IMF Revisi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi, Sri Mulyani Sebut Ketidakpastian Global Tetap Tinggi
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Selasa, 1 Agustus 2023 17:58 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan IMF merevisi kembali proyeksi pertumbuhan globalnya menjadi 3,0 persen Year on Year (YoY) di 2023, naik tipis dari proyeksi April 2023 (2,8 persen YoY). Meski revisi IMF bernada optimistik, kata dia, ketidakpastian ekonomi global tetap tinggi.
Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan beberapa negara maju di Eropa diprakirakan lebih baik dari proyeksi sebelumnya.
"Sementara itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi Cina tetap sama, namun risiko tertahannya konsumsi dan investasi terutama sektor properti negara tersebut harus terus diwaspadai," ujar dia di Kantor Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta Pusat, pada Selasa, 1 Agustus 2023.
Bendahara negara mengatakan tekanan inflasi di negara maju masih relatif tinggi dipengaruhi oleh perekonomian yang lebih kuat dan pasar tenaga kerja yang ketat. Hal ini diproyeksikan mendorong kenaikan lebih lanjut suku bunga kebijakan moneter di negara maju, termasuk Federal Funds Rate (FFR).
Perkembangan tersebut, kata Sri Mulyani, menyebabkan aliran modal ke negara berkembang lebih selektif dan meningkatkan tekanan nilai tukar di negara berkembang, termasuk Indonesia. "Oleh karena itu, diperlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi risiko rambatan global," ucap Sri Mulyani
Sebelumnya, Sri Mulyani mengungkap soal ramalan ekonomi dunia yang gelap gulita pada 2023 dalam acara Penyerahan Insentif Fiskal, kemarin.
Dunia gelap gulita 2023 versi Menkeu
<!--more-->
"Dunia akan gelap gulita 2023 ini karena pertumbuhan dunia hanya 2,1 persen. Ini turun drastis dari pertumbuhan tahun sebelumnya yang 6,3 persen,” ujar Sri Mulyani dikutip dari akun YouTube Kemenkeu RI.
Ditambah lagi, pertumbuhan perdagangan dunia saat ini merupakan yang terendah, 2,1 persen. Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2021 yang mencapai 10,7 persen. Sehingga, kegiatan perdagangan harus didorong.
“Kalau dunia tidak saling berdagang, pasti ada bagian dunia yang tadinya membutuhkan barang atau jasa tidak mendapatkannya. Kemudian akan mendorong harga-harga menjadi naik," kata dia.
Menurut bendahara negara, kondisi tersebut berdampak pada disrupsi baik dari sisi suplai maupun dari sisi perdagangan. Sri Mulyani mengatakan hal itu akan sangat menentukan kondisi inflasi. Seperti yang terjadi pada 2022, inflasi tertinggi dengan di masing-masing negara seluruh dunia mengalami kenaikan, dari inflasi 0 persen kini 8,7 persen.
Selain itu, kata Sri Mulyani, kondisi gelap gulita itu juga terlihat dari Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur dunia saat ini, 61,9 persen mengalami kontraksi. Namun, Indonesia termasuk ke dalam negara yang industrinya masih bertumbuh positif.
"Hanya 14,3 persen negara-negara yang mengalami ekspansi dan akselerasi, itu termasuk Indonesia bersama Turki dan Meksiko," ucap Sri Mulyani.
Pilihan editor: Sri Mulyani: Stabilitas Sistem Keuangan Triwulan II Terjaga di Tengah Dinamika Global