Kenaikan Bunga The Fed Bebani Pemerintahan Jokowi  

Reporter

Selasa, 19 Agustus 2014 17:36 WIB

Menteri Keuangan M. Chatib Basri, resmikan penerbitan uang NKRI di Gedung BI, Jakarta, 18 Agustus 2014. TEMPO/Dian Triyuli Handoko

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Muhamad Chatib Basri mengatakan pemerintah mendatang akan dibayangi oleh kemungkinan bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve, menaikkan suku bunga acuan. Kebijakan itu dikhawatirkan akan berdampak terhadap kondisi ekonomi di dalam negeri. "Risiko itu harus diantisipasi karena bisa menyebabkan capital outflow," kata Chatib di kantor Kementerian Keuangan, Selasa, 19 Agustus 2014. (Baca: Chatib: Harga BBM Naik, Solusi buat Pemerintah Baru)

Kondisi ekonomi Indonesia sejak dua tahun terakhir terus dibayangi oleh isu soal kenaikan tingkat suku bunga The Fed. Selain itu, penghentian stimulus moneter untuk negara-negara berkembang akan sangat berdampak pada kondisi moneter dalam negeri. Chatib mengatakan moneter yang cukup ketat kemungkinan masih akan terjadi pada pemerintahan mendatang. "Itu akan dirasakan langsung oleh emerging market," ujarnya. (Baca: BI Waspadai Perkembangan Kebijakan The Fed)

Menurut Chatib, dengan kondisi tersebut, pemerintah mendatang harus merespons masalah subsidi energi yang selalu membebani anggaran negara. Dia mencontohkan kondisi pada saat transisi pemerintahan dari periode Megawati Soekarnoputri ke Susilo Bambang Yudhoyono pada 2004. Ketika itu, pemerintah langsung menaikkan harga BBM pada Maret dan Oktober. "Saat itu langkah paling awal yang dilakukan pemerintah adalah adjust harga bahan bakar minyak," kata Chatib.

Ekonom dari Bank Internasional Indonesia, Juniman, sebelumnya mengatakan ekonomi Indonesia tahun depan akan berhadapan dengan era moneter ketat. Penyebabnya, bank sentral Amerika kemungkinan akan menaikkan tingkat suku bunganya pada tahun depan. "Itu akan diikuti dengan kenaikan tingkat suku bunga Bank Indonesia. Saya perkirakan BI Rate tahun depan akan kembali naik 25 basis poin," katanya.

Menurut Juniman, pemerintah harus mengantisipasi dengan berbagai bauran kebijakan akibat pengalihan arus modal dari emerging market ke negara-negara maju karena pengetatan moneter tersebut. "Masalah ini harus diantisipasi dengan hati-hati. Kalau tidak, Indonesia bisa masuk lagi dalam jurang krisis," ujarnya.

ANGGA SUKMA WIJAYA








Berita Terpopuler
Fahri Hamzah Disebut Terima US$ 25 Ribu dari Nazar
Begini Pembagian Jatah Kekuasaan ala Prabowo-Hatta
Jokowi Setuju 6 Jenis Manusia Versi Mochtar Lubis Dihilangkan
Bagaimana PRT Pembunuh Bayi di Riau Dibekuk?
Fahri Hamzah Cuit Klarifikasi Duit Nazaruddin
Pilot-Pramugara Baku Hantam, Penumpang Dievakuasi









Advertising
Advertising







Berita terkait

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

9 jam lalu

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Selengkapnya

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

1 hari lalu

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

BI mencatat aliran modal asing yang keluar pada pekan keempat April 2024 sebesar Rp 2,47 triliun.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

2 hari lalu

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.

Baca Selengkapnya

Zulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi

3 hari lalu

Zulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi

Zulhas percaya BI sebagai otoritas yang memiliki kewenangan akan mengatur kebijakan nilai tukar rupiah dengan baik di tengah gejolak geopolitik.

Baca Selengkapnya

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

3 hari lalu

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

Nilai tukar rupiah ditutup melemah 32 poin ke level Rp 16.187 per dolar AS dalam perdagangan hari ini.

Baca Selengkapnya

Pengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan

3 hari lalu

Pengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan

BI menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen berdasarkan hasil rapat dewan Gubernur BI yang diumumkan pada Rabu, 24 April 2024.

Baca Selengkapnya

IHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia

3 hari lalu

IHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia

IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis sore, ditutup turun mengikuti pelemahan mayoritas bursa saham kawasan Asia.

Baca Selengkapnya

Uang Beredar di Indonesia Mencapai Rp 8.888,4 Triliun per Maret 2024

3 hari lalu

Uang Beredar di Indonesia Mencapai Rp 8.888,4 Triliun per Maret 2024

BI mengungkapkan uang beredar dalam arti luas pada Maret 2024 tumbuh 7,2 persen yoy hingga mencapai Rp 8.888,4 triliun.

Baca Selengkapnya

Alipay Beroperasi di Indonesia? BI: Belum Ada Pengajuan Formal

3 hari lalu

Alipay Beroperasi di Indonesia? BI: Belum Ada Pengajuan Formal

Para pemohon termasuk perwakilan Ant Group sebagai pemilik aplikasi pembayaran Alipay bisa datang ke kantor BI untuk meminta pre-consultative meeting.

Baca Selengkapnya

Rupiah Diprediksi Stabil, Pasar Respons Positif Kenaikan BI Rate

3 hari lalu

Rupiah Diprediksi Stabil, Pasar Respons Positif Kenaikan BI Rate

Rupiah bergerak stabil seiring pasar respons positif kenaikan BI Rate.

Baca Selengkapnya