Proyek LRT Bali Pakai Pembiayaan PSC? Ekonom: Bisa Bikin Biaya Perjalanan Lebih Mahal
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Grace gandhi
Kamis, 28 September 2023 08:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom, yang juga Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono menanggapi rencana pembiayaan proyek kereta ringan atau light rail transit (LRT) di Bali. Proyek tersebut direncanakan akan menggunakan pendanaan kreatif, salah satunya passanger service charge atau PSC—biaya layanan penumpang pesawat.
“Rencana pembiayaan LRT dari passenger service charge akan berimplikasi pada biaya perjalanan yang lebih mahal ke Bali,” ujar Yusuf saat dihubungi pada Rabu, 27 September 2023.
Sehingga, menurut dia, akan beresiko mengganggu minat wisatawan ke Bali, sekaligus berpotensi meningkatkan inflasi Bali melalui kenaikan harga dari komoditas angkutan udara. Ditambah lagi, sistem LRT adalah moda transportasi yang mahal dengan kapasitas relatif terbatas jika dibandingkan dengan sistem bus rapid transit (BRT) atau sistem kereta komuter.
Misalnya, dia mencontohkan, LRT untuk tahap awal antara Bandara Ngurah Rai ke Sentral Parkir Kuta yang hanya sekitar 6 kilometer. Rute tersebut berpotensi menghabiskan hingga Rp 12 triliun atau Rp 2 triliun per kilometer. “Karena keterbatasan lahan dan direncanakan dibangun di bawah tanah,” ucap dia.
Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas Ervan Maksum sebelumnya menjelaskan soal rencana pembiayaan dari proyek LRT Bali. Hal itu diungkap dalam acara diskusi bertajuk Strategi Green Financing Sektor Transportasi untuk Daya Saing Perkeretaapian Berkeadilan pekan lalu.
“Bagaimana untuk membangun kereta ini? Apakah dari pusat? Apakah dari loan? Kalau Kalau executive agency-nya dari pusat nanti dari pagunya Kementerian Perhubungan. Kita harus mencari creative financing,” kata dia.
Selanjutnya: Ervan juga mengatakan sudah berdiskusi dengan....
<!--more-->
Ervan juga mengatakan sudah berdiskusi dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi soal sumber dana yang berasal dari passanger service charge atau PSC (biaya layanan penumpang), seperti toilet dan lainnya. Karena, dalam satu hari Bandara Ngurah Rai bisa kedatangan hingga 58 ribu orang.
Skema pembiayaan itu akan melibatkan PT Angkasa Pura I (Persero), Pemerintah Provinsi Bali, dan PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI. Bahkan, kata Ervan, hal itu juga sudah dibicarakan dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Padjaitan. Beban PSC untuk wisawatan sebesar US$ 10 yang akan dimasukkan ke dalam tiket pesawat.
“Karena penerbangan di Bali itu 60 persennya internasional dan internasional US$ 10 di tiket itu enggak ada artinya. Ketika extended, waktunya bisa lebih pendek, tadinya 2 jam jadi 15 menit. Hitung-hitungannya, bukan dari spending dulu, tapi dari revenue-nya,” kata Ervan.
Dia melanjutkan bahwa setelah dihitung dengan 85 ribu orang turis yang datang maka bisa menghasilkan sekitar Rp 2 triliun. Misalnya nilai proyek pembangunan Rp 5 triliun, artinya kurang lebih bisa dihasilkan dari pendapatan selama tiga tahun. “Oh ketemu arahannya PSC, kami simulasikan dapat revenue-nya.”
Adapun otoritas pemberian PSC nantinya akan diatur oleh Kementerian Perhubungan. Namun hal itu masih perlu diuji. Dengan US$ 10, jika layanannya lebih baik dampaknya akan benar-benar dirasakan wisatawan yang datang ke Bali.
“Nanti bisa kami tetapkan sehingga kepastian usaha investasi terhadap moda transportasi ini menjadi visible. Itu satu, belum land value capture, kami belum hitung,” tutur Ervan.
Pilihan Editor: Hari Kedua Usai Diluncurkan, Tidak Ada Transaksi di Bursa Karbon