Jika Amerika Serikat Gagal Bayar Utang, Apa Saja Dampaknya Bagi Negara Lain?
Reporter
Andika Dwi
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 29 Mei 2023 16:31 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Belakangan ini Amerika Serikat jadi sorotan karena berpotensi terbelit krisis utang menggunung. Jika krisis utang yang mengguncang Washington itu pada akhirnya membuat negara Abang Sam jatuh ke dalam resesi, apa dampaknya bagi negara-negara lain?
Untuk pertama kalinya, gagal bayar utang negara tersebut kemungkinan segera berimbas ke seluruh dunia. Pesanan produk dari pabrik Cina yang menjual barang elektronik ke AS, misalnya, bisa seketika jeblok. Investor Swiss pemilik obligasi AS pun bakal menderita kerugian besar. Berikutnya, perusahaan Sri Lanka tidak lagi dapat menggunakan dolar sebagai alternatif mata uang.
Dampak Jika AS Gagal Bayar Utang
Menurut ekonom dari Moody’s Analytics, Mark Zandi, tidak ada sudut ekonomi global yang akan selamat jika pemerintah AS gagal bayar utang dan krisis tersebut tidak diselesaikan dengan cepat. Utang nasional AS saat ini telah melebihi US$ 31 triliun.
Mengutip dari PBS, Zandi bersama dua rekan dari perusahaannya menyimpulkan, meskipun batas utang dilanggar tidak lebih dari seminggu, ekonomi AS akan melemah sangat cepat hingga menghapus sekitar 1,5 juta pekerjaan.
Jika gagal bayar utang ini bertahan lebih lama sampai musim panas yang akan datang, konsekuensinya akan jauh lebih mengerikan, yakni pertumbuhan ekonomi AS bisa jeblok. Sebanyak 7,8 juta pekerjaan lenyap, suku bunga pinjaman melonjak, tingkat pengangguran melambung 4,6 persen, dan penurunan pasar saham memupuskan US$ 10 triliun kekayaan rumah tangga.
Itu semua baru kemungkinan terburuk yang bisa terjadi. Namun teranyar, Presiden AS Joe Biden dan Ketua DPR dari Partai Republik Kevin McCarthy telah mencapai kesepakatan tentatif untuk menaikkan plafon utang pemerintah federal sebesar IS$ 31,4 triliun pada Sabtu malam, 27 Mei 2029. Kesepatan itu otomatis mengakhiri kebuntuan selama berbulan-bulan.
Kesepakatan itu mengakhiri negosiasi alot antara pemerintah dan Kongres sebelum Amerika Serikat kehabisan uang untuk membayar utangnya pada awal Juni.
"Saya baru saja menutup telepon dengan presiden beberapa saat lalu. Setelah dia membuang-buang waktu dan menolak untuk bernegosiasi selama berbulan-bulan, kami telah mencapai kesepakatan prinsip yang layak untuk rakyat Amerika," kata McCarthy dalam akun Twitter-nya.
Selanjutnya: Biden menyebut kesepakatan itu sebagai ...
<!--more-->
Biden menyebut kesepakatan itu sebagai "langkah maju yang penting" dalam sebuah pernyataan, dengan mengatakan, "Perjanjian tersebut merupakan kompromi, yang berarti tidak semua orang mendapatkan apa yang mereka inginkan. Itu adalah tanggung jawab untuk mengatur."
Adapun kesepakatan itu akan menaikkan batas utang selama dua tahun sambil mengekang pengeluaran selama waktu itu, menarik kembali dana Covid-19 yang tidak terpakai, mempercepat proses perizinan untuk beberapa proyek energi dan memasukkan beberapa persyaratan kerja tambahan untuk program bantuan makanan bagi warga miskin.
McCarthy berharap penyusunan RUU bisa rampung pada hari Ahad, kemudian berbicara dengan Biden dan memberikan suara pada kesepakatan pada hari Rabu. "Ini memiliki sejarah pengurangan pengeluaran, reformasi konsekuensial yang akan mengangkat orang keluar dari kemiskinan menjadi tenaga kerja, mengendalikan jangkauan pemerintah - tidak ada pajak baru, tidak ada program pemerintah baru," katanya.
