Luhut dan Bahlil Kompak Jawab Kritik Tom Lembong terkait Nikel
Reporter
Riri Rahayu
Editor
Andry Triyanto Tjitra
Kamis, 25 Januari 2024 11:56 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Investasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia kompak menjawab kritikan dari Co-Captain Tim Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin), Tom Lembong, terkait nikel.
Melansir dari Tempo, Luhut menunjukkan kegeramannya kepada Tom Lembong secara terbuka di media sosial. Dia membalas kritik Tom Lembong soal harga nikel anjlok gara-gara hilirisasi.
"Anda perlu melihat data panjang sepuluh tahun terakhir. Anda kan pebisnis juga," kata Luhut melalui postingannya di Instagram resmi @luhut.pandjaitan, Rabu, 24 Januari 2024. "Siklus komoditi itu naik turun. Apakah itu batu bara, nikel, timah, emas, apa saja."
Luhut juga mengklaim harga nikel saat ini lebih baik ketimbang sebelum pemerintah menjalankan hilirisasi. Ia menyebut selama 10 tahun terakhir, sejak 2014, rata-rata harga nikel dunia adalah US$ 15 ribu.
Harga nikel saat itu, kata Luhut, lebih rendah ketimbang harga sekarang atau setelah melakukan kebijakan hilirisasi. Bahkan, pada awal periode hilirisasi, rata-rata harga nikel dunia hanya sekitar US$ 12 ribu.
"Jadi, saya nggak ngerti bagaimana Tom Lembong ber-statement seperti ini. Bagaimana anda memberikan advice bohong kepada calon pemimpin yang Anda dukung," ujar Luhut. "Saya sedih melihat Anda."
Oleh karena itu, Luhut mengaku jadi meragukan intelektual Tom Lembong. "Oke, mungkin betul Anda intelektual. Tapi karakter Anda, menurut saya tidak bagus."
Lebih lanjut, Luhut menilai bahwa harga nikel yang terlalu tinggi justru sangat berbahaya. Luhut mengaku belajar dari harga tinggi cobalt yang membuat orang akhirnya mencari alternatif bahan baku lain. "Itu salah satu pemicu baterai LFP itu (lithium ferro-phosphate)" ucapnya.
Ihwal baterai LFP yang dibicarakan baru-baru ini, Luhut mengakui bahwa teknologi berkembang sangat cepat. Indonesia pun, kata dia, bekerja sama dengan Cina untuk mengembangkan baterai LFP. Begitu juga dengan menggandeng negara-negara lain untuk mengembangkan baterai nikel. Namun, Luhut menjelaskan, hanya baterai lithium yang bisa didaur ulang, bukan baterai LFP.
"Teknologi berkembang sangat cepat. Oleh karena itu kita cari keseimbangan supaya barang kita tetap masih dibutuhkan sampai beberapa tahun yang akan datang," ujar Luhut.
Terkait hilirisasi, Luhut berpesan kepada Tom Lembong agar tidak menceritakan hal yang tidak sepenuhnya benar. Meskipun, Tom Lembong yang dulu pernah menjabat Menteri Perdagangan dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) atau Menteri Investasi, sudah tidak lagi di jajaran pemerintah.
"Ceritakan apa yang bagus. Pernah kita inflasi di bawah 3 persen? Kan baru sekarang. Pernah 44 bulan kita surplus ekspor? Kan baru sekarang," kata Luhut. "Apa itu? Ya hilirisasi."
Tak cuma menekan inflasi dan menggenjot ekspor, Luhut berujar, pertumbuhan ekonomi Indonesia terjaga 5 persen di tengah ketidakpastian perekonomian dunia juga berkat hilirisasi. Bahkan, Indonesia masih mengupayakan pertumbuhan ekonomi naik sampai 6 persen. Kemudian, pada 2030, Indonesia menargetkan pendapatan per kapita senilai US$ 10 ribu.
"Jadi, downstreaming (hilirisasi) kita akan membuat Indonesia lebih bagus," ujar Luhut.
Selanjutnya: Bahlil: Itu kebohongan publik
<!--more-->
Bahlil: Itu kebohongan publik
Sementara Bahlil menanggapi pernyataan Tom Lembong yang mengatakan bahwa nikel di Indonesia sudah tidak lagi diminati pasar atau industri baterai kendaraan listrik.
"Apa benar nikel akan ditinggalkan? Ini kebohongan publik," kata Bahlil di Kantor Kementerian Investasi, Rabu, 24 Januari 2024.
Bahlil mengatakan bahwa saat ini nikel masih menjadi bahan baku utama baterai kendaraan listrik karena kualitasnya lebih baik ketimbang bahan baku baterai LFP. Adapun baterai yang menggunakan nikel adalah jenis baterai Nickel Manganese Cobalt (NMC).
Kemudian, Bahlil juga mengomentari pernyataan Tom Lembong yang menyebut bahwa Tesla sudah tidak lagi menggunakan baterai nikel. Menurut Bahlil, mobil listrik Tesla yang sudah beralih ke baterai LFP adalah model standarnya saja.
"Jadi, jangan omon-omon (cuap-cuap) saja. Bahaya ini negara kalau dibuat begini," ujar Bahlil menambahkan.
Sebelumnya, dalam podcast Total Politik, Tom Lembong mengatakan bahwa seluruh mobil listrik Tesla yang diproduksi di Cina saat ini sudah tidak lagi menggunakan nikel sebagai bahan baku baterainya.
"Jadi 100 persen dari semua mobil Tesla yang dibuat di Tiongkok menggunakan baterai yang mengandung 0 persen nikel dan 0 persen cobalt, jadi namanya LFP, Lithium Ferro Phospate, pakai besi, pakai fosfat, masih tetap pakai lithium tapi sudah tidak lagi pakai nikel pakai kobalt. Itu 100 persen dari mobil Tesla menggunakan baterai seperti itu. Jadi Tesla pun mulai bergerak," kata Tom.
Selain itu, Tom juga membicarakan soal masa depan cadangan nikel di Indonesia. Dalam pernyataannya, dia mengatakan bahwa harga nikel global telah mengalami penurunan sekitar 30 persen dalam waktu setahun terakhir.
“Diprediksi tahun depan akan terjadi surplus stok nikel di dunia yang terbesar sepanjang sejarah. Jadi, dengan begitu gencarnya dibangun smelter di Indonesia, kita membanjiri dunia dengan nikel, akhirnya harga jatuh, terjadi kondisi over supply,” ujarnya.
"Kedua, karena kita begitu militan dan begitu konfrontasional terhadap nasabah-nasabah kita di luar negeri, akhirnya mereka ketakutan dan juga kehilangan kepercayaan, akhirnya apa, mereka mencari opsi lain, mereka membuat formulasi bahan baterai yang tidak menggunakan nikel,” tambah Tom.
RIRI RAHAYU | ADINDA JASMINE PRASETYO
Pilihan Editor: Luhut Semprot Tom Lembong soal Harga Nikel Anjlok karena Hilirisasi: Saya Sedih Melihat Anda