Tambang Ilegal di Gunungkidul, 14 Orang Diperiksa Polisi
Reporter
Pribadi Wicaksono (Kontributor)
Editor
Agung Sedayu
Selasa, 23 Juli 2024 08:21 WIB
TEMPO.CO, Yogyakarta - Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) menyita dua eskavator, lima truk, dan memeriksa 14 orang terkait praktik tambang ilegal di Kabupaten Gunungkidul yang belakangan ramai disorot.
Penindakan itu terutama untuk aktivitas pertambangan tanah galian di Kecamatan Gedangsari Gunungkidul yang sempat viral karena sudah mengancam pemukiman warga.
Direktur Reserse dan Kriminal Khusus Polda DIY Komisaris Besar Polisi Idham Mahdi menuturkan penindakan ini sebagai respon dari langkah Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Energi Sumber Daya Mineral (PUPESDM) DIY. Yang sebelumnya telah menutup aktivitas penambangan di lokasi tersebut karena tak mengantongi izin sesuai ketentuan.
"Dari 14 orang yang kami periksa sebagai saksi antara lain dari pengelola, operator ekskavator, supir truk, dan warga," kata Idham Senin 22 Juli 2024.
Saat ini kasus tersebut sudah masuk tahap penyidikan dan memeriksa saksi-saksi.
"Jika tahapan sudah lengkap baru kami umumkan penetapan tersangka aktivitas penambangan ilegal ini," kata Idham.
Idham menuturkan dalam kasus ini tersangka bakal dijerat Pasal 158 atau Pasal 160 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam pasal tersebut menyatakan, orang yang melakukan penambangan tanpa izin dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.
Kepala Dinas PUPESDM DIY Anna Rina Herbranti menuturkan saat ini dari data yang ia kumpulkan ada 32 tambang ilegal beroperasi di wilayah DIY yang tersebar di berbagai lokasi kabupaten. Jenis tambang yang dikeruk seperti tanah urug dan pasir batu.
"Untuk pertambangan di wilayah darat yang tanpa izin totalnya ada 12 titik, sedangkan di wilayah sungai ada 20 titik," kata dia.
Para pelaku penambangan itu sudah diberikan berita acara dan surat himbauan untuk menghentikan aktivitasnya karena ilegal.
Anna mengatakan ada pula satu aktivitas penambangan yang ditindak karena nekat beroperasi meski baru mengantongi ijin operasional atau Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Penambangan tanah urug itu menyasar lahan kurang lebih seluas 4 hektare di Gunungkidul namun bukan area karst.
"Jadi baru tahap mengurus WIUP, baru titik lokasi tata ruangnya tapi langsung melakukan pertambangan padahal masih harus mengurus izin lainnya," kata dia.
Pemerintah DIY tidak melarang adanya kegiatan tambang, tetapi perusahaan tambang wajib untuk mengurus izin.
Prosesnya, setelah izin awal yakni WIUP turun untuk mengetahui daerah mana yang akan ditambang, selanjutnya pengelola perlu mengurus izin jenis apa material yang akan ditambang dan siapa yang akan menambang. Apakah perusahaan wilayah pertambangan untuk rakyat (WPR) atau bukan.
"Penambang juga harus memiliki dokumen lingkungannya. Juga lahannya apakah masuh lahan yang tak diperuntukkan untuk penambangan seperti Sultan Ground atau Pakualaman Ground," kata dia.
Anna mengatakan penindakan atas penambangan ilegal ini untuk mengetahui siapa nantinya yang akan bertanggungjawab melakukan reklamasi lingkungan.
Pilihan Editor: Siap-siap Wajib Asuransi Kendaraan