Ombudsman Beberkan Potensi Maladministrasi Pelayanan BPJS Kesehatan

Selasa, 28 Februari 2023 15:17 WIB

Logo Ombudsman RI. indonesia.go.id

TEMPO.CO, Jakarta - Asisten Ombudsman, Bellinda W. Dewanty, mengatakan pihaknya menduga adanya potensi maladministrasi dalam pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Penyebabnya, kata dia, karena adanya celah yang ke depannya perlu dilakukan pengawasan.

“Kita melihat bahwa ada pengabaian kewajiban hukum, kemudian potensi maladministrasi berupa tidak patut, diskriminatif, dan konflik kepentingan. Karena kami melihat ada beberapa potensi maladministrasi yang perlu kita awasi,” ujar dia dalam diskusi virtual pada Selasa, 28 Februari 2023.

Pertama, potensi maladministrasi kaitannya dengan penerapan "kuota layanan” di fasilitas kesehatan. Ombudsman meyakini dari pihak Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan, tidak menerapkan permbatasan kuota kepada para pasien.

Bellinda melihat bahwa ada penerapan “kuota layanan” yang di luar dari ketentuan. “Kenapa bisa di luar ketentuan? Karena kita lihat adanya suatu praktek-praktek yang tidak sesuai dengan standarisasi,” kata dia. “Di sini tentu Ombudsman melihat bahwa undang-undang yang digunakan adalah undang-undang pelayanan publik.”

Ombudsman menilai adanya “kuota layanan” itu disebabkan karena tidak adanya standarisasi ataupun regulasi yang mengatur bagaimana sebetulnya seharusnya rumah sakit melayani pasien BPJS Kesehatan setiap harinya. Bellinda mempertanyakan bagaimana mekanisme berapa banyak “kuota layanan” yang dilayani untuk rumah sakit tipe A, B, C, dan D untuk pasien BPJS Kesehatan, asuransi, dan mandiri.

Advertising
Advertising

“Itu terjadi karena apa? Nah ini lah karena tidak ada standardisasi,” ucap dia. “Itu terjadi khususnya pada faskes khusus seperti mata, jantung, dan lainnya.”

Selain itu, kata Bellinda, Ombudsman menilai bahwa faktor-faktor potensi maladministrasi ini berangkat dari adanya pengabaian kewajiban hukum dan penyimpangan prosedur yang dilakukan oleh badan pengawas rumah sakit (BPRS). Menurut dia, BPRS semestinya melakukan audit audit secara internal secara masif untuk memastikan penyelenggaraan pelayanan publik berjalan dengan maksimal.

Selanjutnya: tidak semua provonsi memiliki BPRS

<!--more-->

Masalah lainnya, dia berujar, tidak semua provonsi memiliki BPRS. Sehingga fungsi pengawasan, pemeriksaan, dan evaluasi harus dimaksimalkan oleh dinas kesehatan yang ada di kabupaten dan kota tersebut. “Termasuk juga dari suku dinas yang ada di kabupaten dan kota,” tutur Bellinda.

Kedua, potensi maladministrasi yang kaitannya dengan penyelenggaraan pelayanan publik fasilitas kesehatan adalah soal keterbukaan informasi publik. Akses informasi yang tidak terdistribusi di seluruh fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) maupun tingkat rujukan lanjutan (FKTRL), sehingga seringkali masyarakat menerima informasi secara tidak utuh.

Informasi tersebut di antaranya mengenai bagaimana merujuk suatu rumah sakit, mengakses informasi, hingga mengetahui dokter mana yang memberikan pelayanan secara spesialisasi. “Bagaimana mmengakses informasi secara terbuka dan transparan dengan tiadanya keterbukaan informasi publik,” ucap dia.

Potensi maladministrasi ketiga adalah bagaimana peran Kementerian Kesehatan sejak awal mengenai persyaratan izin operasional rumah sakit. Bellinda mempertanyakan sebenarnya klasifikasi perizinan rumah sakit itu hanya berfungsi sebagai penerapan paripurna layanan untuk akreditasi saha atau membuat setiap rumah sakit mengetahui berapa kemampuan masing-masing dalam memberikan pelayanan.

Ombudman meminta agar Kementerian Kesehatan maupun dinas kesehatan bisa melakukan self assessment secara menyeluruh. Karena ini berkaitan dengan proporsionalitas. “Bagaimana keseimbangan antara jumlah dokter, kemampuan dokter, nakes, serta fasilitas kesehatan yang dimiliki setiap faskes bisa teruji bisa terukur,” tutur dia.

Potensi maladmisnistrasi keempat adalah Kementerian Kesehatan atau dinas kesehatan, termasuk BPRS tidak memaksimalkan dalam melakukan pembinaan dan pengawasan. Bellinda mengatakan, sejatinya setiap rumah sakit harus melakukan pengawasan internal secara maksimal.

