Perpres Jembatan Selat Sunda yang Wajib Direvisi  

Reporter

Editor

Jumat, 6 Juli 2012 13:30 WIB

Jembatan Selat Sunda

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Agus Martowardojo ngotot merevisi Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda. Menteri Agus ingin mengubah pasal soal studi kelayakan untuk membangun megaproyek tersebut.

Alasannya adalah pasal tersebut mengatur bahwa studi kelayakan Jembatan Selat Sunda dibuat oleh pihak nonpemerintah. Ini menjadi masalah apabila studi kelayakan rampung dikerjakan oleh pemrakarsa, tapi ternyata tidak bisa digunakan. Jadi pemerintah tetap berisiko untuk membayar studi tersebut.

"Kalau yang harus dibayar jumlahnya besar dan tak dapat dielakkan, nanti bagaimana? Sementara kita harus menjaga bidang keuangan negara," kata dia, Kamis, 5 Juli 2012.

Apalagi studi kelayakan itu bukan hanya soal rancangan konstruksi, tetapi juga menyangkut soal dasar hukum, kelayakan, sumber pendanaan, sumber utang, kemampuan untuk membayar utang, dan penjaminan pemerintah. Hal-hal ini, menurut Agus, sangat sulit dilakukan jika pemerintah tidak campur tangan.

Keterlibatan pemerintah secara langsung dalam proyek adalah agar pemerintah tahu pasti apa yang ingin dan harus dilakukan terhadap proyek tersebut. Apalagi ada ahli yang menilai proyek ini sangat mahal sehingga tak bisa dibayar atau diganti hanya dengan hasil retribusi kendaraan yang lewat di atas jembatan tersebut.

"Ini semua harus jelas agar di masa mendatang nanti tidak ada yang mengatakan proyek ini sudah salah sejak awal direncanakan," kata Agus.

Pertimbangan Agus ini berdasarkan pengalaman selama ini bahwa setiap proyek yang studi kelayakannya dikerjakan oleh nonpemerintah ternyata banyak yang bermasalah. Apalagi jika proyek senilai Rp 200 triliun lebih ini gagal, maka reputasi negara di mata investor juga memburuk.

Pasal-pasal lain yang perlu revisi adalah soal dukungan dan jaminan pemerintah. Sebab, pasal ini dinilai bertentangan dengan peraturan lainnya soal jaminan pemerintah dalam proyek infrastruktur, seperti yang diatur dalam Perpres 67 Tahun 2005 dan Perpres 78 Tahun 2010.

"Perlu harmonisasi dan penyesuaian agar peraturan nantinya baik untuk pembangunan Jembatan Selat Sunda, yang kepentingannya untuk jangka panjang," kata Agus.

GUSTIDHA BUDIARTIE

Berita Populer:
Transjakarta Dikritik Profesor dari Amerika
Kerabat Petinggi Scientology ''Peringatkan'' Katie
Terjemahan 3.226 Ayat Al-Quran Pemerintah Keliru?
Menang Piala AMI 2012, Ini Tweet Agnes Monica
Cara Selamat dari Kiamat Internet

Berita terkait

Penjelasan Istri Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta soal Pinjaman Rp 7 Miliar yang jadi Polemik

21 jam lalu

Penjelasan Istri Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta soal Pinjaman Rp 7 Miliar yang jadi Polemik

Margaret Christina Yudhi Handayani Rampalodji, istri bekas Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Hutahaean menjelaskan asal-usul Rp 7 miliar.

Baca Selengkapnya

Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Diseret Urusan PT Cipta Mitra Agro, Pengacara: Itu Bisnis Istrinya

1 hari lalu

Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Diseret Urusan PT Cipta Mitra Agro, Pengacara: Itu Bisnis Istrinya

Pengacara eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy merasa heran kliennya diseret dalam kasus yang melibatkan perusahaan sang istri.

Baca Selengkapnya

Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Akan Hadiri Panggilan KPK soal Klarifikasi LHKPN Rp 7 Miliar

1 hari lalu

Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Akan Hadiri Panggilan KPK soal Klarifikasi LHKPN Rp 7 Miliar

Kuasa hukum eks Kepala Bea Cukai Purwakarta, Luhut Simanjuntak, mengatakan kliennya akan memenuhi panggilan dari KPK itu untuk klarifikasi LHKPN.

Baca Selengkapnya

Alasan Bea Cukai Tahan 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Kenneth Koh

1 hari lalu

Alasan Bea Cukai Tahan 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Kenneth Koh

Alasan Bea Cukai menahan 9 supercar milik pengusaha Malaysia, Kenneth Koh

Baca Selengkapnya

LHKPN Janggal Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta, KPK: Harta Rp 6 Miliar Tapi Bisa Beri Pinjaman Rp 7 Miliar?

2 hari lalu

LHKPN Janggal Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta, KPK: Harta Rp 6 Miliar Tapi Bisa Beri Pinjaman Rp 7 Miliar?

KPK telah menjadwalkan pemanggilan eks Kepala Bea Cukai Purwakarta pekan depan untuk mengklarifikasi kejanggalan LHKPN.

Baca Selengkapnya

TImbulkan Opini Negatif Masyarakat, Pakar Nilai Informasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ke Publik Tak Rinci

2 hari lalu

TImbulkan Opini Negatif Masyarakat, Pakar Nilai Informasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ke Publik Tak Rinci

Pakar menilai komunikasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada publik belum optimal, kerap memicu opini negatif masyarakat

Baca Selengkapnya

KPK Panggil Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Pekan Depan

2 hari lalu

KPK Panggil Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Pekan Depan

Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta, Rahmady Effendy, akan menjalani klarifikasi soal LHKPN-nya di KPK pekan depan.

Baca Selengkapnya

Penjelasan Bea Cukai Soal 9 Mobil Mewah Kenneth Koh Disegel, Tidak Direekspor

2 hari lalu

Penjelasan Bea Cukai Soal 9 Mobil Mewah Kenneth Koh Disegel, Tidak Direekspor

Sampai Mei 2024, importir 9 mobil mewah itu belum melunasi dendanya, yang telah mencapai Rp11,8 miliar.

Baca Selengkapnya

Kemenkeu Berhentikan Kepala Bea Cukai Purwakarta, Berikut Profil Rahmady Effendy dan Kasusnya Soal LHKPN

2 hari lalu

Kemenkeu Berhentikan Kepala Bea Cukai Purwakarta, Berikut Profil Rahmady Effendy dan Kasusnya Soal LHKPN

Kepala Bea Cukai Purwakarta Effendy Rahmady dituduh melaporkan hartanya dengan tidak benar dalam LHKPN. Apa yang membuatnya diberhentikan Kemenkeu?

Baca Selengkapnya

Kisah Royal Enfield Sebelum Memproduksi Motor di India

4 hari lalu

Kisah Royal Enfield Sebelum Memproduksi Motor di India

Sebelum membuat motor, Royal Enfield memproduksi sejumlah produk di bawah tanah

Baca Selengkapnya