Kinerja Buruk Saham Emiten Tekstil di Tengah Isu Pailitnya Sritex
Reporter
Hammam Izzuddin
Editor
Aisha Shaidra
Jumat, 1 November 2024 11:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) mensuspensi saham PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex usai diputus pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang. Sebagian besar saham emiten tekstil lain juga memiliki kinerja negatif selama sebulan terakhir.
Pengamat pasar modal sekaligus founder WH Project, William Hartanto mengatakan kinerja buruk emiten tekstil tidak hanya karena sentimen negatif pailitnya Sritex. Ia menilai belakangan saham-saham di industri tersebut kurang diminati publik. “Kebanyakan sahamnya memiliki likuiditas yang minim sehingga tidak menarik perhatian,” kata William kepada Tempo, Kamis, 31 Oktober 2024.
Salah satu saham yang ia soroti adalah PT Sepatu Bata Tbk (BATA) yang bergerak di industri alas kaki dan pakaian mencatat banyak kerugian selama setahun berjalan. Berdasarkan laporan keuangan terbarunya, BATA mencatatkan rugi bersih Rp126,86 miliar selama semester pertama 2024. Rugi ini membengkak 293,71 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp32,34 miliar. “Bata termasuk yang buruk kondisinya kalau melihat kerugiannya sampai sekarang,” ujarnya.
Di sisi lain, ia melihat kinerja PT Inocycle Technology Group Tbk (INOV) jadi salah satu emiten tekstil yang membaik pada kuartal ketiga 2024. Ia mengatakan bisa merekomendasikan INOV dengan target harga Rp130.
Sementara itu, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, melabeli semua emiten tekstil dengan kategori not rated atau tidak direkomendasikan. Pasalnya, ia menilai emiten-emiten itu tidak likuid. Salah satu emiten yang ia soroti adalah PT Indo-Rama Synthetics Tbk. (INDR yang turun 10,57 persen dalam sebulan ke posisi Rp3.130. “INDR downtrend. Secara market cap masih lebih besar SRIL dibandingkan INDR,” kata Nafan.
Selain itu, ada sejumlah emiten yang mendapat notasi khusus dari BEI. Salah satunya PT Pan Brothers Tbk (PBRX) yang saat ini ada di level Rp23 per lembar. PBRX mendapat notasi khusus dari Bursa Efek Indonesia (BEI) karena adanya permohonan PKPU, terlambat menyerahkan laporan keuangan, perusahaan tercatat di papan pemantauan khusus, dan harga rata-rata saham selama enam bulan di pasar regular kurang dari Rp51.
Selain Sritex, ada juga beberapa emiten tekstil lain yang kini mendapat suspensi dari BEI seperti PT Sejahtera Bintang Abadi Textile Tbk. (SBAT). Selain itu, PT Century Textile Industry Tbk. (CNTX) juga telah mengumumkan rencana delisting dari BEI pada 3 Oktober 2024 lalu, alasannya yakni kinerja keuangan yang terus merugi dan saham yang tidak aktif diperdagangkan.
Pilihan editor: Roller Coaster Perjalanan Tom Lembong, Dari Era Jokowi Hingga Ditetapkan Tersangka