Kurang Bayar Cost Recovery Mencapai Rp 994,8 Miliar
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 14 April 2014 20:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan menemukan adanya ketidakpatuhan delapan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas terhadap ketentuan cost recovery dan perpajakan yang mengakibatkan kekurangan penerimaan negara dari sektor migas senilai US$ 81,6 juta atau sekitar Rp 994,8 miliar. Dari total itu, senilai US$ 68,5 juta di antaranya merupakan ketidakpatuhan cost recovery. Sisanya, yakni US$ 13 juta, terhadap ketentuan perpajakan.
“Selain ketidakpatuhan kontraktor, kasus pembebanan cost recovery dan kekurangan penerimaan negara dari perpajakan sektor migas tidak lepas dari belum optimalnya Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sebagai penyelenggara pengelolaan kegiatan usaha hulu migas dalam melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan ketentuan cost recovery dan perpajakan,” demikian risalah ikhtisar hasil pemeriksaan semester II 2013 Badan Pemeriksa Keuangan.
Delapan kontraktor tersebut yakni BP Indonesia Ltd WK Berau, Muturi, dan Wiriangar (Tangguh Joint Venture), CNOOC SES Ltd WK South East Sumatera, Citic Seram Energy Ltd WK Seram Non Bula, Petrochina International Jabung Ltd WK Jabung, Hess Indonesia Pangkah Ltd WK Pangkah, Vico Indonesia WK Sanga-Sanga, Energi Mega Persada Malacca Strait S.A WK Malacca Strait, dan Star Energy (Kakap) Ltd WK Kakap.
Berdasarkan pemeriksaan BPK, ketidakpatuhan delapan KKKS terhadap ketentuan cost recovery dilakukan dengan membebankan biaya yang seharusnya tidak dibebankan dalam cost recovery. Di antaranya penetapan harga kontrak melebihi harga perkiraan sendiri (HPS) atau owner estimate (OE), pekerjaan melebihi persetujuan authorization for expenditure (AFE) di atas 10 persen, dan pembebanan biaya letter of credit ke dalam cost of sales.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa biaya yang memiliki nilai pembebanan cukup besar dalam perhitungan cost recovery adalah penetapan harga kontrak Jack Up Drilling Rig, yang melebihi HPS/OE, senilai US$ 20,5 juta. Selain itu, pembebanan biaya letter of credit senilai US$ 7 juta ke dalam cost of sales tahun 2012 tidak sesuai dengan ketentuan dan realisasi pembayaran bonus/insentif kepada pekerja senilai US$ 3 juta.
Adapun ketidakpatuhan terkait perpajakan antara lain pemerintah belum memperoleh bagian atau kehilangan pendapatan dari bagi hasil pengelolaan kegiatan usaha migas minimal senilai US$ 11,8 juta atas kewajiban pembayaran pajak perseroan (PPs) dan pajak bunga dividen dan royalti (PBDR) bagian kontraktor tahun 2011 dan 2012.
Juga adanya denda keterlambatan pembayaran pajak pertambahan nilai yang belum disetor oleh kontraktor ke kas negara senilai US$ 279,89 ribu dan pembayaran pajak penghasilan pemegang participating interest (PI) tidak sesuai tarif dengan production sharing contract (PSC) senilai US$ 881,52 ribu.
Atas temuan itu, BPK mengoreksi perhitungan pembebanan cost recovery. Dalam soal penghitungan perpajakan, KPP Migas diminta menerbitkan surat tagihan pajak (STP) untuk penyetoran denda keterlambatan pajak, membayar selisih perhitungan pajak penghasilan ke kas negara, dan memberi rekomendasi kepada pemerintah. SKK Migas juga diminta melakukan amandemen PSC dan/atau amandemen tax treaty terhadap pemegang PI yang menggunakan tax treaty serta membayar kewajiban PPs dan PBDR.
Bayi Meninggal di Pesawat Lion Air
Dyandra Investasi Hotel Bintang Lima Rp 98 Miliar
Garuda Terbang Perdana Rute Surabaya-Jeddah
Bayi Meninggal di Pesawat Lion Air
Dyandra Investasi Hotel Bintang Lima Rp 98 Miliar
Garuda Terbang Perdana Rute Surabaya-Jeddah