Indonesia Belum Butuh Pinjaman IMF  

Reporter

Editor

Rabu, 6 Mei 2009 16:16 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan menilai pinjaman lunak atau flexible credit lines dari Dana Moneter Internasional (IMF) belum diperlukan karena fasilitas dana tanggap krisis saat ini masih cukup memadai.

”Apalagi cadangan devisa negara juga masih terus meningkat,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Anggito Abimanyu, di sela-sela seminar "Crisis Management Control" di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (6/5).

Beberapa waktu lalu IMF telah mengumumkan peluncuran kredit lunak sebagai pembiayaan krisis global. Pinjaman ini diluncurkan sebagai bagian dari upaya reformasi pada lembaga pembiayaan multilateral tersebut setelah dinilai gagal mengantisipasi krisis oleh negara-negara G-20.

Hingga kini belum diperoleh informasi lengkap soal porsi pinjaman yang disiapkan khusus untuk negara-negara dengan rapor perekonomian cukup baik ini. Yang jelas, IMF menjamin kredit itu tak akan mempersyaratkan kebijakan kepada negara peminjam seperti yang selama ini dilakukan.

Menurut Anggito, saat ini Indonesia telah memiliki jatah pembiayaan multilateral berupa cadangan devisa hasil Chiang Mai Initiatif dan pinjaman siaga devisa hasil perjanjian bilateral dengan tiga negara mitra dagang yakni Jepang, China, dan Korea Selatan.

Pinjaman siaga multilateral hasil Chiang Mai Initiatif diperoleh dari dana yang dikumpulkan (pooling fund) ASEAN+3 atau forum negara-negara Asia Tenggara dan tiga negara mitra yakni Jepang, China, dan Korea Selatan.

Dari fasilitas pinjaman yang hanya bisa ditarik jika perekonomian mengalami tekanan, Indonesia memiliki porsi setoran US$ 4,77 miliar dari total dana yang dikumpulkan sebesar US$ 120 miliar .

Pada perjanjian ini negara anggota bisa menarik dana siaga sebesar 2,5 persen dari setoran dana. Sehingga total jatah penarikan dana Indonesia mencapai US$ 11,9 miliar.

Sedangkan pada perjanjian bilateral pertukaran cadangan devisa atau bilateral swap arrangement, Indonesia telah memperoleh total komitmen US$ 29 miliar dari Jepang, China, dan Korea Selatan.

Selain dana siaga yang masih mencukupi, Anggito berpendapat, kerjasama pemerintah dengan IMF sangat riskan dan sensitif dilakukan. Pasalnya, masyarakat Indonesia memandang lembaga itu mempunyai rapor buruk dalam membantu Indonesia saat krisis ekonomi 1997. ”Kami ingin fokus dulu dengan yang sudah ada daripada nanti direpotkan dengan tanggapan buruk,” katanya.

Sebelumnya, Perkumpulan Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN) menggelontorkan ide untuk menggabungkan fasilitas-fasilitas pembiayaan yang diperoleh dari skema pembiayaan Chiang Mai Initiatif dengan pinjaman lunak IMF. Tapi, hingga saat ini rencana tersebut belum diputuskan.

AGOENG WIJAYA

Berita terkait

Kementan-Polri Berkolaborasi Hadapi Tantangan dan Krisis Global

29 Agustus 2023

Kementan-Polri Berkolaborasi Hadapi Tantangan dan Krisis Global

Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Satgas Pangan Mabes Polri mempererat kerjasama pendataan penggilingan padi dan stok beras sebagai upaya bersama menghadapi tantangan dan krisis global.

Baca Selengkapnya

Industri Tekstil Masih Tertekan, Menperin: Tapi Sekarang Level Tekanannya Berbeda

10 Mei 2023

Industri Tekstil Masih Tertekan, Menperin: Tapi Sekarang Level Tekanannya Berbeda

Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan subsektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) mesih tertekan akibat krisis global.

Baca Selengkapnya

3 Pernyataan Menko Airlangga Hartarto Seputar Pengesahan UU Cipta Kerja

23 Maret 2023

3 Pernyataan Menko Airlangga Hartarto Seputar Pengesahan UU Cipta Kerja

Menko Airlangga Hartarto ikut menyampaikan pandangan pemerintah atas pengesahan UU Cipta Kerja, berikut 3 pernyataannya

Baca Selengkapnya

Silicon Valley Bank Bangkrut, Jokowi: Semua Negara Tunggu Efek Dominonya

15 Maret 2023

Silicon Valley Bank Bangkrut, Jokowi: Semua Negara Tunggu Efek Dominonya

Jokowi menunggu dampak yang ditimbulkan dari bangkrutnya Silicon Valley Bank atau SVB, bank yang mendanai start up di Amerika Serikat, pada Jumat lalu

Baca Selengkapnya

Lockdown Ketat di Cina, Apindo: Agak Miris

5 Desember 2022

Lockdown Ketat di Cina, Apindo: Agak Miris

Apindo khawatir lockdown dapat berpengaruh signifikan terhadap transaksi kerja sama dengan Cina yang nilainya diperkirakan mencapai US$ 135 miliar.

Baca Selengkapnya

Jokowi Ingin Inflasi Ditangani seperti Covid-19, Tito: Setiap Minggu Dibahas dan Dievaluasi

5 Desember 2022

Jokowi Ingin Inflasi Ditangani seperti Covid-19, Tito: Setiap Minggu Dibahas dan Dievaluasi

Jokowi mengklaim upaya pemerintah mengendalikan inflasi di Tanah Air sudah detail dan cukup berhasil.

Baca Selengkapnya

Hadapi Ancaman Krisis Global, Gubernur BI: Hidup adalah Ketidakpastian

5 Desember 2022

Hadapi Ancaman Krisis Global, Gubernur BI: Hidup adalah Ketidakpastian

BI membeberkan tiga langkah yang akan diambil Indonesia dalam menghadapi ketidakpastian pada masa mendatang.

Baca Selengkapnya

Indef Sebut RI Hadapi Tantangan Kombo di 2023, Krisis Global hingga Tahun Politik

5 Desember 2022

Indef Sebut RI Hadapi Tantangan Kombo di 2023, Krisis Global hingga Tahun Politik

Dari sisi global, Indef melihat tantangan ekonomi Indonesia bermuasal dari krisis karena perang Rusia dan Ukraina yang tak pasti kapan akan berakhir.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Sebut Kaum Muda Beruntung Saksikan Respons Negara Hadapi Krisis Global

2 Desember 2022

Sri Mulyani Sebut Kaum Muda Beruntung Saksikan Respons Negara Hadapi Krisis Global

Dalam kondisi yang serba tak pasti, Sri Mulyani mengatakan generasi muda dapat melihatnya sebagai bekal pada masa mendatang.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Ingatkan Ancaman Krisis Pangan dan Energi 2023

2 Desember 2022

Sri Mulyani Ingatkan Ancaman Krisis Pangan dan Energi 2023

Sri Mulyani melihat potensi memburuknya perekonomian telah bergeser dari ancaman pandemi ke krisis global.

Baca Selengkapnya