TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Solikin M. Juhro meminta presiden dan wakil presiden yang terpilih dalam pemilihan umum presiden melanjutkan kebijakan reformasi struktural. Menurut dia, pertumbuhan ekonomi jangan sampai dibarengi tekanan impor karena hanya akan mengganggu fundamental ekonomi.
“Dengan ekonomi global yang membaik bisa mempercepat reformasi struktural. Namun, tidak tiba-tiba pertumbuhan ekonomi bisa langsung mencapai 6,5 persen,” kata Solikin dalam diskusi dengan wartawan di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin, 7 April 2014.
Salah satu persoalan yang kerap menimbulkan ketidakseimbangan makroekonomi adalah masalah produksi nasional. Adapun saat ini tiga aspek isu perekonomian jangka menengah yang harus diselesaikan adalah terkait dengan pembiayaan yang menyebabkan ketidakseimbangan struktur, struktur produksi domestik dalam soal ketahanan energi dan pangan, dan masalah modal dasar.
“Struktur pembiayaan kita masih kalah dengan negara-negara ASEAN. Pasar keuangan masih dangkal dan belum berkembang dengan ekses likuiditas struktural di pasar uang rupiah,” ujar Solikhin.
Sementara itu, Menteri Keuangan Muhamad Chatib Basri, mengatakan persoalan ekonomi Indonesia sepanjang tahun lalu ihwal masalah defisit transaksi berjalan yang mencapai 4,4 persen terhadap Produk Domestik Bruto pada kuartal II. “Terjadi karena masalah impor yang cukup besar,” tuturnya.
Oleh karena itu, menurut dia, diperlukan kebijakan yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut karena butuh waktu lama untuk meningkatkan kapasitas produksi. “Paling ideal suplai diperbaiki.”