Pasokan Gabah Terbatas, Perpadi Sebut Banyak Penggilingan Padi Skala Besar dan Kecil Tutup

Kamis, 2 November 2023 08:44 WIB

Petani menanam bibit padi di lahan persawahan desa Putukrejo, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Selasa, 27 Desember 2022. Penggilingan Jawa Timur pada awal Desember 2022 lalu juga menyatakan siap memasok beras ke Bulog sebanyak 42,1 ribu ton. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi (Perpadi) Sutarto Alimoeso angkat bicara soal tingginya harga gabah saat ini membuat pasokan di lapangan menjadi sangat terbatas. Akibatnya, sejumlah perusahaan penggilingan padi baik skala besar ataupun kecil memilih untuk menyetop kegiatannya.

Perusahaan penggilingan padi berskala besar, misalnya, saat ini hanya mampu melakukan penggilingan sebanyak 50 persen dibanding saat kondisi normal. “Kalau yang besar saja ada yang berhenti, salah satunya Sumo," ujar Sutarto saat ditemui usai acara Diskusi Publik Sustainable Rice Platform(SRP) dan Beras Berkelanjutan di Indonesia yang digelar di Jakarta, pada Rabu, 1 November 2023.

Jadi, menurut Sutarto, jika perusahaan penggilingan padi mengatakan hanya 50 persen dari kondisi normal yang digiling saat ini, berarti di lapangan masih ada yang mempertahankan kegiatan produksi. Agar tetap bisa terus beroperasi, ada sejumlah penggilingan padi yang mengambil gabah dari daerah yang masih surplus.

Lebih jauh, Sutarto menjelaskan, tingginya harga gabah saat ini dipengaruhi naiknya biaya produksi seperti harga pupuk dan bibit yang juga naik. Selain itu, fenomena El Nino yang sedang terjadi menyebabkan pasokan gabah menjadi terbatas.

“Ini musiman, ditambah lagi ada El Nino sehingga beras yang tadinya bisa tanam jadi tidak bisa tanam. Akan lebih panjang pancekliknya,” tutur mantan Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian tersebut.

Advertising
Advertising

Menanggapi kelangkaan tersebut, ia menyarankan pemerintah untuk membangun klaster yang terdiri atas penggilingan padi dan sejumlah petani yang akan mendorong terjadi efisiensi produksi dan penyerapan gabah.

“Satu penggilingan padi kecil bisa 300 hektare binaan. Nanti 300 hektare ini setiap begitu panen masuk ke penggilingan padi di situ, itu kan akan terjadi efisiensi. Bahkan jika panjang bisa mengurangi transportasi, transportasi mengurangi minyak bumi yang menghasilkan karbon. Itu efisiensi,” ucap dia.

Ia juga mengomentari soal harga gabah saat ini yang masih tinggi yakni berada di kisaran Rp 7.000 per kilogram. Ia menilai angka tersebut sulit untuk kembali ke harga normal sesuai Harga Acuan Pembelian (HAP) Rp 5.000 per kilogram.

“Kalau Rp 7000-an lebih, sekarang disuruh turun jadi Rp 5.000, saya kira tidak mungkin. Saya pesimistis,” ujar Sutarto. Oleh sebab itu, ia mengusulkan agar pemerintah dapat menaikkan HAP gabah menjadi kisaran Rp 6.0000-an per kilogram.

Selanjutnya: “Mungkin idealnya sekitar Rp 6.000-an, ..."

<!--more-->

“Mungkin idealnya sekitar Rp 6.000-an, petani mungkin masih menikmati untung. HET berasnya ya tinggal kita sesuaikan,” ujarnya.

Dengan kenaikan harga gabah, menurut Sutarto, otomatis HET beras medium juga harus dinaikkan dari yang kini Rp 10.900 per kg menjadi sekitar Rp 11.500-Rp 12.000 per kg. Sedangkan untuk beras premium masih bisa dipertahankan untuk tetap berada di angka Rp 13.900 per kg.

“Harus dikoreksi juga, HET medium itu terlalu jauh dengan premium. Seperti sekarang, tidak ada yang mau memenuhi premium. Jadi orang yang menghasilkan premium jualnya pasti di atas HET,” ucapnya.

Sutarto menjelaskan harga gabah yang kini berada di atas Rp 7.000 karena dampak El Nino yang mengakibatkan suplai gabah menjadi terbatas. Namun faktor lain yang mengakibatkan harga gabah melonjak adalah harga pupuk dan bibit yang juga naik.

“Yang kedua, dari aspek memotong mata rantai ini perlu dilakukan supaya efisien. Kemudian saya dari aspek hilir itu sebenarnya penggilingan padi kecil banyak terjadi losses atau kehilangan hasil karena tercecer. Kedua, kualitas yang rendah atau efisiensinya kurang,” ucap Sutarto.

