Gubernur BI Rekomendasikan Pemerintah Rem Impor

Reporter

Kamis, 8 Agustus 2013 21:14 WIB

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo mengatakan pihaknya telah merekomendasikan kepada pemerintah untuk mengurangi impor. Hal ini perlu dilakukan mengingat defisit transaksi berjalan kian melebar. "Impor meninggi, bukan hanya didominasi impor BBM, tapi juga bahan baku dan konsumsi," kata Agus saat open house di rumah dinasnya, Kamis, 8 Agustus 2013.

Defisit transaksi berjalan sudah berlangsung tujuh kuartal berturut-turut. Pemicunya, laju impor tinggi sementara ekspor melambat seiring dengan perlambatan ekonomi di sejumlah negara tujuan utama ekspor Indonesia. Defisit ini menunjukkan tak seimbangnya pasokan dan kebutuhan valas. Tapi, sebenarnya, defisit bisa tertolong jika transaksi modal dan finansial arus investasi asing mengalir deras ke dalam negeri.

Ke depan, Agus mengakui masih ada risiko arus keluar investasi asing. Hal ini lantaran investor mengkhawatirkan kondisi ekonomi global. Salah satunya, kekhawatiran bahwa Bank Sentral Amerika Serikat akan mulai menghentikan kebijakan quantitative easing III.

"Kalau tidak didukung transaksi modal dan finansial, ini akan menekan neraca pembayaran dan nilai tukar," ujar Agus. Meski begitu, ia meyakinkan BI akan terus menjaga nilai tukar ada di area yang tak bergejolak. Tapi ia enggan menyebut pada level berapa BI akan menjaga nilai tukar rupiah? "BI tidak menargetkan suatu level nilai tukar," katanya.

Sekretaris Komite Ekonomi Nasional, Aviliani berpendapat defisit transaksi berjalan wajar terjadi pada negara yang ekonominya tengah berkembang. Lonjakan impor terjadi sebagai konsekuensi logis dari tingginya arus investasi masuk. "Menahan impor malah menahan pertumbuhan," katanya.

Atas dasar itu, ia menekankan, tak perlu khawatir dengan defisit transaksi berjalan. Yang terpenting BI bisa mengatur aliran kas keluar masuk sehingga orang tak khawatir nilai tukar rupiah tertekan. Aviliani-pun menilai tak soal jika kebutuhan valas didanai dengan pinjaman luar negeri asalkan jumlah dan jatuh temponya terpantau dengan baik. "Kalau perlu pinjaman luar negeri tidak apa apa, sejauh untuk investasi, ada masanya, infrastruktur sudah terbangun kita tidak butuh lagi," ucapnya.

Ia menjelaskan ongkos investasi mahal. Pembangunan infrastruktur dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dikalkulasi membutuhkan dana sekitar Rp 2.500 triliun. "Jika setahun bisa (belanja) Rp 500 triliun, pertumbuhan ekonomi bisa 7 - 8 persen," katanya.

MARTHA THERTINA


Berita Lainnya:
Lebaran di Tanah Koja, Jokowi Lupa Kenalkan Istri
Kini Pengguna Instagram Bisa Import Video
Gayus Soal Remisi: Terserah yang Berkuasa Saja
Misteri Makian di Akun Facebook Sisca Yofie
Lebaran Ini, Jokowi Ternyata Juga Berencana Mudik

Berita terkait

Cuaca Ekstrem, Pemerintah Siapkan Impor Beras 3,6 Juta Ton

16 jam lalu

Cuaca Ekstrem, Pemerintah Siapkan Impor Beras 3,6 Juta Ton

Zulkifli Hasan mengatakan impor difokuskan ke wilayah sentra non produksi guna menjaga kestabilan stok beras hingga ke depannya.

Baca Selengkapnya

Jadi Sorotan, Ternyata Segini Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai

1 hari lalu

Jadi Sorotan, Ternyata Segini Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai

Pegawai Direktorat Jenderal Bea Cukai disorot usai banyak kritikan terkait kinerjanya. Berapa gajinya?

Baca Selengkapnya

Zulhas Cerita Panjang Lebar soal Alasan Permendag Tak Lagi Batasi Barang Bawaan dari Luar Negeri

1 hari lalu

Zulhas Cerita Panjang Lebar soal Alasan Permendag Tak Lagi Batasi Barang Bawaan dari Luar Negeri

Mendag Zulhas bercerita panjang lebar soal alasan merevisi Permendag Nomor 36 Tahun 2024 soal pengaturan impor.

Baca Selengkapnya

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

1 hari lalu

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

Gubernur BI Perry Warjiyo membeberkan lima aksi BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.

Baca Selengkapnya

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

1 hari lalu

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

Gubernur BI Perry Warjiyo yakin nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menguat sampai akhir tahun ke level Rp 15.800 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

1 hari lalu

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

BI menyebut inflasi IHK pada April 2024 tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,51 persen, yakni 0,25 persen mtm.

Baca Selengkapnya

Viral Pria Robek Tas Hermes di Depan Petugas Bea Cukai Karena Tolak Bayar Pajak: Saya Gak Terima..

2 hari lalu

Viral Pria Robek Tas Hermes di Depan Petugas Bea Cukai Karena Tolak Bayar Pajak: Saya Gak Terima..

Viral seorang pria yang merobek tas Hermes mewah miliknya di depan petugas Bea Cukai. Bagaimana duduk persoalan sebenarnya?

Baca Selengkapnya

Kemendag Sosialisasikan Permendag Nomor 7 Tahun 2024 Soal Pengaturan Impor

2 hari lalu

Kemendag Sosialisasikan Permendag Nomor 7 Tahun 2024 Soal Pengaturan Impor

Permendag nomor 3 tahun 2023 diklaim belum sempurna.

Baca Selengkapnya

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

3 hari lalu

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

Perkembangan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 2023 tumbuh positif.

Baca Selengkapnya

Penerimaan Bea Cukai Turun 4,5 Persen

3 hari lalu

Penerimaan Bea Cukai Turun 4,5 Persen

Penerimaan Bea Cukai Januari-Maret turun 4,5 persen dibanding tahun lalu.

Baca Selengkapnya