PMI Manufaktur Kontraksi 4 Bulan Beruntun, Kemenperin: Akibat Kebijakan Relaksasi Impor
Reporter
Oyuk Ivani Siagian
Editor
Martha Warta Silaban
Jumat, 1 November 2024 16:26 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Puchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia periode Oktober 2024 menunjukkan angka 49,2 atau masih berada di level kontraksi. Angka ini masih sama dengan periode bulan September dan memperpanjang periode penurunan yang telah berlangsung selama 4 bulan berturut-turut.
Menanggapi fenomena ini, Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif mengatakan, bertahannya PMI Manufaktur Indonesia di level kontraksi merupakan bukti konkrit dampak dari Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024.
“Selama belum ada kebijakan yang signifikan untuk mendukung sektor manufaktur dan melindungi pasar dalam negeri, seperti revisi Peraturan Menteri Perdagangan No. 8/2024, Kementerian Perindustrian tidak kaget bila PMI manufaktur Indonesia terus kontraksi,” ujarnya dikutip dari keterangan tertulis, Jumat, 1 November 2024.
Febri menyebut, pemberlakuan Permendag Nomor 8 Tahun 2024 merupakan penyebab turunnya kinerja manufaktur. Ia menjelaskan, dari 518 kode HS kelompok komoditas yang direlaksasi impornya dalam kebijakan tersebut, hampir sebagian besar, yakni 88,42 persen atau 458 komoditas, merupakan kode HS barang jadi yang sudah bisa diproduksi oleh industri dalam negeri.
“Berlakunya Permendag No. 8/2024 telah membuka pintu seluas-luasnya bagi produk jadi impor dan telah membanjiri pasar Indonesia,” kata dia.
Selain itu, peraturan ini, kata dia, menghilangkan aturan penerbitan Persetujuan Teknis (Pertek) dari Kementerian Perindustrian untuk produk pakaian jadi. Hal ini mengakibatkan semua produk TPT, terutama produk jadi dapat masuk dengan leluasa ke pasar domestik Indonesia.
"Padahal, adanya mekanisme pelarangan dan pembatasan melalui Pertek ini, dapat mencegah banjir impor barang. Sehingga industri dalam negeri bisa tetap terlindungi," ujarnya.
Menurut dia, kebijakan Kementerian/Lembaga lain sangat menentukan kinerja manufaktur. Oleh karena itu, ia meminta kepada stakeholder terkait untuk menurunkan ego sektoral untuk melindungi industri manufaktur dalam negeri.
“Kami berharap Kementerian/Lembaga yang memiliki kebijakan terkait sektor manufaktur bisa bersinergi dengan mengambil kebijakan-kebijakan yang berdampak positif bagi pertumbuhan sektor industri,” ujar Febri.
Pilihan Editor: Kembali Jadi Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang: Tidak Ada Istilah Belajar Lagi