Gugatan UU Cipta Kerja Diterima, Kontrak Kerja Maksimal 5 Tahun dan PHK Tak Boleh Asal

Editor

Laili Ira

Jumat, 1 November 2024 21:23 WIB

Massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) melakukan aksi demo kawal Mahkamah Konstitusi yang akan membacakan putusan terkait uji materil terhadap Undang-Undang Cipta Kerja di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Kamis 31 Oktober 2024. Buruh mendesak agar Mahkamah Konstitusi mengabulkan seluruh petitum yang diajukan, terutama terkait pencabutan pasal-pasal yang merugikan pekerja. TEMPO/Subekti.

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja), salah satu putusannya adalah perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) tidak boleh lebih dari lima tahun.

Selain itu, MK juga menerima permohonan Partai Buruh dan sejumlah federasi serikat pekerja lainnya terkait pemutusan hubungan kerja (PHK), sehingga tidak boleh sepihak.

“Mengadili, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, pada Kamis, 31 Oktober 2024, yang dipantau dari YouTube MK RI.

PKWT Maksimal 5 Tahun

Sebelumnya, UU Ciptaker mengatur pemberi kerja dapat mempekerjakan seseorang dengan sistem PKWT tanpa harus diangkat sebagai karyawan tetap. Hal tersebut sebagaimana tertuang pada norma Pasal 56 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 12 Lampiran UU Cipta Kerja.

“Pasal 56 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 12 … bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai. Jangka waktu berakhirnya satu pekerjaan tertentu dibuat tidak melebihi paling lama lima tahun, termasuk bila ada perpanjangan,” ucap Hakim Konstitusi Arsul Sani.

Advertising
Advertising

Adapun Pasal 56 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 12 sebelumnya berbunyi, “Jangka waktu atau berakhirnya suatu pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan berdasarkan perjanjian kerja.”

Dalam pertimbangan hukumnya, hakim konstitusi menggarisbawahi bahwa kontrak kerja yang disusun oleh pengusaha dan pekerja berada dalam kedudukan para pihak yang tidak seimbang. Pekerja dinilai sebagai pihak dengan posisi yang lemah.

Oleh karena itu, MK menyebut jangka waktu PKWT penting untuk diatur lebih lanjut di dalam undang-undang, bukan dalam peraturan turunan atau perjanjian lainnya. Menurut MK, norma Pasal 56 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 12 menimbulkan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi.

“Berkenaan dengan penentuan secara definitif lamanya jangka waktu PKWT, menurut MK, hal tersebut merupakan wilayah kebijakan hukum terbuka (open legal policy) pembentuk undang-undang untuk mengaturnya, sepanjang hal tersebut tidak merugikan hak-hak buruh atau pekerja,” ujar Arsul Sani.

Putusan PHK Tunggu Inkrah

Kemudian, terkait dalil PHK, MK menyatakan bahwa alasan PHK harus diberitahukan dengan tujuan bipartit atau perundingan dua pihak, bukan satu arah oleh pemberi kerja.

Pemberitahuan tersebut dilakukan perusahaan sebagai upaya untuk menghindari terjadinya PHK, yang merupakan langkah terakhir atau the last resort.

“Proses atau tahapan selanjutnya, tetap wajib dilakukan perundingan, apabila pekerja/buruh tidak sepakat dengan maksud dan alasan PHK yang telah diberitahukan tersebut,” kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.

MK juga menjelaskan, apabila perundingan bipartit tidak mencapai kesepakatan, maka harus dilakukan penyelesaian perselisihan hubungan industrial (PPHI) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang PPHI.

Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyebut perundingan sebagai bentuk pengejawantahan ideologi bangsa dan dasar negara Pancasila dalam kegiatan usaha. Hal tersebut didasarkan pada kedudukan pekerja yang tidak sederajat dengan pengusaha, sehingga perundingan dengan dilandasi musyawarah untuk mencapai mufakat agar dapat menjaga keberlangsungan hidup yang layak.

“Prinsip inilah yang harus menjadi bagian dalam memaknai norma Pasal 151 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 40 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023. Sekalipun hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja merupakan hubungan berdasarkan perjanjian kerja yang mengandung unsur pekerjaan, upah, dan perintah,” ucap Enny.

