TEMPO.CO, Yogyakarta - Pertumbuhan nilai ekspor produk Indonesia masih di bawah pertumbuhan nilai produk impor. Jika nilai ekspor turun hingga 5,5 persen, nilai impor justru naik 11 persen. Ini menyebabkan neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit.
"Kami sedang berusaha menyeimbangkan gap (selisih) neraca antara impor dan ekpor itu," kata Direktur Jenderal Pengembangan Ekpor Nasional, Kementerian Perdagangan, Gusmardi Bustami, usai pembukaan Jogja Export Expo ke-17 di Jogja Expo Center, Jumat, 12 Oktober 2012.
Pada 2011 lalu, nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 230 miliar. Tahun ini, kata Gusmardi, pemerintah berupaya nilainya bisa menyamai nilai ekspor tahun lalu itu.
Gusmardi menjelaskan, penurunan nilai ekspor tahun ini disebabkan perlambatan perdagangan internasional akibat krisis finansial di Eropa dan Amerika Serikat. Jadi, kata dia, penurunan ekspor tidak hanya dialami Indonesia, tapi juga oleh negara-negara lain di seluruh dunia.
Saat ini, pemerintah berusaha meningkatkan nilai ekspor dengan beberapa cara seperti meningkatkan promosi dan membidik negara-negara nontradisional yang sedang berkembang. Pasar ekspor yang diincar adalah Afrika Selatan,Tanzania, Kenya, Nigeria, Qatar, Saudi Arabia, Yordania, Uzbekistan, Kazakstan, dan negara-negara Asia Tengah lainnya.
"Perekonomian negara-negara itu sedang tumbuh," kata Gusmardi. Produk ekspor Indonesia yang banyak diburu adalah kelapa sawit, furniture,dan karet. Indonesia juga membidik pangsa pasa Cina dengan mengedukasi pasar menengah ke atas di sana.