BPJS Kesehatan Soal Diskriminasi Pelayanan ke Peserta: Masih Ada, tapi Secara Umum Sudah Berkurang
Reporter
Riri Rahayu
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 19 Juli 2023 05:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti, memastikan bahwa pihaknya terus berupaya agar tidak ada lagi praktik diskriminatif dalam memberikan layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kepada masyarakat. Namun begitu, beberapa kali di lapangan memang masih ditemui pembedaan dalam pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan.
"Memang sekarang masih ada (diskriminasi), tapi secara umum sudah berkurang," ujar Ghufron dalam acara Public Expose Pengelolaan Program dan Keuangan BPJS Kesehatan Tahun Buku 2022 di Kantor Pusat BPJS Kesehatan, Selasa, 18 Juli 2023.
Ghufron mengatakan, ada 6 janji layanan fasilitas kesehatan yang diberikan BPJS Kesehatan. Pertama, menerima NIK/KTP/KIS digital untuk pendaftaran. Kedua, tidak meminta fotokopi dokumen pendaftaran.
"BPJS tidak ribet, tidak perlu fotokopi," ujar Ghufron. Namun, dia juga tidak memungkiri masih adanya fasilitas kesehatan yang menggunakan cara tersebut.
Janji ketiga, pelayanan tanpa biaya tambahan. Keempat, tidak ada pembatasan hari rawat.
"Tidak betul kalau ada yang bilang rawat inap maksimal tiga hari. Jadi, pasien dirawat sampai keadaannya terkendali," tutur Ghufron.
Janji kelima, BPJS Kesehatan memastikan ketersedaan obat tanpa membebani peserta. Terakhir, memberikan pelayanan ramah tanpa diskriminasi.
Lebih jauh, Ghufron mengklaim bahwa BPJS Kesehatan telah terbukti mampu menampilkan kinerja positif.
Selanjutnya: Hal ini berkebalikan dengan kondisi...
<!--more-->
Hal ini berkebalikan dengan kondisi pada tahun 2020 silam saat Dana Jaminan Sosial (DJS) masih mengalami defisit Rp 5,69 triliun.Berikutnya, pada tahun 2021, DJS mulai surplus Rp 38,76 triliun dan tahun surplus melonjak pada 2022 menjadi Rp 56,51 triliun.
Ghufron menilai hal tersebut tidak lepas dari konsep BPJS Kesehatan yaitu gotong royong atau iuran dari masyarakat. Pada tahun 2022, BPJS Kesehatan mendapatkan iuran total Rp 144,04 triliun dari peserta penerima bantuan iuran (PBI), baik dari APBD maupun APBN, serta nonPBI.
Adapun peserta nonPBI menyumbangkan dana terbesar untuk BPJS Kesehatan pada tahun 2022 yakni Rp 80,3 triliun. Dengan skema seperti itu, para peserta saling menopang untuk membiayai pengobatan mereka.
Kondisi ini juga didukung oleh banyaknya regulasi termasuk Undang-undang sehingga kebijakan berjalan lebih efektif dan transparan. "Jadi, tidak bisa diganti ke mekanisme lain, misalnya dengan berbasis pajak. Karena itu artinya akan ada perubahan besar," tutur Ghufron.
Hal senada disampaikan oleh Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Muttaqien.Dengan peningkatan kualitas layanan, masyarakat miskin peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sudah tidak khawatir lagi untuk berobat ketika sakit.
"Ini testimoni dari peserta penerima bantuan iuran (PBI). Mereka puas dengan pelayanan BPJS Kesehatan di RS," kata Muttaqien.
Walau demikian, BPJS Kesehatan berupaya untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan mereka supaya semakin memenuhi tiga aspek yaitu cepat, mudah dan setara. Peserta JKN diharapkan semakin mudah mengakses fasilitas kesehatan, cepat mendapatkan pelayanan dan tanggapan serta menerima perlakuan yang setara.
RIRI RAHAYU | ANTARA
Pilihan Editor: Iuran BPJS Kesehatan Bakal Naik per 1 Juli 2025, DJSN Ungkap Potensi Defisit Rp 11 triliun