Pilihan Editor: Menko Airlangga Pastikan Pemerintah Patuhi Putusan MK tentang UU Cipta Kerja

Berita terkait

Daftar Lengkap 21 Pasal UU Cipta Kerja yang Direvisi MK, Ada PKWT hingga PHK

3 jam lalu

Daftar Lengkap 21 Pasal UU Cipta Kerja yang Direvisi MK, Ada PKWT hingga PHK

MK mengabulkan sebagian gugatan UU Cipta Kerja, mulai dari ketentuan PKWT, PHK, hingga tenaga kerja asing.

Baca Selengkapnya

MK Kabulkan Uji Materi UU Cipta Kerja, Partai Buruh: Keadilan Masih Ada

9 jam lalu

MK Kabulkan Uji Materi UU Cipta Kerja, Partai Buruh: Keadilan Masih Ada

Dikabulkannya uji materi terhadap UU Cipta Kerja oleh Mahkamah Konstitusi menunjukkan keadilan masih ada, kata Ketua Partai Buruh.

Baca Selengkapnya

Menko Airlangga Pastikan Pemerintah Patuhi Putusan MK tentang UU Cipta Kerja

10 jam lalu

Menko Airlangga Pastikan Pemerintah Patuhi Putusan MK tentang UU Cipta Kerja

Airlangga mengatakan saat ini pemerintah masih mempelajari amar putusan dan pertimbangan MK, kemudian akan segera melaporkan langkah selanjutnya.

Baca Selengkapnya

Pimpinan DPR Bilang Tampung Usulan soal 8 UU Politik Direvisi dengan Metode Omnibus Law

12 jam lalu

Pimpinan DPR Bilang Tampung Usulan soal 8 UU Politik Direvisi dengan Metode Omnibus Law

Anggota Komisi II DPR mengusulkan delapan UU politik agar dipertimbangkan untuk direvisi dengan metode omnibus law.

Baca Selengkapnya

MK Kabulkan Sebagian Gugatan Partai Buruh soal UU Cipta Kerja, 21 Pasal Diubah

16 jam lalu

MK Kabulkan Sebagian Gugatan Partai Buruh soal UU Cipta Kerja, 21 Pasal Diubah

Dalam amar putusan yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo, mahkamah mengabulkan sebagian permohonan yang diujikan terkait UU Cipta Kerja itu.

Baca Selengkapnya

MK Kabulkan Uji Materi UU Cipta Kerja, Ini 6 Poin Penting Putusannya

1 hari lalu

MK Kabulkan Uji Materi UU Cipta Kerja, Ini 6 Poin Penting Putusannya

MK kabulkan uji materi tentang UU Cipta Kerja, minta DPR dan Pemerintah membuat UU ketenagakerjaan baru dan memisahkannya dari Omnibus Law

Baca Selengkapnya

Mendagri Bakal Lapor ke Prabowo soal Usulan DPR Revisi UU Politik Lewat Metode Omnibus Law

1 hari lalu

Mendagri Bakal Lapor ke Prabowo soal Usulan DPR Revisi UU Politik Lewat Metode Omnibus Law

Mendagri Tito Karnavian menyebut akan menyampaikan rencana DPR untuk merevisi sejumlah UU terkait politik kepada Presiden Prabowo Subianto.

Baca Selengkapnya

Alasan Perludem Usul UU Pemilu Direvisi oleh DPR dalam Prolegnas 2025-2029

1 hari lalu

Alasan Perludem Usul UU Pemilu Direvisi oleh DPR dalam Prolegnas 2025-2029

Baleg DPR membuka peluang merevisi paket delapan undang-undang politik, termasuk UU Pemilu dan UU Pilkada, lewat metode omnibus law.

Baca Selengkapnya

Kelompok Pengacara dan Profesional Dukung Ridwan Kamil-Suswono, akan Mengawal sampai MK

1 hari lalu

Kelompok Pengacara dan Profesional Dukung Ridwan Kamil-Suswono, akan Mengawal sampai MK

GPN RI menyatakan akan mengawal kemenangan Ridwan Kamil-Suswono dalam satu putaran di Pilkada Jakarta.

Baca Selengkapnya

Mendagri Tito Karnavian: Perlu Kajian untuk Revisi UU Politik dengan Metode Omnibus Law

1 hari lalu

Mendagri Tito Karnavian: Perlu Kajian untuk Revisi UU Politik dengan Metode Omnibus Law

Mendagri Tito Karnavian menanggapi rencana DPR untuk merevisi delapan UU terkait politik dengan metode omnibus law.

Baca Selengkapnya