Menteri Perdagangan Gita Wirjawan (kanan) dan Tomy Winata melepas keberangkatan armada truk daging sapi dalam program Pasar Daging Murah Ramadan di Jakarta (22/7). TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Riwantoro menyatakan bahwa tahun depan kebutuhan daging sapi diperkirakan mencapai 575.880 ton. Sementara perkiraan realisasi produksinya hanya 443.220 ton.
"Jadi selisihnya itulah hendaknya jumlah maksimal yang kita impor," ujar dia dalam diskusi mengenai ketahanan pangan di kantor Kementerian Pertanian, Kamis, 19 Desember 2013.
Riwantoro menyatakan, angka-angka itulah yang dia bawa dalam rapat-rapat koordinasi bidang pangan di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian. Mengenai mekanisme impor tahun depan, dia mengatakan belum ada arahan yang jelas. "Apakah nanti sapi bakalan atau daging, itu terus kita komunikasikan," katanya.
Menurut Riwantoro, perhitungan permintaan dan stok daging sapi tersebut didasarkan pada hasil sensus ternak Badan Pusat Statistik (BPS). Sebagai catatan, hasil sensus ternak BPS yang digelar pada Mei lalu menunjukkan bahwa jumlah sapi dan kerbau adalah 14.240.141 ekor. Hanya, dari jumlah itu, tak semuanya dipotong demi mempertahankan populasi.
Idealnya, rumus untuk menentukan jumlah sapi atau kerbau yang dipotong adalah (jantan dewasa - pemacek) + 50 persen jantan muda + betina afkir. Begitu pula sapi perah yang dapat dipotong adalah jantan dewasa + 50 persen jantan muda + betina afkir. Jika menganut rumus tersebut, maka dari seluruh populasi sapi dan kerbau yang disensus BPS, jumlahnya hanya 3.318.979 ekor. Jumlah tersebut setara dengan 530.551 ton daging.
Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI), membentuk kelompok tani mahasiswa sebagai ujung tombak masa depan bangsa yang harus memiliki konsen terhadap sektor pertanian.