Kemudian untuk penanganan dari sisi hilir, Perpadi juga meminta pemerintah melakukan revitalisasi modal untuk mengubah alat mesin, menyediakan mesin pengiring gabah dan alat pendukung lainnya yang bisa menekan jumlah kehilangan panen.

“Sehingga kehilangan hasilnya bisa kita tekan, efisiensi kita tingkatkan, pasti rendemennya bisa meningkat. Bisa saja 2-5 persen hasil itu bisa hilang di situ bisa aja terjadi,” sebutnya,

AMY HEPPY | ANTARA

Pilihan Editor: Inflasi Oktober 2023 Mencapai 0,17 Persen, BPS: Transportasi hingga Beras jadi Penyumbang Terbesar

Berita terkait

Cuaca Panas Ancam Produksi Beras

2 hari lalu

Cuaca Panas Ancam Produksi Beras

Cuaca panas belakangan ini di satu sisi dapat meningkatkan rendemen padi, tapi di sisi lain berpotensi membuat gagal tanam dan gagal panen.

Baca Selengkapnya

Korban Tewas Akibat Banjir Bandang di Brasil Bertambah Jadi 90 Orang dan Ribuan Kehilangan Rumah

2 hari lalu

Korban Tewas Akibat Banjir Bandang di Brasil Bertambah Jadi 90 Orang dan Ribuan Kehilangan Rumah

Setidaknya 90 orang tewas dan ribuan orang terpaksa kehilangan tempat tinggal dalam banjir bandang di negara bagian Rio Grande do Sul, Brasil.

Baca Selengkapnya

Pemerintah Filipina Tolak Padi Beras Emas Kembali Dikurung di Laboratorium

4 hari lalu

Pemerintah Filipina Tolak Padi Beras Emas Kembali Dikurung di Laboratorium

Pengadilan baru saja mencabut izin penanaman komersial padi Beras Emas atau Golden Rice hasil rekayasa genetika di Filipina.

Baca Selengkapnya

Beras SPHP Naik, Pengamat: Perlu Penyesuaian Agar Disparitas Harga Tak Jauh

4 hari lalu

Beras SPHP Naik, Pengamat: Perlu Penyesuaian Agar Disparitas Harga Tak Jauh

Pemerintah melalui Perum Bulog menaikkan harga eceran tertinggi atau HET untuk beras SPHP, dari Rp10.900 menjadi Rp12.500 per kilogram sejak 1 Mei 2024

Baca Selengkapnya

Harga Beras SPHP Naik jadi Rp 12.500 per Kilogram, Bapanas Beberkan Alasannya

5 hari lalu

Harga Beras SPHP Naik jadi Rp 12.500 per Kilogram, Bapanas Beberkan Alasannya

Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo buka suara soal naiknya harga beras merek SPHP.

Baca Selengkapnya

Terpopuler Bisnis: Penjelasan Bulog atas Harga Beras Mahal, Viral Tas Hermes hingga Kekayaan Dirjen Bea Cukai

6 hari lalu

Terpopuler Bisnis: Penjelasan Bulog atas Harga Beras Mahal, Viral Tas Hermes hingga Kekayaan Dirjen Bea Cukai

Penjelasan Bulog atas harga beras yang tetap mahal saat harga gabah terpuruk.

Baca Selengkapnya

Banjir Rendam Selatan Brasil, 39 Orang Tewas dan 68 Lainnya Hilang

6 hari lalu

Banjir Rendam Selatan Brasil, 39 Orang Tewas dan 68 Lainnya Hilang

Sebanyak 39 orang tewas dan 68 lainnya belum ditemukan akibat hujan lebat dan banjir yang melanda Rio Grande do Sul, Brasil.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Harta Kekayaan Dirjen Bea Cukai Askolani, Investigasi Tempo soal Produk Spyware Israel Dijual ke RI

7 hari lalu

Terpopuler: Harta Kekayaan Dirjen Bea Cukai Askolani, Investigasi Tempo soal Produk Spyware Israel Dijual ke RI

Berita terpopuler ekonomi dan bisnis pada Jumat, 3 Mei 2024, dimulai dari harta kekayaan Dirjen Bea Cukai Askolani yang belakangan jadi sorotan.

Baca Selengkapnya

Mengapa Beras Tetap Mahal saat Harga Gabah Terpuruk? Ini Penjelasan Bulog

7 hari lalu

Mengapa Beras Tetap Mahal saat Harga Gabah Terpuruk? Ini Penjelasan Bulog

Diretur Utama Bulog, Bayu Krisnamurthi menjelaskan penyebab masih tingginya harga beras meskipun harga gabah di petani murah.

Baca Selengkapnya

Mentan Amran Genjot Produksi di NTB Melalui Pompanisasi

7 hari lalu

Mentan Amran Genjot Produksi di NTB Melalui Pompanisasi

Kekeringan El Nino sudah overlap dan harus waspada.

Baca Selengkapnya