Pekerja melyani pembeli tiket pesawat di agen perjalanan Mega Holiday di Gambir, Jakarta, Selasa 27 Desember 2011. Tempo/Wisnu Agung Prasetyo
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah berniat menaikkan tarif seluruh moda angkutan dalam waktu dekat sebelum pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berakhir. (Baca: Tarif Baru Penerbangan Ditetapkan Setelah Lebaran)
Menurut Menteri Perhubungan Evert Erenst Mangindaan, sosialisasi rencana kenaikan tarif batas atas sudah dilakukan untuk pesawat, bus, dan kapal laut. "Karena harga bahan bakar minyak akan dinaikkan," kata dia di Hotel Dharmawangsa, Kamis, 4 September 2014. (Baca juga: Terpukul Dolar, Tarif Terbang Domestik Dinaikkan)
Mangindaan mengaku merasa punya utang untuk menaikkan tarif batas atas, terutama untuk pesawat. Khusus untuk industri penerbangan, Mangindaan mengatakan pertumbuhan bisnisnya lebih cepat dibandingkan dengan penyediaan infrastruktur. (Baca: Rupiah Loyo, Maskapai Minta Tambahan Biaya)
Selain itu, beberapa maskapai belakangan menderita karena tidak bisa menaikkan tarif, tetapi dibebani biaya operasi yang mahal. Sebagai contoh, Garuda Indonesia mencatatkan kerugian US$ 211,7 juta atau Rp 2,4 triliun pada semester pertama tahun ini karena penurunan kurs rupiah dan melambungnya harga avtur. (Baca: Maskapai Minta Tarif Batas Atas Ditinjau)
Oleh karena itu, kata Mangindaan, aturan mengenai kenaikan tarif pesawat bisa segera terbit. Namun, pemerintah juga harus mempertimbangkan keberatan dari pengguna jasa angkutan udara.
Berdasarkan perhitungan Kementerian, tarif batas atas yang berlaku saat ini berada di bawah titik impas (break even point) maskapai penerbangan. Pendapatan maskapai tidak seimbang dengan ongkos operasional yang dikeluarkan. Apalagi, tarif pesawat sedemikian rendah sehingga moda transportasi ini tidak lagi dianggap barang mewah.
Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI) atau AirNav Indonesia, menerima kunjungan kerja Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Maria Kristi Endah Murni.