Ini Asal Kerugian Dugaan Korupsi PT Timah Sampai Rp300 T, Jampidsus Singgung Soal Jenderal B
Reporter
Antara
Editor
Yudono Yanuar
Kamis, 30 Mei 2024 14:37 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung telah menetapkan 22 tersangka kasus dugaan korupsi tata niaga timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 hingga 2022. Sementara Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menghitung kerugian yang diderita negara sebesar Rp300 triliun lebih.
"Yang jelas, sudah kami umumkan ada 22 orang tersangka yang kami yakini bahwa inilah pelaku, inilah yang menikmati, inilah yang menyebabkan kerugian negara, akan segera kami sidangkan," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah di Jakarta, rabu, 29 Mei 2024.
Semula Kejaksaan mengumumkan kerugian negara akibat dugaan korupsi itu mencapai Rp271 triliun.
Febrie mengatakan lembaganya telah meminta BPKP mengaudit kasus tersebut dan hasilnya, kerugian negara ternyata membengkak menjadi Rp300,003 triliun.
Berdasarkan hasil audit BPKP tersebut, nilai kerugian keuangan negara mencapai Rp300 triliun lebih yang terdiri atas kerugian kerja sama PT Timah Tbk dengan smelter swasta sebesar Rp2,285 triliun, kerugian atas pembayaran bijih timah kepada PT Timah sebesar Rp26,649 triliun, dan kerugian lingkungan sebesar Rp271,1 triliun.
Penghitungan kerugian ekologis dilakukan oleh Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB, Bambang Hero Saharjo, melalui pengamatan citra satelit dari 2015 hingga 2022. Terdapat izin usaha pertambangan (IUP) di darat seluas hampir 350 ribu hektare di tujuh kabupaten di Provinsi Bangka Belitung.
Pakar lingkungan itu mengatakan pernah diminta Kejaksaan Agung mengkaji kerugian akibat aktivitas tambang timah ilegal di Bangka Belitung. Ia menggandeng sejawatnya di IPB, guru besar ekologi hutan Basuki Haris. Mereka menganalisis kerugian negara dan ekologis akibat penambangan ilegal melalui citra satelit sepanjang 2015-2022, selain pemeriksaan lapangan.
“Kami terkejut, ada ratusan perusahaan yang beroperasi di balik kasus ini,” ucapnya seperti dikutip majalah Tempo edisi 28 April 2024.
Jampidsus singgung soal Jenderal B
Menurut Febrie, Kejagung tidak hanya berhenti sampai pada 22 orang tersangka yang sudah ditetapkan. Selama memiliki alat bukti, pihaknya tidak ragu untuk menetapkan tersangka baru.
"Jadi, yakinlah bahwa penyidik kejaksaan ini profesional, bertindak dalam koridor ketentuan dan ini secara khusus memang saya minta ke Deputi BPKP dan auditor untuk percepatan hasil perhitungan kerugian negara dengan maksud agar cepat kita limpahkan," katanya.
Jika perkara sudah dilimpahkan ke pengadilan, kata Febrie, maka masyarakat Indonesia bisa melihat dari alat bukti yang dibuka di pengadilan dan dari keterangan saksi yang bicara. Hal ini juga untuk menjawab pemberitaan soal adanya jenderal polisi berinisial B yang disebut-sebut terlibat dalam kasus tata niaga timah tersebut.
"Apabila ada keterlibatan, ada alat bukti di situ, penuntut kami membuat nota pendapat di situ untuk usulan sebagai tersangka dari hasil persidangan," katanya.
Mantan Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung itu menegaskan bahwa lembaganya tidak terpengaruh dengan informasi pihak-pihak yang terlibat dan beredar di media sosial.
Penyidik kejaksaan tidak menjadikan keterangan di media sosial sebagai tolak ukur menetapkan tersangka. "Ukuran kami tentunya adalah alat bukti yang kami peroleh apa. Kami juga dibantu dari PPATK," katanya.
Berikutnya: Pencucian uang dari money changer sampai CSR <!--more-->
Selain itu, penyidik juga mempelajari soal perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) untuk menjerat para tersangka.
"TPPU kami pelajari betul, siapa yang terima dari hasil kejahatan itu. Semua betul-betul dengan cermat kami lakukan, bahkan dari awal sudah kami sampaikan kepada pihak-pihak terperiksa bahwa ini kami lakukan secara profesional dan tolong jaga penyidik kami agar tidak terpengaruh dengan hal-hal yang tidak diinginkan," katanya.
Febrie juga mempersilakan media massa untuk sama-sama mengawal kasus korupsi timah yang merugikan keuangan negara hingga Rp300 triliun lebih saat nanti disidangkan di pengadilan.
"Kami senang sekali saat proses penanganan perkara di kejaksaan ini diikuti dengan cermat oleh teman-teman media sebagai koreksi atau masukan kepada kami. Jadi, kami tidak mau berpolemik," kata Febrie.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung Kuntadi mengatakan, duit dugaan kroupsi timah sempat terparkir di kantor money changer PT Quantum Skyline lewat manajernya, Helena Lim. Perempuan 47 tahun itu adalah salah satu tersangka TPPU dan ditahan sejak 26 Maret 2024.
Selama ini Helena dikenal sebagai crazy rich Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Kuntadi tidak mendetailkan modus pencucian uang di kantor penukaran uang itu. Ia mengatakan Helena diduga membantu mengelola duit dengan memberikan sarana bagi para pemilik smelter timah.
Helena turun membantu menyewakan alat peleburan timah di kawasan IUP PT Timah. "Helena mengetahui duit itu dari barang haram," kata Kuntadi seperti dikutip Majalah Tempo.
Dalam pemeriksaan, Helena berdalih hanya menerima atau menyalurkan dana tanggung jawab sosial perusahaan alias corporate social responsibility (CSR). Setelah ditelusuri penyidik, duit CSR itu berasal dari keuntungan beberapa perusahaan, di antaranya PT Stanindo Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Tinindo Inter Nusa, dan CV Venus Inti Perkasa.
Keuntungan itu diduga diambil oleh Harvey Moeis, yang juga ditetapkan sebagai tersangka TPPU setelah diperiksa sebagai saksi pada 27 Maret 2024. Petinggi empat perusahaan tersebut juga sudah menjadi tersangka.
ANTARA | MAJALAH TEMPO
Baca juga:
Jokowi Wajibkan Tapera, Kadin: Bagus, tapi Tak Semua Perusahaan Kuat Menanggungnya
Ada Apa di Balik Kisrh Impor Bawang Putih