TEMPO.CO, Jakarta - Seluruh fraksi di DPR menyatakan setuju mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pendapatan dan Belanja Negara 2014 menjadi Undang-Undang. "Dengan demikian, seluruh fraksi dan anggota dewan menyetujui RUU APBN untuk menjadi UU APBN 2014," kata Wakil Ketua DPR, Sohibul Iman dalam rapat paripurna DPR, Jumat, 25 Oktober 2013.
Sebelumnya, Ketua Badan Anggaran Ahmadi Noor Supit memaparkan hasil pembahasan tentang RUU APBN 2014. Pemerintah dan Badan Anggaran menyepakati asumsi dasar yakni pertumbuhan ekonomi 6 persen; inflasi 5,5 persen; nilai tukar Rp 10.500 per dolar AS; tingkat suku bunga surat perbendaharaan negara 3 bulan 5,5 persen; harga minyak US$ 105 per barel; dan lifting minyak dan gas bumi 2.110 ribu barel per hari denganr rincian lifting minyak 870 ribu barel per hari dan lifting gas 1.240 ribu barel setara minyak per hari.
"Berdasarkan asumsi dasar yang telah disepakati maka pendapatan negara pada 2014 sebesar Rp 1.667,14 triliun yang terdiri dari pendapatan dalam negeri sebesar Rp 1.665,78 triliun dan penerimaan hibah Rp 1,36 triliun," kata Ahmadi.
Penerimaan dalam negeri terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.280,39 triliun dan penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp 385,39 triliun. Rasio pajak 2014 sebesar 12,35 persen dan cost recovery US$ 15 miliar.
Penerimaan perpajakan terdiri dari pajak penghasilan sebesar Rp 586,31 triliun, pajak pertambahan nilai sebesar Rp 492,95 triliun, pajak bumi dan bangunan sebesar Rp 25,44 triliun, cukai Rp 116,28 triliun, pajak lainnya Rp 5 triliun, dan pajak perdagangan internasional sebesar Rp 53,91 triliun.
Sedangkan penerimaan negara bukan pajak terdiri dari penerimaan dari sumber daya alam sebesar Rp 225,95 triliun, pendapatan bagian laba badan usaha milik negara sebesar Rp 40 triliun, PNPB lainnya sebesar Rp 94,09 triliun, dan pendapatan badan layanan umum sebesar Rp 25,35 triliun.
Adapun belanja negara 2014 disepakati Rp 1.842,49 triliun, terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.249,94 triliun dan transfer ke daerah Rp 592,55 triliun. Belanja pusat terbesar masih untuk subsidi energi yakni Rp 282,10 triliun, terdiri dari subsidi bahan bakar minyak, LPG tabung 3 kilogram dan LGV sebesar Rp 210,74 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp 71,36 triliun.
Dalam UU APBN 2014, juga disepakati defisit anggaran sebesar 1,69 persen terhadap produk domestik bruto. Usai menghadiri rapat, Menteri Keuangan Chatib Basri menjelaskan kebijakan fiskal ketat tersebut menunjukkan keseriusan pemerintah untuk memperbaiki defisit pada transaksi berjalan (current account). "Logically kalau Anda meng-address isu tentang current account, Anda harus accept lower growth, lower growth itu bisa terjadi kalau moneternya lebih ketat dan fiskalnya lebih tight, nanti setelah stabil di 2014 baru kita bicara lagi mengenai growth momentum, di pemerintahan berikutnya," ucap Chatib.
MARTHA THERTINA
Berita terkait
Pengamat Usul Kementerian Perdagangan dan Perindustrian Kembali Digabung di Pemerintahan Prabowo
16 jam lalu
Wacana penambahan kementerian di pemerintahan Prabowo berpotensi membebani anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN)
Baca SelengkapnyaApindo Usul Bentuk Kementerian Perumahan Rakyat dan Perkotaan, Pengamat: Bikin Birokrasi Panjang, Bebani APBN
22 jam lalu
Pengamat kebijakan publik Univesitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan tidak ada urgensi pembentukan Kementerian Perumahan Rakyat dan Perkotaan dalam pemerintah Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka
Baca SelengkapnyaPemerintah Berencana Salurkan Makan Siang Gratis 3-5 kali Sepekan, Ekonom: Bisa Bebani APBN
22 jam lalu
Ekonom menaksir beban anggaran pemberian makan siang gratis beserta susu setara 4-5 persen belanja pemerintah pusat pada APBN 2025
Baca SelengkapnyaCerita Pekerja Harian di Bendungan Sepaku Semoi IKN: Dibayar Rp 135 Ribu per Hari, Senang Melihat Kunjungan Menteri
3 hari lalu
Sugianto, 30 tahun, sudah tiga tahun bekerja di proyek Bendungan Sepaku Semoi IKN, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Baca SelengkapnyaBappenas Pastikan Makan Siang Gratis Tidak Bersumber dari Dana BOS
5 hari lalu
Bappenas menyatakan tidak ada pihak swasta yang akan ikut mensponsori program makan siang gratis.
Baca SelengkapnyaBea Cukai jadi Sorotan, CITA Sarankan Sejumlah Langkah Perbaikan
6 hari lalu
Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menyoroti kritik publik terhadap Ditjen Bea Cukai belakangan ini.
Baca SelengkapnyaIndef Minta Pemerintah Antisipasi Penurunan Konsumsi pada Triwulan II
6 hari lalu
Pemerintah diminta untuk mengantisipasi potensi menurunnya kinerja konsumsi rumah tangga terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan II 2024.
Baca SelengkapnyaSerba-serbi UKT: Landasan Penetapan Besaran UKT di Perguruan Tinggi Negeri
6 hari lalu
Pembahasan besaran Uang Kuliah Tunggal disingkat UKT kerap menjadi persoalan yang kerap diprotes mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Baca SelengkapnyaJokowi soal Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen: Menumbuhkan Sebuah Optimisme
6 hari lalu
Presiden Jokowi mengatakan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,11 persen di kuartal pertama tahun ini patut disyukuri.
Baca SelengkapnyaWamenkeu Suahasil Nazara Soroti 3 Faktor Penting dalam Ekonomi RI, Suku Bunga hingga Kurs Rupiah
7 hari lalu
Wamenkeu Suahasil Nazara menyoroti tiga faktor yang menjadi perhatian dalam perekonomian Indonesia saat ini. Mulai dari suku bunga yang tinggi, harga komoditas, hingga nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Baca Selengkapnya