TEMPO Interaktif, Jakarta: Pada semestar dua 2004, PT. Kereta Api Indonesia (KAI) segera akan merealisasi impor empat set (masing-masing empat gerbong) kereta rel listrik (KRL) bekas dari Jepang. Demikian dikatakan Direktur Operasional PT. KAI, Juda Sitepu, di Jakarta, Kamis (26/2). Rencananya, pengeluaran dana pembelian diambil dari anggaran internal PT. KAI. Menurut Juda, masing-masing gerbong bernilai 500-600 juta rupiah -satu set berbandrol Rp. 2,4 miliar. "Total dana yang dikeluarkan sekitar Rp. 9 miliar," kata Juda. Untuk menambah 320 KRL yang sudah dimiliki Indonesia itu, PT KAI berharap Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) segera memberi ijin. Sebenarnya, kepada PT Industri Kereta Api Indonesia, PT. KAI sendiri masih mempunyai utang sekitar Rp. 34 miliar. Tapi, seperti dikatakan Juda, "dalam satu tahun ini, PT. KAI akan melunasi pembelian gerbong kereta eksekutif itu, dengan berusaha mendapatkan dana dari sumber internal". Belum lagi selama 2003, PT. KAI kehilangan 35 persen pendapatannya, lantaran banyak penumpang tidak menggunakan ruang dalam gerbong, melainkan di atas atap gerbong. "Tapi, mereka tetap nekad. Padahal, segala cara sudah dilakukan, diantaranya mengolesi minyak di atap gerbong," kata Juda. Kali ini PT. KAI akan memodifikasi atap KRL menjadi segitiga. Sayangnya, modifikasi itu juga tidak memakan biaya sedikit. Rencananya, Rp. 10 juta per gerbongnya akan dikeluarkan untuk memodifikasi enam set KRL dari rencana 10 KRL untuk jalur Jakarta-Bogor. "Harapan kita, kehilangan pendapatan bisa berkurang hingga hanya 10 persen," kata Juda. Modifikasi bukanlah jalan satu-satunya. Sebenarnya PT. KAI bisa saja meningkatkan pengawasan ketat dengan pengoperasian polisi khusus dan petugas di stasiun dan dalam kereta, agar kehilangan pendapatan dari tiket bisa berkurang. Yophiandi - Tempo News Room