Kritik Aturan Ekspor Pasir Laut, Kiara: Bentuk Nyata Gagalnya Konsep Poros Maritim Jokowi
Reporter
Amelia Rahima Sari
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 31 Mei 2023 19:24 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan atau Kiara mengkritik Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 25 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. "Kebijakan yang resmi membuka keran ekspor pasir laut itu bentuk nyata gagalnya konsep poros maritim yang digencarkan oleh Presiden Jokowi," ujar Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati usai konsolidasi bersama masyarakat pesisir di berbagai wilayah pada Rabu, 31 Mei 2023.
Dengan adanya aturan itu, kata Susan, beban kerusakan lingkungan akan dialami oleh nelayan dan masyarakat pesisir makin besar. Kebijakan ekspor pasir laut hanya akan merampok sumber daya laut dan semakin menunjukkan pemerintah hanya berorientasi menambah pemasukan negara, tapi tidak menghitung secara mendalam akan terjadi kerusakan sumber daya kelautan jika PP 26/2023 dijalankan.
Berikut adalah catatan Kiara terhadap PP 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut:
1. Lahirnya PP 26/2023 mencabut Keppres No. 33 Tahun 2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut.
Jika dilihat dari terminologinya, Kiara menilai pemerintah pusat menganggap pasir laut di wilayah pesisir merupakan hasil sedimentasi sehingga harus ada pengendalian untuk mengurangi dampak proses sedimentasi di laut.
“Telah jelas disebutkan dalam Pasal 1 bahwa PP ini hanya akan melegalkan penambangan pasir di laut dengan dalih pengendalian untuk mengurangi sedimentasi di laut,” begitu yang tertera dalam catatan Kiara.
2. PP ini bertentangan dengan UU Nomor 27 Tahun 2007 yang diubah menjadi UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Dalam UU 27/2007 jelas melarang praktik-praktik pertambangan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
3. Pemerintah memandang pasir laut sebagai komoditas yang bisa dioptimalkan untuk kepentingan pembangunan, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 2 dan Pasal 9.
Susan menjelaskan, pengelolaan hasil sedimentasi di laut akan digunakan sebagai materi utama berbagai proyek reklamasi yang telah dilegalisasi melalui Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang telah disahkan di 28 provinsi.
"Jika dibedah secara rinci, 28 Perda RZWP-3-K akan memberikan ruang terhadap berbagai proyek reklamasi dengan total luasan 3.506.653,07 hektare area,” papar Susan.
4. Pemanfaatan eksploitasi pasir laut akan diutamakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan untuk ekspor.
Menurut Susan, ekspor pasir laut telah dilarang sejak 2007 agar tidak mengulangi kesalahan yang sama, karena eksploitasi pasir laut yang dilakukan semakin tidak terkendali dan lebih menguntungkan aktor-aktor tertentu.
Selanjutnya: "Bagaimana lagi dengan dibukanya keran ekspor..."
<!--more-->
"Bagaimana lagi dengan dibukanya keran ekspor untuk pasir laut, hal ini hanya akan menambah derita nelayan dan masyarakat yang akan terdampak sebagai pihak yang dikorbankan untuk kepentingan eksploitasi sumber daya kelautan, yaitu pasir laut,” beber Susan.
5. Mekanisme sanksi di dalam PP 26/2023 dilakukan dengan pendekatan sanksi administrasi.
Susan menilai, sanksi administrasi tidak akan membuat efek jera, melainkan akan memberikan waktu dan ruang bagi investor untuk memperbaiki kesalahan. "Hal tersebut telah terjadi di Pantai Minanga yang telah direklamasi dan pelaku usaha diberikan sanksi administrasi, tetapi mereka tetap beroperasi hingga saat ini."
Lebih jauh, dia menilai legalisasi eksploitasi pasir laut akan semakin mengancam keberlanjutan pulau-pulau kecil di Indonesia, yang kini tengah berjuang melawan krisis iklim. Pulau-pulau kecil, kata dia, akan masif terancam tenggelam jika beleid tersebut ini tidak dievaluasi dan dicabut.
"Pemerintah seharusnya menjamin kehidupan nelayan dan ruang-ruang produksinya serta keberlanjutan ekosistem pesisir, bukan merampok sumber daya alam mereka,” tutur Susan.
Sebelumnya pada 15 Mei 2023 lalu, Presiden Jokowi kembali menetapkan dan mengundangkan PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Beleid tersebut memuat rangkaian kegiatan pengangkutan, penempatan, penggunaan, dan penjualan, termasuk ekspor hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut.
Dalam pasal 9 bab IV butir 2 disebutkan, pemanfaatan pasir laut digunakan untuk reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha dan ekspor. Pada pasal itu juga disebutkan ekspor pasir laut dilakukan sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
AMELIA RAHIMA SARI | RIANI SANUSI PUTRI
Pilihan Editor: Menteri ESDM Blak-blakan Soal Pancabutan Larangan Ekspor Pasir Laut: Yang Dibolehkan itu Sedimen
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini