Kemenkeu Tidak Terbitkan SE Insentif Fiskal Pajak Hiburan, Apa Sebabnya?
Reporter
Amelia Rahima Sari
Editor
Agung Sedayu
Jumat, 23 Februari 2024 10:07 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan atau Kemenkeu angkat bicara soal surat edaran atau SE atas insentif fiskal terhadap pajak hiburan. "Pertanyaan berikutnya, apakah Kementerian Keuangan akan menerbitkan surat edaran (insentif pajak hiburan)? Surat edaran sudah diterbitkan oleh Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri)," kata Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Luki Alfirman, dalam konferensi pers APBN Kita pada Kamis, 22 Februari 2024.
Menurut Luki, SE Mendagri sudah cukup memberikan guidance alias petunjuk kepada pemerintah daerah atau Pemda bagaimana untuk memberikan insentif fiskal atas pajak hiburan.
Adapun insentif itu ada berbagai macam bentuk. Yaitu berupa keringanan, pengurangan, atau pembebasan dan penghapusan pajak.
"Insentif fiskal (pajak hiburan) merupakan kewenangan kepala daerah ditetapkan dalam Perkada (Peraturan Kepala Daerah)," tutur Luki.
Pajak hiburan telah menjadi polemik sejak awal bulan lalu. Seperti diketahui, pajak hiburan adalah amanat Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) yang berlaku paling lambat 5 Januari 2024.
Dalam beleid tersebut, pajak hiburan untuk diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa diatur sebesar 40 hingga 75 persen. Besarannya secara detail diatur oleh masing-masing Pemda.
Kenaikan pajak hiburan ini banyak diprotes oleh usaha industri hiburan. Beberapa pesohor pemilik usaha di bidang hiburan, seperti Hotman Paris dan Inul Daratista, juga ikut memprotes.
Para pengusaha spa di Bali lantas mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 5 Januari 2024. Mereka meminta MK meninjau kembali posisi industri spa yang bukan termasuk jasa hiburan, melainkan kebugaran atau kesehatan (wellness).
Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) juga tak ketinggalan mengajukan judicial review atas UU HKPD ke MK pada 7 Februari 2024. Mereka menuntut MK meninjau besaran pajak hiburan sebesar 40 sampai 75 persen di dalam beleid tersebut.
Pilihan Editor: Basuki Hadimuljono Dikabarkan Tak Masuk Kabinet Prabowo, Pengamat Ungkap Kriteria Menteri PUPR Berikutnya