Peraturan Tak Jelas, Ekspor Mineral Diboikot  

Reporter

Editor

Abdul Malik

Rabu, 5 Februari 2014 18:46 WIB

Seorang pekerja saat mengolah nikel di smelter atau peleburan nikel PT Vale Tbk, dekat Sorowako, Sulawesi (8/1). Kebijakan larangan Indonesia terhadap ekspor bijih mineral utama mempengaruhi keefektivitasan untuk berinvestasi di peleburan bahan tambang. REUTERS/Yusuf Ahmad

TEMPO.CO, Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengakui saat ini belum ada pengusaha yang mengajukan aplikasi untuk memperoleh rekomendasi ekspor mineral dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). "Memang belum ada, kami belum mendaftar," kata Ketua Satuan Tugas Hilirisasi Mineral Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Didie W. Soewondho, kepada wartawan, Rabu, 5 Februari 2014.

Rekomendasi ekspor dari Kementerian Energi itu sejatinya diperlukan pengusaha untuk mendaftar sebagai eksportir di Kementerian Perdagangan. Belum adanya aplikasi yang diajukan secara tidak langsung berarti para pengusaha memang sengaja memboikot ekspor mineral. "Kami memang sengaja, biar saja sementara berhenti ekspor," kata Didie. (Baca juga : Minerba Indonesia Tekan Industri Aluminium Cina )

Didie menyatakan keengganan pengusaha mengajukan aplikasi merupakan akibat ulah pemerintah sendiri. "Kalau semua sudah jelas, beres, nanti juga kami mendaftar," katanya.

Ia menjelaskan, setelah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara disahkan, tahun ini berturut-turut lahir beleid baru yang mengatur ekspor tambang. Beleid baru tersebut yakni Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014, dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 4 Tahun 2014. (Lihat juga : Cina Siap Pasok Kokas untuk Smelter di Indonesia )

Hanya, Didie menyatakan semua beleid itu belum secara rinci mengatur petunjuk pelaksanaan untuk mendapatkan rekomendasi dari Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara serta pengakuan sebagai eksportir terdaftar (ET) dan surat persetujuan ekspor (SPE) dari Kementerian Perdagangan. Berbagai dokumen itu memang diperlukan untuk keperluan ekspor produk tambang olahan (belum dimurnikan).

"Perbedaan prosedur administrasi untuk pemegang kontrak karya (KK) dan izin usaha pertambangan (IUP) ini belum jelas, sosialisasinya kurang," ujarnya. (Ekspor Mineral, Jero Tolak Permintaan Freeport)

Selain itu, menurut Didie, Kementerian Energi juga belum secara resmi menetapkan metode penghitungan harga patokan mineral (HPM), apakah akan menggunakan harga yang berlaku di London Metal Exchange atau bursa mineral lain. Padahal, harga patokan ini nantinya akan digunakan untuk menghitung royalti dan menentukan harga patokan ekspor (HPE) sebagai dasar penghitungan bea keluar. "Menetapkan bea keluarnya semangat sekali, padahal harga patokan yang dipakai belum ada," ujarnya.

Secara tegas Didie menolak jumlah bea keluar (BK) sebesar 20-60 persen untuk ekspor tambang olahan dari 2014 hingga 2017. "Ini sangat memberatkan, merugikan, dan tidak rasional," ujarnya. Didie meminta pemerintah meninjau kembali jumlah bea keluar dengan lebih memperhatikan struktur biaya dan margin laba perusahaan tambang.

Bagaimanapun, saat ini sudah ada dua perusahaan pemilik smelter yang bisa dengan leluasa mengekspor produk tambangnya yang sudah dimurnikan. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Bachrul Chairi menyatakan kedua perusahaan tersebut yakni PT Aneka Tambang (ferro nikel) dan PT Vale Indonesia (nikel matte). (Berita lain : Ekspor Dilarang, 3 Pabrik Smelter Segera Operasi)

Keduanya sudah bisa mengekspor produk pertambangan yang telah memenuhi batasan minimum pengolahan dan/atau pemurnian yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014.

Adapun pengaturan ekspornya didasarkan pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 4 Tahun 2014, yakni produk pertambangan yang telah memenuhi batasan minimum melalui mekanisme eksportir terdaftar dan verifikasi tanpa ada pengaturan jumlah tertentu. Hanya, "Volume ekspor yang dilakukan PT Antam dan PT Vale harus menunggu laporan dari Bea dan Cukai dulu," kata Bachrul.


