Kritisi Kebijakan Potong Gaji untuk Tapera, The Prakarsa: Iuran Bebani Pekerja, Tak Menjamin Dapat Rumah
Reporter
Riri Rahayu
Editor
Grace gandhi
Kamis, 30 Mei 2024 15:18 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan pemerintah mewajibkan pemotongan 3 persen gaji pekerja swasta untuk Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera menuai kritik dari sejumlah pihak. Direktur Eksekutif The Prakarsa Ah Maftuchan mengatakan pemotongan gaji untuk Tapera hanya akan membebani pekerja. Ia meminta pemerintah meninjau ulang kebijakan tersebut.
Kebijakan pemotongan gaji untuk Tapera diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024. Beleid yang merupakan revisi PP Nomor 25 Tahun 2020 itu ditandatangani Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 20 Mei 2024. Sayangnya, Maftuch menuturkan, penghitungan yang adad dalam PP tersebut tidak jelas dasarnya.
“Secara nominal, tidak dijelaskan secara rinci rumah seperti apa yang akan didapatkan pekerja,” ujar Maftuch melalui keterangan resmi, Kamis, 30 Mei 2024.
Alih-alih mewajibkan Tapera, menurut The Prakarsa, pemerintah lebih baik menyediakan rumah melalui skenario hipotek konvensional atau penyediaan rumah bersubsidi. Skema ini, kata dia, lebih masuk akal karena bisa dinikmati langsung oleh pekerja sembari membayar cicilan. Sementara jika menggunakan Tapera, pekerja harus lebih dulu membayar iuran dalam periode tertentu.
Selain itu, menurut Maftuch, pemerintah perlu mempertimbangkan kondisi lain, seperti struktur pasar kerja gig ekonomi dan precariat, generasi Z yang tidak bekerja, hingga krisis iklim yang mengakibatkan ketidakpastian dari pemberi kerja dan stabilitas investasi dalam jangka panjang. Menurutnya, kondisi-kondisi ini harus diperhitungkan karena berkaitan dengan risiko dan imbal balik dari investasi.
Lebih lanjut, pengamat kebijakan publik The Prakarsa, Eka Afrina, mengatakan kepemilikan rumah oleh pekerja swasta melalui Tapera sulit direalisasikan. Hal ini karena ada risiko inflasi dan ketidakpastian ekonomi di masa depan. Jika pekerja harus membayar iuran selama 20 tahun, Eka memperkirakan, tingkat inflasi selama dua dekade itu sangat menantang dan penuh ketidakpastian.
“Namun, kita dapat melihat data historis dan proyeksi ekonomi dari berbagai sumber untuk memberikan gambaran kasar menggunakan rumus Cumulative Inflation = (1 + r)^n – 1,” ujarnya.
Selanjutnya: Dalam perhitungannya, Eka menuturkan, jika proyeksi konservatif inflasi ....
<!--more-->
Dalam perhitungannya, Eka menuturkan, jika proyeksi konservatif inflasi rata-rata sekitar 2 persen hingga 3 persen per tahun bisa digunakan sebagai dasar, berarti tingkat inflasi kumulatif selama 20 tahun ke depan bisa berkisar 50 persen hingga 80 persen.
“Nominal akumulasi iuran dan hasil pemupukannya jika dihitung berdasarkan proyeksi inflasi 20 tahun mendatang, tidak ada artinya. Mungkin juga tidak cukup untuk mendapatkan rumah di masa depan,” ungkap Eka.
Ketidakcukupan iuran Tapera untuk membeli rumah juga disampaikan Presiden Partai Buruh Said Iqbal. Said Iqbal menuturkan, upah rata-rata buruh di Indonesia saat ini Rp 3,5 juta per bulan. Jika mengikuti Tapera, pendapatan bersihnya berkurang 3 persen atau Rp 105.000 per bulan allias Rp 1.260.000 per tahun. Bila tabungan ini dikumpulkan 10 hingga 20 tahun, uang yang terkumpul baru Rp 12,6 juta hingga Rp 25,2 juta.
"Apakah dalam 10 tahun ke depan ada rumah seharga Rp 12,6 juta? Kalaupun ditambah keuntungan usaha dari Tapera, tetap tidak mungkin bisa digunakan buruh untuk memiliki rumah," ujar Said Iqbal.
Sementara itu, Presiden Jokowi mengklaim pemerintah sudah memperhitungkan kebijakan potong gaji 3 persen untuk Tapera. Ia mengatakan manfaat Tapera bisa dirasakan ketika program sudah berjalan. Kepala negara berkaca dari kebijakan BPJS Kesehatan di luar skema gratis, yang juga sempat menuai polemik.
“Setelah berjalan, saya kira bisa merasakan manfaatnya rumah sakit tidak dipungut biaya. Hal-hal seperti itu yang akan dirasakan setelah berjalan. Kalau belum biasanya pro dan kontra,” kata Jokowi, Senin, 27 Mei 2024.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono juga mengatakan Tapera merupakan tabungan yang bisa dimanfaatkan pekerja untuk mendapatkan rumah. Ia menepis anggapan bahwa uang yang disetor tidak bisa diklaim manfaatnya. "Tapera itu tabungan. Bukan (gaji) dipotong, terus hilang," kata Basuki Hadimuljono, Selasa, 28 Mei 2024.
Pilihan Editor: Ini Asal Kerugian Dugaan Korupsi PT Timah Sampai Rp300 T, Jampidsus Singgung Soal Jenderal B