TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Asosiasi Logistik Indonesia Zaldy Ilham Masita mengatakan pertumbuhan angkutan barang menggunakan kereta api kurang dari 1 persen. Padahal angkutan kereta api berpotensi menghemat biaya logistik yang besar.
"Bisa hemat sampai 20 persen," katanya di Hotel Intercontinental, Jakarta, Selasa, 18 Maret 2014. Menurut Zaldy, minimnya fasilitas bongkar-muat di stasiun menjadi faktor utama lambannya pertumbuhan. "Kalau ada fasilitas bongkar-muat dan rel ganda akan lebih hemat ketimbang angkutan truk."
Kendati fasilitas di stasiun belum sempurna, Frost & Sullivan, konsultan bisnis, memprediksi bisnis angkutan barang dengan kereta api bakal meningkat 8,5 persen, yaitu dari 23,6 juta ton tahun lalu menjadi 25,5 juta ton tahun ini. Perusahaan konsultan itu juga memprediksi industri logistik tumbuh 14,7 persen tahun ini dengan nilai ekonomi sebesar Rp 1.816 triliun.
Di Pulau Jawa, angkutan darat menjadi pilihan utama pengangkutan barang. Angkutan laut antarpulau masih menanggung biaya logistik yang tinggi karena kualitas pelabuhan buruk. Zaldy mengatakan tingginya biaya logistik disebabkan minimnya fasilitas yang menunjang alur gerak barang. "Untuk pelabuhan, banyak yang harus diperbaiki terutama di Indonesia timur," katanya.
Dalam laporan Global Competitive Report 2012-2014, Indonesia menempati urutan ke-38 dari 148 negara untuk daya saing industri logistik. Adapun data Bank Dunia menyebutkan Indonesia berada di urutan 59 dari 155 negara pada 2012 dan data Trading Economics pada 2013 menempatkan Indonesia di urutan 61 dari 165 negara. (Lihat juga: Tekan Biaya Logistik, KAI Tambah 1.800 Gerbong)