Jika tidak, maka paripurna pelayanan yang ada di rumah sakit ataupun di fasilitas kesehatan lainnya tidak benar-benar terwujud. “Tentu tidak hanya sekedar paripurna pelayanan ataupun akreditasi saja, tapi mencerminkan bagaimana situasi pelayanan publik yang ada di dalam masing-masing faskes,” kata dia.

Pilihan Editor: Ombudsman: Aduan Masyarakat tentang BPJS Kesehatan Naik

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini

Berita terkait

Kemendagri Dorong Implementasi Standar Pelayanan Minimal di Tingkat Pemda

1 hari lalu

Kemendagri Dorong Implementasi Standar Pelayanan Minimal di Tingkat Pemda

Kemendagri mendorong penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) secara konsisten di semua tingkatan pemerintahan, terutama di lingkungan Pemda.

Baca Selengkapnya

Ombudsman Minta Kemenpan RB Jamin Seleksi CASN Tak Dimanfaatkan Calon di Pilkada 2024

4 hari lalu

Ombudsman Minta Kemenpan RB Jamin Seleksi CASN Tak Dimanfaatkan Calon di Pilkada 2024

Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih tak mempermasalahkan seleksi CASN 2024 tetap dilaksanakan sesuai jadwal dan berdekatan Pilkada 2024. Asal..

Baca Selengkapnya

Menteri PANRB Pastikan Seleksi CASN Sesuai Jadwal dan Jamin Tak Bisa Dipolitisasi

4 hari lalu

Menteri PANRB Pastikan Seleksi CASN Sesuai Jadwal dan Jamin Tak Bisa Dipolitisasi

Menteri PNRB Abdullah Azwar Anas mengatakan bahwa seleksi CASN tidak bisa karena berdasar amanat Undang-undang 20/2023 harus selesai Desember ini.

Baca Selengkapnya

Takut Dipolitisasi, Ombudsman Usul Pelaksanaan Seleksi CASN DItunda sampai Pilkada Serentak

4 hari lalu

Takut Dipolitisasi, Ombudsman Usul Pelaksanaan Seleksi CASN DItunda sampai Pilkada Serentak

Ombudsman RI usul seleksi calon aparatur sipil negara (CASN) pada tahun 2024 ditunda hingga pilkada serentak 27 November karena khawatir dipolitisasi.

Baca Selengkapnya

Seleksi CPNS Diminta Ditunda hingga Usai Pilkada, Rentan Menjadi Komoditas Politik

4 hari lalu

Seleksi CPNS Diminta Ditunda hingga Usai Pilkada, Rentan Menjadi Komoditas Politik

Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih menyarankan agar rekrutmen calon pegawai negeri sipil (CPNS) ditunda hingga Pilkada selesai.

Baca Selengkapnya

Prabowo-Gibran Ajukan Permohonan Intervensi Gugatan PDIP di PTUN

5 hari lalu

Prabowo-Gibran Ajukan Permohonan Intervensi Gugatan PDIP di PTUN

Tim Hukum PDIP diketahui menggugat KPU karena diduga melakukan perbuatan melawan hukum atas penerimaan pendaftaran Gibran sebagai cawapres.

Baca Selengkapnya

PTUN Minta PDIP Perbaiki Gugatan terhadap KPU

5 hari lalu

PTUN Minta PDIP Perbaiki Gugatan terhadap KPU

PDIP mengajukan gugatan ke PTUN karena menganggap KPU melakukan perbuatan melawan hukum.

Baca Selengkapnya

PDIP Minta PTUN Buktikan KPU Lakukan Maladministrasi Penetapan Gibran Sebagai Cawapres

5 hari lalu

PDIP Minta PTUN Buktikan KPU Lakukan Maladministrasi Penetapan Gibran Sebagai Cawapres

Menurut Gayus Lumbuan, putusan PTUN bisa memvalidasi bahwa KPU telah melakukan maladministrasi dalam tahapan pilpres

Baca Selengkapnya

Ombudsman Usul Seleksi CASN Ditunda usai Pilkada 2024 agar Tak Jadi Komoditas Politik

5 hari lalu

Ombudsman Usul Seleksi CASN Ditunda usai Pilkada 2024 agar Tak Jadi Komoditas Politik

Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih mengusulkan agar seleksi CASN ditunda hingga setelah Pilkada 2024.

Baca Selengkapnya

KPK: Potensi Korupsi di Sektor Pengadaaan Barang Jasa dan Pelayanan Publik di Daerah Masih Tinggi

7 hari lalu

KPK: Potensi Korupsi di Sektor Pengadaaan Barang Jasa dan Pelayanan Publik di Daerah Masih Tinggi

Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK memprioritaskan lima program unggulan untuk mencegah korupsi di daerah.

Baca Selengkapnya