TEMPO Interaktif, Jakarta:Pengolahan kompos yang dilakukan Sub Dinas Kebersihan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Tangerang dinilai sebagai proyek kegiatan pemborosan anggaran. Pernyataan itu disampaikan Gusri Efendi, Ketua Kelompok Rimbun, perintis pengolahan kompos pertama di TPA Rawa Kucing. Karena tidak bisa mengirit biaya itulah maka Gusri mengundurkan diri sebagai pengolah kompos di TPA Rawa Kucing.Menurut Gusti, saat ini ada perbedaan mendasar antara Rimbun dan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Tangerang yakni masalah penggunaan mesin pengolah kompos. "Saya menggunakan mesin sederhana dengan biaya rendah dan hasil tinggi. "Rasanya tidak perlu menggunakan mesin canggih dengan biaya tinggi kalau hanya untuk menghancurkan sawi dan kol, cukup mesin sederhana juga bisa," kata Gusri Kamis(17/2) kepada wartawan di Tangerang.Gusti mencoba membandingkan dengan mesin milik Dinas PU yang harganya milyaran rupiah. Tetapi hasilnya tidak maksimal. Gusri sendiri mengaku selama mengolah kompos dengan pola sederhana bahkan pernah mendapatkan penghargaan dari Dubai dan pola itu sudah diadopsi banyak daerah.Pengolahan sampah dengan sistem seperti yang dipergunakan Rimbun, kata Gusri, hanya menghabiskan biaya Rp 500 per kilogram sedangkan untuk sistem canggih menelan biaya Rp 5 ribu per kilogramnya.Setelah diperhitungkan kedua sistem pengolahan itu akan menghasilkan kapasitas olah sampah organik dengan sistem Rimbun sebanyak 3.312 kilogram. Sedangkan Dinas PU sebanyak 3.630, dengan jumlah produksi pupuk organik dari Rimbun sebanyak 198.720 kilogram, pupuk coco fibert 15 ribu kg, pupuk coco pit 15 ribu. Sementara pengolahan oleh Dinas PU hanya 38.591 kilogram, coco fibert nihil, sementara coco pit nihil."Biaya gedung yang dibangun Rimbun dengan bantuan wali kota Rp 130 juta sedangkan DPU dananya bersumber dari APBD sebesar Rp 750 juta, bahkan kabarnya justru Rp 1 miliar," katanya.Untuk biaya operasional yang dikeluarkan Rimbun per tahunnya Rp 78,5 juta dan Dinas PU Rp 96,4 juta. Penjualan pupuk organik dari Rimbun menghasilkan Rp 69 juta, penjualan coco fibert Rp 16 juta, penjualan coco pit Rp 22 juta sedangkan dari DPU penjualan pupuk organik Rp 13 juta, coco fibert nihil dan coco pit nihil.Laba setahun yang diperoleh Rimbun Rp 22 juta sedangkan kerugian yang diderita Dinas PU Rp 964 juta. "Lebih baik, dana itu dibelikan mesin untuk menghancurkan plastik, sepatu bot untuk para pemulung dan barak atau tempat yang layak untuk beristirahat pada pemulung," kata Gusri. Sementara itu Kadis PU Engkan Lengkana Ranu mengatakan, teknologi yang diterapkan Rimbun sudah ketinggalan jaman. "Kalau mau dibilang "high cost" boleh-boleh saja, tapi yang kita pikirkan bukan hanya masalah pengolahan sampahnya, karena ada persoalan lain yaitu bagaimana agar umur TPA itu bisa panjang," kata Engkan.ayu cipta
Mengenal Limbah B3, Begini Dampak Kerusakan Lingkungan Akibat Limbah Elektronik dan Industri
30 November 2022
Mengenal Limbah B3, Begini Dampak Kerusakan Lingkungan Akibat Limbah Elektronik dan Industri
Limbah B3 dibagi menjadi limbah elektronik dan fashion. Hal ini menjadi permasalahan utama yang akan menyerang kondisi manusia dan lingkungan dalam keseharian.