba.

Baca Selengkapnya

Dampak Menggunakan Materai Palsu, Bisa Mengurangi Pendapatan Pajak Negara

43 hari lalu

Dampak Menggunakan Materai Palsu, Bisa Mengurangi Pendapatan Pajak Negara

Penggunaan meterai palsu secara marak bisa mengganggu sistem pajak dan merugikan negara

Baca Selengkapnya

Rafael Alun Tetap Dihukum 14 Tahun Penjara di Putusan Banding

51 hari lalu

Rafael Alun Tetap Dihukum 14 Tahun Penjara di Putusan Banding

Rafael Alun Trisambodo, bekas pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, dalam putusan banding tetap menjatuhkan vonis 14 tahun penjara. Dengan denda Rp 500 juta.

Baca Selengkapnya

DJP Kantongi Setoran Pajak Digital Rp 16,9 Triliun, Ini Rinciannya

5 Januari 2024

DJP Kantongi Setoran Pajak Digital Rp 16,9 Triliun, Ini Rinciannya

DJP Kemenkeu mencatat telah memungut pajak pertambahan nilai perdagangan melalui sistem elektronik alias pajak digital sebesar Rp 16,9 triliun pada akhir 2023.

Baca Selengkapnya

Ekonom: Insentif PPN DTP Perlu Regulasi Ketat, Risiko Pembelian Properti Tak Tepat Sasaran

11 Desember 2023

Ekonom: Insentif PPN DTP Perlu Regulasi Ketat, Risiko Pembelian Properti Tak Tepat Sasaran

PPN DTP tanpa regulasi mengikat dikhawatirkan tidak tepat sasaran.

Baca Selengkapnya

2024 NIK Jadi NPWP, Ini Cara Memadankannya

29 November 2023

2024 NIK Jadi NPWP, Ini Cara Memadankannya

Setelah tanggal 31 Desember 2023, masyarakat menggunakan NIK untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Begini caranya jadi NPWP

Baca Selengkapnya

Begini Cara Mengecek NIK Sudah Terintegrasi dengan NPWP atau Belum

29 November 2023

Begini Cara Mengecek NIK Sudah Terintegrasi dengan NPWP atau Belum

Kemenkeu akan segera menerapkan kebijakan NIK jadi NPWP secara penuh pada pertengahan 2024. Berikut cara cek NIK yang sudah tertintegrasi dengan NPWP.

Baca Selengkapnya

Begini Cara Memadankan NIK-NPWP

8 November 2023

Begini Cara Memadankan NIK-NPWP

Memadankan NIK-NPWP dilakukan paling lambat Desember 2023. Begini caranya.

Baca Selengkapnya

DJP Pastikan Kerahasiaan Data Wajib Pajak pada Skema Prepopulated

27 Oktober 2023

DJP Pastikan Kerahasiaan Data Wajib Pajak pada Skema Prepopulated

DJP memastikan bahwa kerahasiaan data yang berkaitan dengan wajib pajak akan terjaga saat skema prepopulated diterapkan.

Baca Selengkapnya