"Setelah kami lihat SOP-nya, yang paling bertanggung jawab adalah direktur," kata Darmin setelah rapat kerja dengan Komisi Keuangan dan Perbankan DPR di Jakarta, Rabu (2/6). Pernyataan Darmin berkaitan dengan laporan harian Australia, The Age, tentang pejabat senior BI yang telah menerima suap US$ 1,3 juta dalam pencetakan 500 juta lembar uang pecahan Rp 100 ribu.
Dalam laporan The Age edisi 24 Mei 2010 berjudul RBA Firm Agreed to Huge Bribe, suap berasal dari Securency International and Note Printing Australia, anak usaha Reserve Bank of Australia (RBA). Harian itu juga merilis dokumen korespondensi antara perwakilan RBA di Jakarta, Radius Christanto, dan Securency International and Note Printing Australia pada 1999.
Reserve Bank of Australia merupakan bank sentral sekaligus otoritas pencetak uang Australia, yang juga memberi jasa kepada bank sentral negara lain. Dalam korespondensi itu, Radius meminta sejumlah uang kepada Securency sebagai imbalan atas kesepakatan kontrak pencetakan uang berbahan plastik pecahan Rp 100 ribu bergambar Soekarno-Hatta.
Dalam proyek pencetakan uang sebanyak 500 juta lembar dengan nilai kontrak US$ 50 juta itu, Radius berperan sebagai broker atau perwakilan anak usaha RBA. Dokumen itu juga menyebutkan adanya aliran uang ke pejabat senior Bank Indonesia berinisial M dan S.
Menurut Darmin, semua pejabat di bank sentral yang memiliki inisial nama S dan M, yang memiliki kewenangan tentang pengadaan uang, sudah dipanggil. Dalam pemeriksaan yang sudah berlangsung, empat pejabat BI yang berkaitan dengan pencetakan uang membantah tuduhan suap. Bantahan telah disampaikan dalam pemeriksaan internal BI.
Berkaitan dengan bantahan mereka, Darmin mengatakan tidak bisa percaya begitu saja. "Sampai mereka bilang berani ngomong di depan publik dan mengancam mensomasi sumber itu," katanya. Pihaknya sudah berkoordinasi dengan kepolisian untuk mengungkap dugaan suap ini.
Empat mantan pejabat BI yang memiliki kewenangan dalam pencetakan uang meminta Radius Christanto memberikan penjelasan kepada publik dalam waktu 24 jam pada akhir Mei lalu. "Jika tidak, kami mengajukan somasi dan menggugat," kata mantan Direktur Pengedaran Uang BI Herman Joseph Susmanto.
Menurut dia, pengadaan uang itu sudah sesuai dengan prosedur. Pengadaan dilakukan melalui penunjukan langsung dengan perbandingan dari beberapa bank sentral negara tetangga, yakni Selandia Baru, Australia, dan Kanada. BI perlu mencetak uang pecahan Rp 100 ribu karena kekurangan uang kartal pada 1998.
Untuk mengatasi kekurangan tersebut, BI mencetak uang kertas di luar Peruri, yang sedang kelebihan kapasitas. Adapun uang pecahan Rp 50 ribu bergambar mantan Presiden Soeharto dicetak di De La Rue, Singapura. Tapi masyarakat yang sedang dilanda euforia reformasi mengalami sentimen anti-Orde Baru dengan menolak uang bergambar Soeharto.
Situasi ini mengharuskan BI menerbitkan mata uang baru pecahan Rp 100 ribu bergambar proklamator Bung Karno dan Hatta dengan bahan polimer, karena harga bahan kertas meningkat tajam. Selain itu, uang kertas dinilai banyak dipalsukan serta berusia lebih pendek. "Karena itu kami siap memberikan keterangan kepada yang berwajib, baik dari Australia maupun Indonesia," kata Herman.
Herman juga membantah kabar Radius menjadi penghubung Securency dengan Bank Indonesia. "Kami sama sekali tidak lewat dia," katanya. Tapi dia mengaku mengenal Radius sebagai agen TNT, yakni mesin hitung uang buatan Jerman. "Selama saya menjabat, BI tidak pernah beli alat dari dia," kata Herman, yang mengaku tidak tahu siapa pejabat berinisial S dalam tulisan The Age.
Sementara itu, Radius--bos PT Askomindo Dinamika--mengatakan dirinya tidak terlibat dalam kesepakatan pencetakan uang pecahan Rp 100 ribu antara Bank Indonesia dan Securency International and Note Printing Australia, anak perusahaan RBA.
Menurut Radius, Bank Indonesia dan Securency melakukan kesepakatan secara langsung. Dia juga membantah kabar Askomindo merupakan perwakilan unit usaha RBA di Indonesia, seperti yang ditulis The Age. "Askomindo hanya berperan sebagai konsultan dalam bisnis pencetakan uang," kata dia melalui surat elektronik yang dia kirim kepada Tempo di Jakarta, Rabu (2/6).
Selain itu, Radius membantah menjanjikan suap dan menyuap pejabat Bank Indonesia. Dia mengatakan sangat menghargai integritas tim tender pencetakan uang Bank Indonesia serta meyakini proses pengadaan dilakukan sangat independen dan profesional. "Tim tender telah mengikuti peraturan tender yang ada secara benar," katanya.
Klarifikasi ini, kata Radius, dia kirimkan ke sejumlah media, seperti Tempo, Kompas, Detik (Indonesia), serta The Sydney Morning Herald dan The Melbourne Age (Australia). Klarifikasi serupa juga dia kirimkan kepada Reserve Bank of Australia dan Securency sebagai anak usaha RBA.
FAMEGA SYAVIRA | AGUS SUPRIYANTO | GRACE S. GANDI | ARIF FIRMANSYAH