TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik menyayangkan adanya krisis listrik di Sumatera Utara. "Di Sumatera Utara krisis listrik, padahal ada pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan geotermal," ujarnya seusai penandatanganan kontrak kerja sama bagi hasil wilayah kerja migas konvensional tahun 2014, Rabu, 26 Februari 2014.
Untuk mengatasi krisis listrik tersebut, pemerintah mendorong pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di Sarulla, Kabupaten Tapanuli Utara, yang terhenti untuk kembali beroperasi. Jero mengatakan pembangkit listrik tersebut memiliki kapasitas 2 x 300 megawatt (MW).
Sedangkan untuk mengantisipasi krisis listrik Jawa, kata Jero, pemerintah akan mengusahakan listrik 7.000 megawatt. "Dalam studi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), diperkirakan pada 2018 Jawa mengalami krisis listrik," kata Jero.
Sementara itu, Direktur Operasi Jawa-Bali-Sumatera PLN Ngurah Adnyana menilai masyarakat di Sumatera Utara memang lebih menderita dibanding di Jawa dan Bali. Krisis listrik di Sumatera Utara, menurut dia, karena ketimpangan pasokan dan permintaan listrik.
PLN, kata Ngurah, merencanakan pertumbuhan permintaan listrik di wilayah itu sebesar 9 persen. Namun dalam realisasinya, pertumbuhan mencapai 10 persen. Sedangkan pada saat yang bersamaan, pembangkit listrik belum selesai terbangun. "Untuk mendukung pertumbuhan itu, seharusnya ada pembangkit yang masuk, tapi pembangkitnya tidak datang juga.”
Ia mengungkapkan pembangkit yang belum bisa beroperasi adalah pembangkit yang rencananya beroperasi di Nagan Raya dengan kapasitas 2 x 100 megawatt, serta pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Pangkalan Susu berkapasitas 2 x 200 megawatt. Sebagai cadangan, PLN menyewa genset dengan kemampuan 150 megawatt.