Hampir 60 Persen Masyarakat Anggap Subsidi Kendaraan Listrik Untungkan Segelintir Pihak
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Senin, 22 Mei 2023 19:44 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Data Analyst Continuum Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Wahyu Tri Utomo mengungkap hasil analisis respons masyarakat mengenai kebijakan subsidi kendaraan listrik dengan pendekatan big data yang diambil dari media sosial Twitter.
Hasilnya 80,77 persen masyarakat di internet itu tak sepakat dengan subsidi kendaraan listrik atau mereka mengkritik kebijakan tersebut.
“Melihat lebih detail, kita coba akumulasi ada 58,6 persen atau hampir 60 persen itu kritik masyarakat itu didasarkan pada penilaian bahwa subsidi kendaraan listrik hanya menguntungkan segelintir pihak,” ujar dia dalam diskusi daring pada Ahad, 21 Mei 2023.
Segelintir pihak yang dimaksud adalah pertama pembeli kendaraan listrik yang dinilai masyarakat dari kalangan yang tidak butuh subsidi. Kedua, hanya menguntungkan ‘peng-peng’, istilah itu kerap digunkan mantar Menteri Keuangan Rizal Ramli untuk menyebutkan seseorang yang mempunyai kekuasaan sekaligus menjadi pengusaha.
“Masyarakat juga menilai bahwa subsidi seharusnya menyasar hajat hidup orang banyak,” ucap dia.
Kritik lainnya dari masyarakat soal subsidi kendaraan listrik adalah baterai mobil listrik tetap menggunakan energi fosil atau batu bara, sehingga sama saja dan tidak mengurangi polusi. Serta, ada pula yang mengatakan bahwa tanpa subsidi pun pembeli mobil listrik sudah mengantre, artinya minat pasarnya sudah tinggi.
“Masyarakat mempertanyakan kalau minat pasarnya tinggi kenapa masih disubsidi. Untuk apa subsidi itu? Kemana? Untuk siapa subsidinya? Ini pertanyaan yang sering digaungkan warganet,” tutur Wahyu.
Selanjutnya: Setelah industri maju dan sudah mandiri maka subsidi akan dicabut
<!--more-->
Namun ada hal yang positif dari perbicangan mengenai subsidi kendaraan listrik itu. Yakni sebagian masyarakat menilai mobil listrik mampu mengurangi emisi karena zero emission dibandingkan dengan kendaraan konvensional berbahan bakar fosil.
Selain itu, ada pula yang menyampaikan subsidi ini hanya pemacu untuk dorong kemajuan industri kendaraan listrik di Indonesia. Setelah industri maju dan sudah mandiri maka subsidi akan dicabut.
“Ada yang menyampaikan begitu. Dari secara keseluruhan dari 80,77 persen menolak, itu 60 persennya beranggapan bahwa subsidi ini hanya menguntungkan segelintir pihak,” kata Wahyu.
Hasil analisis itu, menurut Wahyu berasal dari 18.921 data pembicaraan di Twitter dari 15.139 akun pada 8-12 Mei 2023. Alasan mengambil data dari Twitter, kata dia, karena merupakan platform yang representatif untuk menangkap aspirasi, kritik, ataupun masukan masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan isu sosial, politik, atau kebijakan dari pemerintah.
“Setelah kita ambil datanya, kita collect datanya kita coba bersihkan dari akun media atau dari buzzer. Sehingga harapannya perbincangan didapatkan dari user asli saja setelah itu kita lakukan analisis untuk exposure, sentimen, dan juga topik perbincangan,” tutur Wahyu.
Pilihan editor: Standar Biaya Masukan Mobil Listrik Pejabat Hampir Rp 1 Miliar, Begini Kata Kemenkeu
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini