TEMPO Interaktif, Jakarta - Usulan pemerintah untuk ikut terlibat dalam penandatanganan pencetakan uang kertas rupiah mendapat tanggapan miring dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Sebab usulan tersebut berpotensi menyebabkan terjadinya dualisme pengawasan.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Golongan Karya Nusron Wahid menuturkan isu perebutan kewenangan Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan ini harus dikaji secara moneter dan fiskal. Bank sentral pencetak dan pengedar, sedangkan Kementerian Keuangan pencetak dan pengguna.
"Pengawasan menjadi dualisme," ujarnya usai rapat kerja di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta, Rabu (9/6). Pembahasan pencetakan uang merupakan isu lama dan mandek dalam pembahasan rancangan undang-undang terdahulu.
Dalam usulannya kepada Komisi Keuangan, Menteri Keuangan Agus Martowardojo berpendapat karena mata uang juga berfungsi sebagai simbol negara, sudah sepatutnya pemerintah ikut membubuhkan tanda tangan di uang kertas.
Alasan lain, pemerintah ingin melakukan check and balances terhadap pengelolaan dan pemusnahan mata uang. Tapi, alasan tersebut mengindikasikan Kementerian berniat mengebiri Bank Indonesia dengan menafikan lembaga negara. "Check and balances itu bukan negara dengan pemerintah, tapi negara dengan DPR," kata Nusron.