Reformasi Penyelesaian Sengketa Perjanjian Investasi Dibahas di Konferensi Tingkat Menteri ke-13 WTO
Reporter
Desty Luthfiani
Editor
Grace gandhi
Rabu, 6 Maret 2024 09:45 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Despute Settlement Reform atau reformasi penyelesaian sengketa perjanjian investasi bilateral dibahas dalam Konferensi Tingkat Menteri ke-13 (KTM13) di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab pada 26 Februari sampai 2 Maret 2024 lalu.
"Ada beberapa tuntutan dari berbagai pihak upaya reformasi sistem sengketa, salah satunya persoalan tidak berfungsi secara utuh mekanisme penyelesaian sengketa WTO, khususnya di tingkat banding," kata Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Djatmiko Bris Witjaksono.
Djatmiko mengatakan isi bahasan Konferensi Tingkat Menteri ke-13 Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO yang terselenggara di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab pada 26 Februari sampai 2 Maret 2024 lalu melalui konferensi pers daring pada Selasa, 5 Maret 2024.
Djatmiko mengatakan tidak berfungsi karena ada anggota yang sudah habis namun Amerika memblok upaya tersebut. Amerika mengklaim bahwa keputusan dari panel ini dianggap terlalu jauh menjangkau sehingga dianggap tidak baik untuk negaranya.
"Ini menjadi agenda prioritas banyak anggota WTO khususnya untuk menggunakan instrumen dispute setlement mekanisme, termasuk Indonesia," ucapnya.
Selanjutnya: Djatmito mengatakan Indonesia setidaknya terlibat dalam 80 kasus sengketa....
<!--more-->
Djatmito mengatakan Indonesia setidaknya terlibat dalam 80 kasus sengketa, seperti yang sedang berlangsung dengan Uni Eropa. Ada yang sifatnya Indonesia sebagai responden maupun complement, yakni soal nikel di mana International Undergraduate Program atau IUP bersifat sebagai complement. Begitu juga dengan sawit, baja, atau biodiesel.
"Dalam kesepakatan para menteri kami memang terus mendorong agar ada kesepakatan untuk mereaktifasi kembali, tapi belum berhasil karena Amerika masih kekeh (bertahan)," ujarnya.
Tapi dia berharap itu akan menjadi komitmen untuk menyelesaikan sebuah isu soal sengketa dan banding.
"Sehingga diharapkan mandat Konferensi Tingkat Menteri ke-12 yang lalu tentang sistem penyelesaian sengketa di WTO itu bisa berfungsi secara penuh di 2024. Meski tidak berhasil, kami masih punya beberapa bulan ke depan hingga akhir 2024 untuk melakukan berbagai upaya untuk mengaktifkan kembali," paparnya.
Djatmiko menambahkan, Indonesia akan berdiri di garis terdepan untuk mengawal proses tersebut.
Pilihan Editor: Namanya Santer Disebut jadi Calon Menkeu Prabowo Pengganti Sri Mulyani, Respons Kartika Wirjoatmodjo?