Langkah Jokowi Ambil Alih Perbaikan Jalan Rusak: Disetujui DPR, Dikritik Pengamat
Reporter
Tempo.co
Editor
Naufal Ridhwan
Minggu, 7 Mei 2023 09:25 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Jokowi meninjau jalan-jalan rusak di Lampung pada Jumat, 5 Mei 2023. Dalam kunjungan kerja tersebut, Jokowi secara terbuka menyatakan pemerintah pusat bisa menangani langsung perbaikan jalan rusak yang ramai dikeluhkan warga tersebut.
"Secepat-cepatnya dimulai, yang kira-kira provinsi tidak memiliki kemampuan, kabupaten tidak memiliki kemampuan, ya akan diambil alih oleh Kementerian PU, utamanya yang jalannya rusak parah," kata Jokowi usai meninjau Pasar Tradisional di Kecamatan Natar, Lampung Selatan, Lampung.
Bahkan, Jokowi mengatakan tahun ini pemerintah pusat secara khusus memberikan dana untuk perbaikan jalan rusak di Lampung sebanyak Rp 800 miliar.
Menurut Jokowi, pemerintah pusat kini sedang mendata jalan kabupaten, kota, dan provinsi yang rusak parah karena anggaran yang ada di daerah tersebut tidak banyak diarahkan kepada infrastruktur. Padahal, kata Jokowi, perbaikan jalan rusak sangat penting.
Wacana pemerintah pusat untuk ambil alih perbaikan jalan rusak lantas menuai pro dan kontra. Seperti apa?<!--more-->
Disetujui DPR. sebut semua tanggung jawab ada di Presiden
Anggota Komisi V DPR RI Muhammad Fauzi merespons positif langkah Presiden Jokowi untuk mengambil alih perbaikan jalan rusak ke pemerintah pusat jika pemerintah daerah tidak mampu.
"Semua tanggung jawab kan ada di Presiden. Wajar saja kalau diambil alih semua (perbaikan) jalan ini oleh pemerintah pusat. Asal memperhatikan kemampuan APBN," kata Fauzi ketika dihubungi Tempo pada Sabtu, 6 Mei 2023.
Agar tidak membuat pemerintah daerah lepas tanggung jawab, Fauzi mengatakan pemerintah bisa melakukan cost sharing atau pembagian biaya, maupun pembagian tugas lainnya. Misalnya, pemerintah pusat yang menyediakan anggaran tetapi pemerintah daerah yang melakukan pengerjaan perbaikan jalan rusak.
"Selama ini begitu, tapi bisa lebih dipertegas," ucap Fauzi.
Lebih lanjut, Politisi Partai Golkar ini mengingatkan agar pemerintah tidak hanya berfokus pada perbaikan jalan rusak, tetapi turut memperhatikan pemeliharaan. Termasuk mencegah dampak-dampak kerusakan. Sebab sekuat apapun pembiayaan APBN untuk pembangunan, kata dia, jalan rusak terus terjadi jika pemeliharaan tidak dimaksimalkan.
"Jadi sekarang yang terpenting bagaimana teman-teman dari kepolisian atau Kementerian Perhubungan memaksimalkan pengawasan. Karena kontribusi jalan rusak di antaranya dari kendaraan-kendaraan yang melebihi kapasitas, seperti truk ODOL," ujar Fauzi. Fauzi juga meminta pemberlakuan jembatan timbang juga diefektifkan.
Pemeliharaan jalan, lanjut Fauzi, perlu menjadi prioritas agar anggaran tidak boros untuk perbaikan. Terlebih jika terjadi hal-hal di luar dugaan, seperti pandemi Covid-19 kemarin, yang membuat anggaran pemeliharaan dipotong.
"Risikonya kan cukup tinggi. Padahal kalau kita bicara transportasi, apapun jenisnya, yang dikedepankan adalah keamanan dan kenyamanan," kata Fauzi. "Gimana bicara keamanan dan kenyamanan kalau anggarannya minim, bahkan tidak ada.”<!--more-->
Pengamat: dapat timbulkan salah persepsi
Di sisi lain, Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai kebijakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengambil alih perbaikan jalan di daerah tidak tepat. Dia mengatakan langkah tersebut bisa menimbulkan salah persepsi bahwa jalan rusak adalah urusan pemerintah pusat saja.
Padahal, jalan terbagi menjadi beberapa jenis yang setiap jenis memiliki penyelenggara dan penanggung jawab masing-masing. Mulai dari jalan nasional yang di bawah Kementerian PUPR, jalan provinsi di bawah pemerintah provinsi, jalan kota atau kabupaten berada di bawah tanggung jawab pemerintah kabupaten atau kota, hingga jalan desa di tangan pemerintah desa.
"Masing-masing sudah ada anggaran sesuai dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Untuk desa juga ada dana desa," ujar Trubus ketika dihubungi Tempo pada Sabtu, 6 Mei 2023.
Jika sekarang tiba-tiba Jokowi menarik urusan perbaikan jalan daerah ke pusat, maka seluruh mekanisme pembagian wewenang tersebut terancam berantakan.
Trubus menilai kebijakan Jokowi itu bisa menimbulkan banyak masalah. Antara lain, memunculkan potensi pemerintah daerah tidak lagi membuat anggaran untuk perbaikan infrastruktur jalan. "Jalan jadi urusan pemerintah pusat, keenakan daerah," ujarnya.
Trubus juga menyoroti kecenderungan pemerintah daerah yang menghabiskan anggaran lebih banyak untuk birokrasi, seperti belanja pegawai, alih-alih untuk infrastruktur.
Karenanya, dia khawatir kebijakan Jokowi akan melanggengkan kultur tersebut. Permasalahan infrastruktur jalan yang mestinya jadi prioritas, lanjut Trubus, bisa jadi malah tidak masuk dalam anggaran.
"Pak Jokowi bakal meninggalkan legacy tidak baik, meski jangka pendek memang bagus karena jalan rusak ditangani dan selesai. Tapi akan buruk di dampak jangka panjangnya," kata Trubus.
RIRI RAHAYU | FAJAR PEBRIANTO
Pilihan Editor: Jokowi Tak Undang NasDem ke Istana, JK: Mestinya Contoh Megawati dan SBY