Sederet Ancaman Pengusaha ke Pemerintah yang Tak Kunjung Bayar Rafaksi Minyak Goreng
Reporter
Tempo.co
Editor
Naufal Ridhwan
Minggu, 20 Agustus 2023 07:57 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan pihaknya akan mengambil sejumlah langkah dalam penyelesaian utang rafaksi minyak goreng yang tak kunjung dibayarkan pemerintah senilai Rp 344 miliar.
“Ini uang bagi negara sesuatu yang kecil Rp 344 miliar. Tapi Aprindo sebagai asosiasi pengusaha ritel Indonesia, ini (uang) sesuatu yang besar untuk para peritel yang ada di Indonesia,” kata Roy dalam konferensi pers pada Jumat, 18 Agustus 2023.
Duduk perkara utang pemerintah senilai Rp 344 miliar
Diketahui, pemerintah yang dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag) masih memiliki utang sebesar Rp 344 miliar kepada Aprindo. Roy mengaku geram dengan sikap Kemendag yang dinilai seolah-olah membiarkan masalah ini berlarut larut tanpa adanya kepastian pembayarannya.
Utang itu berasal dari selisih harga keekonomian minyak goreng dengan harga jual saat negara meminta peritel menjual minyak goreng Rp 14 ribu per liter pada awal tahun lalu. Saat itu, ada sekitar 42 ribu gerai yang menerapkan harga tersebut meskipun pemasok membanderol di atas Rp 14 ribu.
Adapun perintah negara kepada peretail untuk memberikan subsidi selisih harga minyak goreng kala itu termaktub dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 1 dan 3 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Sederhana Untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Pengusaha retail sepakat memenuhi penugasan itu karena pemerintah berjanji akan mengganti selisih harga tersebut dari uang BPDPKS. Namun utang tersebut tak kunjung dibayar lantaran Kemendag telah mencabut Permendag Nomor 3 Tahun 2022 dan menggantinya dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit. <!--more-->
Sejumlah langkah penyelesaian, bisa buat minyak goreng langka
Aprindo telah melakukan pertemuan dengan 31 perusahaan ritel yang terdampak masalah rafaksi minyak goreng ini. Menurut Roy, setelah pertemuan yang dilakukan pada awal Agustus 2023 tersebut menghasilkan kesimpulan mengenai langkah-langkah yang akan diambil perusahaan peritel tanpa melibatkan dan mengikutsertakan Aprindo.
Roy mengatakan para pengusaha ritel sepakat akan mengambil sejumlah langkah penyelesaian. Di antaranya adalah pemotongan tagihan kepada distributor atau supplier minyak goreng dari perusahaan ritel kepada distributor minyak goreng.
Hal ini akan dilakukan berdasarkan mekanisme business to business antara peritel dan distributor atau produsen minyak goreng. Ia menjelaskan, dampak aksi pemotongan tagihan Migor kepada distributor atau produsen minyak goreng akan memicu reaksi dan konsekuensi atas pasokan minyak goreng yang berpotensi akan berkurang atau langka di pasar.
Kemudian, pengurangan pembelian minyak goreng bila penyelesaian rafaksi belum selesai dari perusahaan ritel.
Roy mengatakan, jika ritel memotong tagihan dari distributor alasannya adalah sebagai ganti selisih harga yang belum dibayarkan Kementerian Perdagangan. Sebab, alur pembayaran rafaksi itu melalui produsen.
Langkah selanjutnya yakni penghentian pembelian minyak goreng oleh perusahaan peritel kepada distributor. Roy pun menegaskan bahwa poin-poin tersebut merupakan kesepakatan dari 31 perusahaan ritel anggota Aprindo.
“Hasil dari meeting dengan 31 anggota peritel. Jadi poin-poin ini bukan dari Aprindo. Tapi ini kami cuma menyampaikan dari pengusaha ritel,” ujarnya.
Menurut Roy, dampak dari langkah-langkah yang diambil oleh para peritel tersebut akan berpengaruh kepada stok minyak goreng yang dijual di ritel.
“Misalnya memotong tagihan, pasti akan ada ketidaksetujuan dari pihak produsen. Pastikan ada aspek masalah bisa aja produsen menghentikan pasokan. Nah kalau pasokan dihentikan, ada nggak minyak goreng di toko?” ujarnya.<!--more-->
Akan gugat ke PTUN
Selain langkah di atas, Roy juga menyebutkan bahwa langkah terakhir yang akan ditempuh para pengusaha ritel tersebut adalah melakukan gugatan hukum ke PTUN.
“Perusahaan ritel memberikan kuasa kepada Aprindo untuk bersama kuasa hukum membawa permasalahan rafaksi minyak goreng melalui gugatan kepada PTUN sebagai langkah akhir,” kata Roy.
Aprindo tak bisa berbuat banyak
Lebih lanjut, Roy mengaku pihak Aprindo tidak bisa berbuat banyak apabila para peritel sudah memutuskan mengambil tindakan tersebut. Menurutnya, yang bisa dilakukan Aprindo saat ini adalah tetap melakukan follow up melalui Kemenkopolhukam kepada Kemendag.
“Atas langkah langkah tersebut maupun langkah apapun lainnya dari perusahaan ritel, bagaimana dan kapan akan dilakukan, kami Aprindo tidak tahu dan tidak memiliki wewenang mencampuri atau pun mengintervensi,” jelas Roy.
Roy juga mengatakan bahwa pihaknya tidak akan berhenti dan menyerah serta takut atau mudur dalam memperjuangkan hak rafaksinya
Komentar Kemendag
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim mengatakan pemerintah tengah mendalami kasus ini. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pun telah selesai mengaudit soal utang Rp 344 miliar. Sayangnya, Isy enggan membeberkan hasil audit tersebut.
Ia mengatakan ada perbedaan jumlah besaran utang yang disebutkan oleh pihak pengusaha dan hasil verifikasi surveyor independen, Sucofindo. Alhasil, pemerintah meminta BPKP untuk mengaudit utang subsidi minyak goreng ini, sehingga Kemendag akan memberikan keputusan sesuai dengan hasil legal opinion (LO) dari BPKP.
Pada Juli lalu, Isy mengaku telah menemui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan atau Kemenkopolhukam Mahfud MD untuk membahas soal utang rafaksi minyak goreng ini ini. Rencananya, pemerintah akan mengadakan rapat kembali sebelum menemui Aprindo.
AMY HEPPY | RIANI SANUSI PUTRI
Pilihan Editor: Luhut dan Anak Buahnya Kompak Bantah Kabar Naiknya Insentif Konversi Motor Listrik Jadi 10 Juta