Kedua pihak juga setuju membatasi pengeluaran kebijakan non-pertahanan pada level 2023 selama satu tahun dan meningkatkannya sebesar 1 persen pada tahun 2025, kata sumber yang mengetahui kesepakatan tersebut.
Kesepakatan itu akan mencegah destabilisasi ekonomi, selama mereka berhasil melewatinya melalui Kongres yang terbagi secara sempit sebelum Departemen Keuangan kehabisan uang untuk menutupi semua kewajibannya, yang diperingatkan Jumat akan terjadi jika plafon utang tidak dinaikkan sampai 5 Juni.
Utang AS Sebelumnya Terpantau Aman
Kecemasan semakin tinggi ketika banyak aktivitas keuangan yang bergantung pada keyakinan bahwa AS akan selalu membayar kewajiban utangnya. Utang AS telah lama dipandang sebagai aset yang sangat aman, menjadi fondasi perdagangan global yang terpercaya selama puluhan tahun. Gagal bayar utang dapat menghancurkan US$ 24 triliun pasar obligasi, menyebabkan pasar keuangan membeku, hingga memicu krisis internasional.
Profesor kebijakan perdagangan dari Universitas Cornell sekaligus peneliti senior Brookings Institution, Eswar Prasad, menyatakan bahwa kegagalan utang AS akan menjadi bencana besar dengan kejatuhan pasar uang AS dan global secara tak terduga yang dramatis. Ancaman telah muncul tepat ketika ekonomi dunia bersaing dengan banyak ancaman: Lonjakan inflasi dan suku bunga, dampak berkelanjutan invasi Rusia ke Ukraina, hingga cengkeraman pengetatan rezim otoriter. Peran besar AS dalam keuangan global kemudian menjadi pertanyaan skeptis.
Dahulu, para pemimpin politik AS berhasil keluar dari jurang dengan menaikkan batas utang sebelum terlambat. Kongres telah menaikkan, merevisi, atau memperpanjang batas pinjaman 78 kali pada 1960–2021.
Selanjutnya: Perpecahan partisan kongres kian melebar, sementara...
<!--more-->
Namun, permasalahan telah memburuk. Perpecahan partisan kongres kian melebar, sementara utang tumbuh setelah bertahun-tahun peningkatan pengeluaran dan pemotongan pajak yang dalam. Menteri Keuangan AS Janet Yellen telah memperingatkan bahwa pemerintah dapat gagal bayar paling cepat 1 Juni 2023 jika anggota parlemen tidak menaikkan atau menangguhkan batas utang.
Gelombang Kejut yang Sistematik
Terganggunya kepercayaan terhadap obligasi karena alasan apa pun bakal mengirimkan “gelombang kejut” ke seluruh sistem dan berkonsekuensi besar bagi pertumbuhan global, kata Maurice Obstfeld dari Peterson Institute for International Economics sekaligus mantan kepala ekonom di Dana Moneter Internasional (IMF).
Pasalnya, obligasi banyak digunakan sebagai jaminan pinjaman, penyangga terhadap kerugian bank, tempat berlindung di saat ketidakpastian tinggi, serta tempat bagi bank sentral untuk memarkir cadangan devisa.
Karena keamanannya, surat utang pemerintah AS memiliki bobot risiko nol dalam peraturan bank internasional. Pemerintah asing dan investor swasta memegang hampir US$ 7,6 triliun dari utang tersebut (kira-kira 31 persen dari obligasi di seluruh pasar keuangan).
Dominasi dolar telah menjadikannya mata uang global de facto sejak Perang Dunia II sehingga relatif mudah bagi AS untuk meminjam dan membiayai tumpukan utang pemerintah yang terus bertambah. Akan tetapi, permintaan dolar yang tinggi juga cenderung membuat mereka lebih berharga daripada mata uang lain.
Efeknya adalah dolar yang kuat membuat barang-barang AS lebih mahal dibandingkan saingan mereka, membuat eksportir berada pada posisi yang tidak menguntungkan. Itulah salah satu alasan mengapa AS mengalami defisit perdagangan setiap tahun sejak 1975.
NIA HEPPY | SYAHDI MUHARRAM | REUTERS
Pilihan Editor: LPS Jelaskan Dampak Positif dan Negatif Gagal Bayar Utang Amerika ke RI
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini