TEMPO Interaktif, Jakarta - Langkah Bank Indonesia yang akan menggunakan cadangan devisa untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) dinilai tepat. "Rencana itu sudah benar karena berarti Bank Indonesia melakukan intervensi langsung di pasar valas dan SBN pada saat bersamaan," kata ekonom Standard Chartered Bank Fauzi Ikhsan kepada Tempo, Kamis malam, 11 Agustus 2011.
Seperti diketahui, Bank Indonesia menyatakan akan menyerap Surat Berharga Negara milik pemerintah. Kebijakan tersebut dituangkan dalam Surat Edaran BI No.13/20/DPM tertanggal 8 Agustus 2011 perihal Perubahan Kedua atas Surat Edaran BI No.12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 tentang Operasi Pasar Terbuka.
Dalam surat edaran tersebut disebutkan bahwa Bank Indonesia dalam rangka Operasi Pasar Terbuka dapat melakukan absorpsi likuiditas dan atau injeksi likuiditas dengan menggunakan satu atau lebih instrumen. Tujuannya untuk mempengaruhi likuiditas di pasar uang maupun untuk menjaga ketersediaan instrumen operasi moneter. Menurut bank sentral, ini diperlukan dalam pencapaian sasaran operasional kebijakan moneter Bank Indonesia.
Salah satu instrumen yang akan saat ini akan dipakai oleh BI adalah melakukan transaksi penjualan valuta asing terhadap rupiah oleh Bank Indonesia dan transaksi pembelian SBN secara outright oleh Bank Indonesia.
Menurut Fauzi, selama ini penarikan modal asing secara mendadak dikhawatirkan akan berdampak pada pasar SBN. Harga SBN bisa anjlok tajam dan nilai rupiah juga mengalami hal yang sama. Dengan rencana tersebut, Bank Indonesia bisa langsung melakukan pembelian pada SBN sekaligus menyediakan dolar yang dibutuhkan oleh investor asing.
Langkah tersebut juga diharapkan bisa meredam kepanikan jika suatu waktu ada penarikan modal asing. Bank Indonesia juga bisa membangun inventory untuk pelaksanaan kebijakan moneter untuk selanjutnya. "Saat nanti investor asing mau menarik keluar dananya melalui penjualan SBN yang mereka miliki, mereka tidak perlu ke pasar dan tidak perlu membeli dollar ke pasar. Mereka cukup menjualnya kepada Bank Indonesia," lanjut Fauzi.
EVANA DEWI
Berita terkait
Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat
1 hari lalu
Perkembangan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 2023 tumbuh positif.
Baca SelengkapnyaMeski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit
1 hari lalu
PNM menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga dasar kredit meskipun BI telah menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen.
Baca SelengkapnyaBRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay
2 hari lalu
Bank Rakyat Indonesia atau BRI mengklaim telah mendapatkan izin untuk memproses transaksi pengguna Alipay.
Baca SelengkapnyaSuku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti
2 hari lalu
BCA belum akan menaikkan suku bunga, pasca BI menaikkan suku bunga acuan ke angka 6,25 persen.
Baca SelengkapnyaKenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit
3 hari lalu
Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.
Baca SelengkapnyaBI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit
3 hari lalu
BI mempersiapkan perluasan cakupan sektor prioritas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).
Baca SelengkapnyaBI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini
3 hari lalu
BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.
Baca SelengkapnyaBI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini
4 hari lalu
BI mencatat aliran modal asing yang keluar pada pekan keempat April 2024 sebesar Rp 2,47 triliun.
Baca SelengkapnyaEkonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025
6 hari lalu
Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.
Baca SelengkapnyaZulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi
6 hari lalu
Zulhas percaya BI sebagai otoritas yang memiliki kewenangan akan mengatur kebijakan nilai tukar rupiah dengan baik di tengah gejolak geopolitik.
Baca Selengkapnya