LRT Bali Bakal Dibangun, Ekonom dan Pakar Usul Beberapa Skema Pembiayaan Kreatif
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Martha Warta Silaban
Kamis, 28 September 2023 10:19 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economi and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira merespons rencana pembangunan proyek kereta ringan atau light rail transit (LRT) di Bali. Kabarnya, pembangunannya akan menggunakan creative financing (pembiayaan kreatif) dengan mengimpun passenger service charge atau PSC—biaya layanan penumpang pesawat.
“Ide pembiayaan kreatif dengan PSC bandara cukup bagus ya apalagi Bali memang tujuan wisata mancanegara,” ujar Bhima saat dihubungi pada Rabu, 27 September 2023.
Dia menjelaskan keuntungan dari menggunakan pembiayaan kreatif pada proyek LRT Bali. Salah satunya beban bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Pemerintah Provinsi Bali bisa berkurang.
Adapun pembiayaan kreatif lainnya yang memungkinkan, kata Bhima, adalah penerbitan debt for nature swap, di mana LRT bisa menurunkan emisi karbon sehingga punya nilai menjaga lingkungan Bali.
“Debt for nature swap juga berguna turunkan beban utang pemerintah. Opsi lainnya adalah penerbitan Blue atau Green bond dengan bunga yang rendah,” tutur Bhima.
Sementara Pengamat Transportasi Perkotaan dari Universitas Lampung Aleksander Purba menjelaskan soal pembiayaan proyek LRT Bali idealnya sumbernya berasal dari pemerintah pusat dan daerah Bali. Atau, dia berujar, menawarkan kepada investor seperti jalan tol. “Dengan skema built operation and transfer (BOT) dengan masa konsesi tertentu,” ucap Aleksander.
Sebelumnya, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian PPN atau Bappenas Ervan Maksum menjelaskan soal rencana pembiayaan dari proyek tersebut. Hal itu diungkap dalam acara diskusi bertajuk Strategi Green Financing Sektor Transportasi untuk Daya Saing Perkeretaapian Berkeadilan pekan lalu.
“Bagaimana untuk membangun kereta ini? Apakah dari pusat? Apakah dari loan (pinjaman)? Kalau kalau executive agency-nya dari pusat nanti dari pagunya Kementerian Perhubungan. Kita harus mencari creative financing (pendanaan kreatif),” kata dia.
Selanjutnya: Mereka yang dilibatkan dalam skema pembiayaan <!--more-->
Ervan juga mengatakan sudah berdiskusi dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi soal sumber dana yang berasal dari passenger service charge atau PSC (biaya layanan penumpang), seperti toilet dan lainnya. Karena, dalam satu hari Bandara Ngurah Rai bisa kedatangan hingga 58 ribu orang.
Skema pembiayaan itu akan melibatkan PT Angkasa Pura I, Pemerintah Provinsi Bali, dan PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI. Bahkan, kata Ervan, hal itu juga sudah dibicarakan dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Padjaitan. Di mana beban PSC untuk wisawatan sebesar US$ 10 yang akan dimasukkan ke dalam tiket pesawat.
“Karena penerbangan di Bali itu 60 persennya internasional, dan internasional US$ 10 di tiket itu enggak ada artinya. Ketika extended, waktunya bisa lebih pendek, tadinya 2 jam jadi 15 menit. Hitung-hitungannya, kita bukan dari spending (pengeluaran) dulu, tapi dari revenue-nya (pendapatan),” kata Ervan.
Dia melanjutkan bahwa setelah dihitung dengan 85 ribu orang turis yang datang maka bisa menghasilkan sekitar Rp 2 triliun. Misalnya nilai proyek pembangunan Rp 5 triliun, artinya kurang lebih bisa dihasilkan dari pendapatan selama tiga tahun. “Oh ketemu arahannya PSC, kita simulasikan kita dapat revenue-nya.”
Adapun otoritas pemberian PSC nantinya akan diatur oleh Kementerian Perhubungan. Namun hal itu masih perlu diuji. Namun, dengan US$ 10 tadi, jika layanannya lebih baik itu dampaknya akan benar-benar dirasakan wisawatan yang datang ke Bali. “Nanti bisa kita tetapkan sehingga kepastian usaha investasi terhadap moda transportasi ini menjadi visible (terlihat). Itu satu, belum land value capture, kita belum hitung,” tutur Ervan.
Pilihan Editor: Instruksi Jokowi: Integrasi Kereta Cepat ke Transportasi Kota Bandung hingga Kajian LRT Bandung