TEMPO Interaktif,
Jakarta:Pemerintah akan memberikan pinjaman darurat bagi bank-bank yang terancam bangkrut dan berpengaruh pada perekonomian nasional. Saat pinjaman diberikan bank tersebut diwajibkan menyerahkan agunan yang setara dengan pinjaman yang diberikan itu.Klausul ini tercantum dalam nota kesepahaman (MoU) antara pemerintah dan Bank Indonesia yang akan diteken pada Rabu pekan depan. "Kalau agunan belum cukup juga jaminan pribadi pemilik bank harus dimasukkan juga," kata Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Darmin Nasution usai rapat perampungan terakhir klausul dalam nota kesepahaman di Jakarta, Jumat (12/3).Nota kesepahaman itu dibuat untuk mengantisipasi bank yang ambruk keuangannya seperti saat terjadi krisis moneter pada 1997. Pembuatan nota ini juga tercantum dalam Undang-Undang Bank Indonesia yang akan berlaku hingga terbentuknya Undang-Undang Jaring Pengaman Sektor Keuangan yang kini masih belum dibahas DPR. Kewajiban penyerahan agunan ditujukan agar pinjaman itu tidak macet seperti dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia saat krisis.Menurut Darmin, agar tidak mendapat aset bodong dari bank yang diberi pinjaman itu, pemerintah akan meminta lembaga audit untuk menaksir nilai aset-aset yang diserahkan. Audit akan dilakukan paling lama enam bulan setelah pinjaman dikucurkan. "Setelah itu pemilik bank harus meneken kesepakatan berapa lama pinjaman itu akan dikembalikan," katanya. Pengembalian juga bisa dilakukan dengan mencicil dengan sebuah kesepakatan antara pemerintah dengan pemilik bank.Dana yang disiapkan pemerintah untuk menolong bank kolaps itu berasal dari penjualan surat utang negara yang diterbitkan pemerintah dan akan dibeli oleh Bank Indonesia lalu dijual lagi di pasar sekunder. Penentuan jangka waktu dan besaran obligasi yang dibutuhkan akan ditentukan oleh Komite Koordinasi yang diketuai Menteri Keuangan dan beranggotakan Gubernur Bank Indonesia. Komite ini juga yang akan menetapkan sebuah bank dikategorikan akan ambruk dan merembet secara nasional. Jika sebuah bank bangkrut tapi tidak berimplikasi meluas, Bank Indonesia hanya akan mencabut izin usahanya saja. Mekanismenya, kata Darmin, Bank Indonesia akan menyampaikan indikator-indikatornya dan diputuskan oleh Komite bank mana saja yang terancam ambruk secara sistemik.Menurut Darmin, dalam kesepakatan itu disebutkan, Komite bisa saja menetapkan agar Bank Indonesia tidak menjual obligasi di pasar sekunder dalam periode tertentu agar tidak mengganggu harga obligasi karena membanjirnya surat utang pemerintah yang diperdagangkan. "Komite akan menetapkan berapa lama surat utang itu tidak diperdagangkan," katanya.Kepala Biro Stabilitas Sistem Keuangan Bank Indonesia Muliaman D. Hadad juga sepakat dengan pemerintah. "Kalau pasar tertekan, Bank Indonesia bisa menahan dulu obligasi itu dan tidak dijual," ujarnya. "Karena BI juga perlu sterilisasi moneter." Menurut Muliaman, Bank Indonesia sendiri yang akan memutuskan apakah obligasi yang diterbitkan pemerintah itu akan dijual langsung atau tidak, dengan melihat permintaan pembeli obligasi sendiri. "Yang jelas barang ini harus bisa dijual. Kalau tidak bisa, ya, ditahan dulu," jelasnya. Situasi pasar itu perlu diperhatikan, katanya, karena membludaknya jumlah obligasi juga akan menggoncangkan keadaan moneter.Untuk memantau perkembangan keuangan seluruh perbankan, kata Muliaman, Bank Indonesia akan berdiskusi secara rutin dengan pemerintah dan membahasnya jika ada tanda-tanda suatu bank terancam bangkrut. Menurutnya, penerbitan obligasi pemerintah itu harus ada persetujuan DPR. "Nota kesepahaman ini juga akan dilaporkan ke DPR jika sudah diteken," katanya. Nota kesepahaman ini telat diteken, yang seharusnya sudah diberlakukan pada 29 Februari sesaat setelah Badan Penyehatan Perbankan Nasional dibubarkan pada 27 Februari seperti diamanatkan dalam UU Perbankan. Pinjaman ini, kata Darmin, hanya dikhususkan untuk perbankan saja, tidak untuk lembaga keuangan lain semisal dana pensiun atau asuransi. Karena mayoritas pembiayaan ekonomi masih bersumber dari bank, bukan lembaga keuangan yang lain, katanya.
Bagja Hidayat - Tempo News Room