Banyak Politisi Jadi Komisaris, Ini Jawaban Kementerian BUMN
Reporter
Antara
Editor
Yudono Yanuar
Jumat, 26 Juli 2024 14:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian BUMN kembali mengangkat tokoh partai politik menjadi komisaris di perusahaan milik negara. Penunjukan terakhir dilakukan terhadap tokoh Partai Gerindra Burhanuddin Abdullah sebagai Komisaris Utama PLN dan pimpinan Partai Demokrat Andi Arief sebagai Komisaris Independen PT PLN.
Pengangkatan ini menambah daftar panjang tokoh-tokoh partai politik nyemplung di perusahaan milik negara setelah Grace Natalie, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang ditunjuk sebagai komisaris Mining Industry Indonesia atau MIND ID.
Selain itu ada Fuad Bawazier, Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, yang menjadi Komisaris Utama MIND.ID. Lalu Simon Aloysius Mantiri, kader Partai Gerindra, yang diangkat menjadi Komisaris Utama Pertamina menggantikan Ahok.
Staf Khusus III Menteri Badan Usaha Milik Negara Arya Sinulingga menyebutkan penunjukan komisaris baru yang berasal dari partai politik pada beberapa BUMN tidak akan mempengaruhi kinerja baik yang sudah dicapai.
"Waktu awal Pak Erick (Erick Thohir), ada nggak partai-partai politik komisarisnya? Banyak, tapi kinerjanya bagus nggak? Kan bagus, dividen dari Rp42 triliun sekarang Rp84 triliun, kan sudah jelas itu," ujar Arya ditemui di Jakarta, Rabu, 24 Juli 2024.
Arya menjelaskan, BUMN merupakan perusahaan yang berjalan mengikuti arah kebijakan pemerintah, sehingga tidak akan terlepas pada urusan politis.
Dalam setiap aksi korporasi, BUMN harus meminta persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), mulai dari merger, penjualan sebagian saham perusahaan atau IPO hingga penambahan modal.
"BUMN nggak pernah terlepas dari politik, karena ketika mau merger lapor ke DPR, kalau swasta ada lapor DPR? Mau bikin holding lapor DPR, swasta nggak ada kayak gini, dan itu adalah politik. Jangan politik itu dianggap negatif, positif itu," kata Arya.
Arya menyatakan, penunjukan kader Gerindra Fauzi Badillah sebagai komisaris di PT Pos misalnya, dinilai tepat lantaran arah bisnisnya mengawinkan aset-aset milik perusahaan logistik tersebut dengan ekonomi kreatif.
"PT Pos melakukan perubahan-perubahan transformasi terhadap apa yang namanya kreatif, digital dan sebagainya. Berapa banyak asetnya PT Pos yang harus kami berdayakan dengan digabungkan dengan industri kreatif," ucap Arya.
"Kami butuh yang namanya Fauzi Baadillah. Karena dia menuju ke sana, kita menuju ke arah mengawinkan PT Pos ini dengan industri kreatif, banyak banget asetnya kita."
Terkait penunjukan Burhanuddin dan Andi Arief, menurut Arya, keduanya telah memiliki pengalaman sebagai komisaris sehingga tidak perlu diragukan lagi kemampuannya.
"Andi Arief, beliau berpengalaman jadi komisaris kenapa dipertanyakan. Kalau Burhanuddin, kamu meragukan ilmunya? Dari soal kemampuan Burhanuddin Abdullah untuk mengawasi PLN bisa diadu ilmunya," ujar Arya.
Arya menegaskan, penunjukan komisaris baru tidak akan mempengaruhi kinerja BUMN yang telah bertransformasi seperti saat ini.
"Artinya, walaupun ada unsur komisaris di BUMN, kita buktikan ternyata kinerjanya kinclong kok. Dulu aset kita di bawah, sekarang naik, rasio utang turun. Kita sudah buktikan walaupun komisarisnya ada unsur politiknya, kinerjanya kinclong kok," ucapnya.
ANTARA | TIM TEMPO
Pilihan Editor Cerita Pemegang Saham Indofarma Ditolak Masuk ke Ruang Rapat