Broker saham Gregory Rowe saat bekerja di Bursa Saham New York di New York (2/1). Pada pembukaan pasar di tahun 2014, saham dibuka lebih rendah di Wall Street karena pengaruh dari keuntungan tahunan terbesar dalam dua dekade terakhir. (AP Photo/Mark Lennihan)
TEMPO.CO, New York - Indeks saham di bursa New York Amerika Serikat (Wall Street) merosot pada penutupan perdagangan Senin, 7 April 2014, waktu setempat. Penurunan ini memperpanjang kemunduran pasar ekuitas global dari yang tertinggi pekan lalu selama enam tahun terakhir. "Tren pelemahan terjadi pada banyak saham," kata analis teknikal senior dari Schaeffers Investment Cincinnati, Ryan Detrick, seperti dikutip Reuters.
Di Wall Street, penurunan terbesar terjadi pada saham-saham Internet. Indeks Nasdaq mengalami penurunan terburuk selama tiga hari terakhir sejak November 2011. Nasdaq Composite Index jatuh 47,9 poin atau 1,16 persen ke 4.079,7. Saham S&P 500 juga menurun tiga hari berturut-turut, yang terakhir kehilangan 20,05 poin atau 1,08 persen ke 1.845,04. Sedangkan saham Dow Jones Industrial jatuh 166,84 poin atau 1,02 persen ke posisi 16.245,8. (Baca: Ekspor Cina Ganggu Indeks Saham Dunia).
Pelemahan indeks Wall Street merupakan dampak atas upaya meredakan ketegangan di Crimea, Ukraina. Menurut Kepala Strategi Ekuitas Baader Bank Gerhard Schawarz, hal ini mendorong kenaikan risiko yang ditanggung investor. "Selain itu, juga pasar overbought dalam jangka pendek," ujarnya.
Mata uang dolar Amerika Serikat pun jatuh terhadap euro. Hal ini merupakan dampak kebijakan Bank Sentral Eropa yang menahan ekpekstasi atas tambahan stimulus ekonomi di zona Euro. Petinggi Bank Sentral Eropa (ECB), Ewald Nowotny, mengatakan pelonggaran moneter dari ECB tak akan terjadi, sehingga mengangkat euro lebih tinggi dari dolar. Kendati demikian, pemerintah tak perlu bertindak reaktif untuk mengatasi inflasi zona Euro.
Pekan Keempat Februari, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,01 Triliun
25 Februari 2024
Pekan Keempat Februari, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,01 Triliun
Aliran modal asing tetap surplus kendati ada penjualan Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), karena jumlah modal masuk ke pasar saham jauh lebih besar.
Potensi Bursa Karbon Cukup Besar, Bos OJK: 71,95 Persen Karbon Masih Belum Terjual
4 Desember 2023
Potensi Bursa Karbon Cukup Besar, Bos OJK: 71,95 Persen Karbon Masih Belum Terjual
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi menjelaskan bahwa ke depan potensi bursa karbon masih cukup besar.