Petugas mengoprasikan selang Pertamax Plus di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina kawasan Otista, Jakarta (26/8). Habisnya persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di beberapa SPBU di daerah merupakan konsekuensi dari pengaturan kuota yang diterapkan. Tempo/Aditia noviansyah
TEMPO.CO,Jakarta - Menteri Keuangan Chatib Basri mengusulkan jumlah subsidi bahan bakar minyak dipatok pada angka yang tetap. Upaya ini dinilai aman untuk melindungi keuangan negara saat harga minyak dunia melonjak tinggi. “Subsidi tetap memberi kepastian jumlah subsidi bagi pemerintah,” ujarnya dalam wawancara dengan Tempo pekan lalu. (Baca : Tommy Soeharto: Jangan Sok Pintar Soal Subsidi BBM)
Pemberian subsidi tetap, kata Chairul, memberi kemudahan pemerintah dalam mengelola keuangan negara. Selama ini jumlah subsidi kerap berubah lantaran dihitung berdasarkan total konsumsi BBM dan nilai minyak mentah Indonesia (ICP) serta kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. “Dengan subsidi tetap, masyarakat yang akan menyesuaikan harga BBM,” katanya. (Baca: Menteri Chatib Tak Rela Subsidi BBM Untuk Si Kaya)
Dengan upaya baru tersebut, ujar Chatib, pemerintah tidak lagi dipusingkan oleh perubahan jumlah subsidi BBM yang diajukan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan. Pasalnya, sejak awal jumlah subsidi sudah diputuskan. "Subsidi tidak akan terpengaruh harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah,“ katanya. (Baca : Chairul Tanjung: RAPBN 2015 Tak Akan Bebani Jokowi)
Selain mengusulkan pemberian subdisi tetap, Chatib meminta Dewan Perwakilan Rakyat agar tak mematok kuota BBM yang terlalu rendah bagi pemerintah. Berdasarkan pengalaman tahun sebelumnya, persediaan minyak kerap menipis menjelang pergantian tahun. “Saya sudah mengingatkan, BBM bersubsidi jangan dikunci di angka 46 juta kiloliter. Kasihan nanti presiden baru,” ujarnya. “Saya minta fleksibilitas, tapi ditolak DPR."
Selain itu, kuota yang telah diputuskan DPR dalam APBN tidak bisa diubah oleh pemerintah dalam waktu dekat. Akibatnya, pengajuan penambahan kuota tidak bisa dilakukan. “Itu sudah undang-undang. Atas dasar itulah saya berkirim surat ke Pertamina bahwa angka 46 juta kiloliter harus dijaga,” ujarnya.