TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan pembangunan smelter sebagai upaya hilirisasi industri mineral merupakan langkah yang tidak tepat. "Smelter itu sudah tidak feasible, tidak ada gunanya. Butuh investasi yang tinggi untuk bangun smelter," kata Ketua Umum Apindo Sofjan Wanandi pada 19 Desember 2013 dalam jumpa pers mengenai economic outlook pada 2014 di kantor pusat Apindo, Jakarta.
Sofjan menuturkan, dengan menghentikan ekspor bahan baku mineral, nilai ekspor bisa menurun sekitar US$ 8 - 9 miliar. Menurut dia, penghentian ekspor perlu dilakukan secara bertahap. Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (Minerba) perlu disesuaikan dalam menghadapi tekanan besar seperti sekarang ini. Beberapa hasil mineral yang sudah mengalami pengolahan awal sebaiknya diberikan kelonggaran untuk diekspor. “Kita mesti bantu Freeport dan industri nikel. Freeport kan sudah ada value added," ujar dia. (Baca juga : Kadin: UU Minerba Tak Larang Ekspor )
Sofjan mengatakan perusahaan pertambangan tidak membangun smelter karena dianggap tidak feasible (tidak mungkin dilakukan). Pembangunan smelter membutuhkan power plant. Lagi pula, tarif listrik yang melonjak membuat mereka tak berminat membangun smelter sendiri.
Presiden Direktur PT Newmont Nusa Tenggara Martiono Hadianto sebelumnya mengatakan pembangunan smelter oleh perseroan tidak ideal karena memerlukan pasokan konsentrat yang konstan. “Sedangkan produksinya naik-turun setiap tahun,” ujar dia. (Baca juga : UU Minerba Dipastikan Berlaku Tahun Depan )
Sofjan mengatakan penetapan Undang-Undang Minerba merupakan kesalahan semua pihak, baik pemerintah maupun pengusaha. Soalnya, saat undang-undang itu dibentuk, harga komoditas tambang masih terbilang sangat bagus. (Baca juga : Pengusaha Tolak Larangan Ekspor Mineral Mentah)
Ia menyoroti rencana kenaikan tarif dasar listrik yang sangat tinggi pada 2014 yang akan menyulitkan industri hulu. Kondisi itu akan secara otomatis berdampak pada industri hilir. Sofjan menyebutkan dalam kondisi seperti ini, pembangunan smelter tidaklah layak. “Yang diperlukan saat ini, yakni koordinasi antara pemerintah dan pengusaha terkait persoalan hilirisasi mineral ini,” ujar Sofjan.