PINGIT ARIA


Terpopuler :
Gita Wirjawan Nyapres, Australia Terancam?
Nadella Datang, Bill Gates Pun Hengkang
Satya Nadella, CEO Baru Microsoft
Dirjen Pajak Mengeluh Pegawainya Kurang Banyak
Gita Wirjawan Kini Fokus ke Konvensi Demokrat

Berita terkait

LPDP Buka Beasiswa Prioritas ke NEU, CSU dan UST untuk Bidang Pertambangan

1 hari lalu

LPDP Buka Beasiswa Prioritas ke NEU, CSU dan UST untuk Bidang Pertambangan

Tujuan beasiswa LPDP ini untuk mencetak tenaga kerja untuk memenuhi program hilirisasi industri berbasis tambang mineral di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Hari Bumi dan Hari Kartini, Petani Kendeng Ungkit Kerusakan Karst yang Memicu Banjir

3 hari lalu

Hari Bumi dan Hari Kartini, Petani Kendeng Ungkit Kerusakan Karst yang Memicu Banjir

Kelompak masyarakat peduli Pegunungan Kendeng memgangkat isu kerusakan lingkungan pada Hari Bumi dan Hari Kartini/

Baca Selengkapnya

10 Perusahaan Timah Terbesar di Dunia, Ada PT Timah

5 hari lalu

10 Perusahaan Timah Terbesar di Dunia, Ada PT Timah

Berikut ini deretan perusahaan timah terbesar di dunia berdasarkan jumlah produksinya pada 2023, didominasi oleh pabrik Cina.

Baca Selengkapnya

JATAM Laporkan Menteri Investasi Bahlil ke KPK, Ini Sebabnya

22 hari lalu

JATAM Laporkan Menteri Investasi Bahlil ke KPK, Ini Sebabnya

Jaringan Advokasi Tambang melaporkan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, apa penyebabnya?

Baca Selengkapnya

Korupsi Timah: Aturan Rujukan Penghitungan Kerugian Negara Rp 271 Triliun

22 hari lalu

Korupsi Timah: Aturan Rujukan Penghitungan Kerugian Negara Rp 271 Triliun

Kasus dugaan korupsi di PT Timah, yang melibatkan 16 tersangka, diduga merugikan negara sampai Rp271 triliun. Terbesar akibat kerusakan lingkungan.

Baca Selengkapnya

Ramai soal Korupsi Timah Rp 271 Triliun, Begini Fluktuasi Saham TINS dan Analisisnya

23 hari lalu

Ramai soal Korupsi Timah Rp 271 Triliun, Begini Fluktuasi Saham TINS dan Analisisnya

Pergerakan saham PT Timah Tbk. atau TINS terpantau berfluktuatif usai terkuaknya kasus korupsi tata niaga timah di wilayah IUP. Begini analisisnya.

Baca Selengkapnya

Kasus Harvey Moeis Korupsi Timah, Peran Lobi-Lobi hingga Membeli Barang Mewah Miliaran

24 hari lalu

Kasus Harvey Moeis Korupsi Timah, Peran Lobi-Lobi hingga Membeli Barang Mewah Miliaran

Pada Kamis, 4 April 2024, istri Harvey Moeis, selebriti Sandra Dewi mendatangi Kejaksaan Agung untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi

Baca Selengkapnya

Istana Buka Suara soal Luhut Disebut Tak Setuju Revisi PP Minerba Usul Bahlil

24 hari lalu

Istana Buka Suara soal Luhut Disebut Tak Setuju Revisi PP Minerba Usul Bahlil

Menteri Sekretaris Negara Pratikno tak menampik soal posisi Luhut yang tidak setuju.

Baca Selengkapnya

Sengkarut Korupsi Rp 271 Triliun di PT Timah Tbk, Begini Awal Mula Berdiri BUMN Pertambangan Timah

24 hari lalu

Sengkarut Korupsi Rp 271 Triliun di PT Timah Tbk, Begini Awal Mula Berdiri BUMN Pertambangan Timah

PT Timah Tbk terbelit kasus korupsi hingga Rp 271 triliun. Begini profil perusahaan BUMN pertambangan timah yang telah didirikan sejak 1976.

Baca Selengkapnya

Klaim Lakukan Banyak Perbaikan, Bos PT Timah Mengaku Tak Terlibat dalam Kasus Korupsi Rp 271 Triliun

25 hari lalu

Klaim Lakukan Banyak Perbaikan, Bos PT Timah Mengaku Tak Terlibat dalam Kasus Korupsi Rp 271 Triliun

Direktur Utama PT Timah Ahmad Dani Virsal mengaku tak terlibat dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah wilayah IUP perseroan.

Baca Selengkapnya