TEMPO.CO, Jenewa - Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) mengumumkan hasil lalu lintas global pada Juli lalu menunjukkan pertumbuhan yang melambat, baik pada angkutan penumpang udara maupun angkutan barang (kargo), dengan variasi berdasarkan wilayah dan pasar.
Pada Juli lalu, tingkat penambahan penumpang berada dalam angka agregat sebesar 3,4 persen lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Bila dibandingkan dengan bulan Juni, terjadi kenaikan 6,3 persen dan rata-rata pertumbuhannya di atas 6,5 persen sepanjang semester pertama tahun ini. Ini berarti ada perlambatan dalam pertumbuhan angkutan penumpang udara yang sebagian besar disebabkan oleh sentimen penurunan tingkat bisnis dan perekonomian baru-baru ini.
Sedangkan pada angkutan barang, permintaannya hanya 3,2 persen atau menurun dibanding periode sama tahun lalu. Angka ini menunjukkan tingkat penurunan sebesar 0,1 persen year on year (yoy) di Juni. Sebagian penurunan itu karena perbandingan dengan Juli tahun lalu yang relatif kuat, namun secara umum tren angkutan muatan melemah, sejalan dengan pelemahan perdagangan dunia.
Maskapai penerbangan telah merespon pertumbuhan yang melambat ini dengan mengurangi kapasitas pangsa pasarnya dengan menstabilkan tingkat keterisian (load factor) pada level penumpang eksekutif untuk meningkatkan pendapatan dan mengatasi tingginya harga bahan bakar pesawat.
Kapasitas penumpang pada Juli meningkat 3,6 persen seiring dengan ekspansi lalu lintas udara. Sedangkan tingkat keterisian penumpang kelas eksekutif sebesar 83,1 persen.
"Ketidakpastian outlook ekonomi memberikan dampak negatif pada permintaan transportasi udara," kata CEO dan Director General IATA, Tony Tyler.
Dia melanjutkan, bisnis kargo saat ini lebih kecil 3,2 persen dibanding tahun lalu. Dan pangsa pasar penumpang -kecuali Afrika, Cina dan Timur Tengah- terlihat permintaan dari Juni ke Juli turun drastis.
"Secara keseluruhan, permintaan penumpang tetap diatas 3,4 persen dibanding bulan-bulan sebelum Juli. Namun, tren pertumbuhannya terlihat jelas mengalami perlambatan," ujarnya. Ini terjadi seiring dengan peningkatan harga bahan bakar sehingga akan menyulitkan di semester kedua mendatang.