Beda Jauh Hitungan Cost Overrun Kereta Cepat RI dan Cina, Stafsus Erick Thohir Beberkan Sebabnya
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Jumat, 3 Februari 2023 20:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Staf Khusus Menteri BUMN Erick Thohir, Arya Sinulingga, menjelaskan penyebab beda perhitungan pembengkakan biaya atau cost overrun proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) antara Indonesia dan Cina.
Dia pun membeberkan beberapa contoh yang membuat hal itu terjadi pada proyek yang digarap PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) itu.
Baca: Luhut Pastikan Masalah Cost Overrun Kereta Cepat Diselesaikan Pekan Depan di Cina
Penyebab beda hitungan Indonesia dan Cina
“Saya kasih contoh, kalau di Cina itu mana ada keringanan harga tanah? Kalau sudah ditetapkan sekian harganya, maka itu berlaku, mau 10 atau 20 tahun proyeknya, harga tetap,” ujar Arya di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, pada Jumat, 3 Februari 2023.
Sementara di Indonesia, Arya melanjutkan, harga tanah bisa berubah dalam waktu hanya dalam tiga bulan, misalnya. Pemerintah pun tak bisa mengunci harga tanah.
Hal ini yang sebelumnya dianggap pemerintah Cina bahwa pemerintah Indonesia bisa dengan mudah menetapkan harga tanah. “Ya enggak bisa. Kondisinya berbeda. Nah itu yang membuat mereka juga merasa bahwa harusnya bisa dong ini,” ucap Arya.
Penyebab lainnya adalah soal persinyalan atau frekuensi yang dianggap milik negara. Arya menuturkan, meskipun persinyalan di Indonesia milik negara, tapi pengelolaannya sudah diserahkan ke PT Telekomunikasi Seluler atau Telkomsel. “Mau itu BUMN atau enggak, tapi kalau di kami kan dianggap sebagai sebuah kontrak bisnis,” kata Arya.
Nah, ketika bisnis itu diambil secara sukarela, Arya berujar, Telkomsel tentu bisa langsung merugi. Sebab, seharusnya untuk pengalihan proyek harus melalui proses terlebih dahulu dan ada perhitungan kompensasi tertentu. Meskipun sebetulnya Telkomsel juga tidak mengambil untung dalam proyek tersebut.
Oleh karena itu, menurut Arya, pembengkakan biaya bisa muncul di Indonesia salah satunya saat tersangkut masalah seperti base transceiver station (BTS) semacam itu. "Kalau di Cina, mungkin (BTS) punya negara, jadi yang seperti itu perbedaannya (tidak ada persoalan dengan siapa yang mengelola sebelumnya). Termasuk listrik juga, di Cina kan itu (listrik) disediakan negara,” ujar Arya. “Berapa persen dari cost overrun itu akibat kenaikan harga lahan.”
Dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VI DPR pada awal November 2022 lalu, Direktur Utama PT KAI Didiek Hartantyo membeberkan cost overrun proyek KCJB. Dia mengungkap hasil reviu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau BPKP yang disebut asersi satu dan asersi dua.
Selanjutnya: “Asersi satu itu dilaporkan..."
<!--more-->
“Asersi satu itu dilaporkan dalam hasil reviu cost overrun proyek KCJB Nomor LR-16/D402/1/2022 tanggal 9 Maret 2022 nilainya adalah US$ 1.176.570.187 ini asersi satu setelah mendapatkan surat dari Kementerian BUMN,” ujar dia di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, pada Rabu, 9 November 2022.
Hasil reviu BPKP
Kemudian asersi dua ini yang terkait perpajakan dan relokasi Fasos Fasum yang dilaporkan sesuai hasil reviu cost overrun proyek KCJB dari BPKP Nomor PE.12.03/S-782/K/D4/2022 tanggal 15 September 2022 senilai US$ 277.032.884. “Sehingga dengan adanya asersi satu dan dua ini total nilai cost overrun adalah US$ 1.449.603.071 atau Rp 21,4 triliun,” katanya.
Didiek mengatakan, pelaksanaan reviu BPKP yang asersi satu dan dua dilakukan terhadap nilai cost overrun merupakan bagian dari pada pemenuhan tata kelola pembengkakan biaya proyek KCJB. Hal itu diatur dalam pasal 4 ayat 5 huruf b Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2021.
Isi Perpres itu mengenai perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 tentang percepatan penyelenggaraan prasarana dan sarana kereta cepat antara Jakarta dan Bandung. Setelah mendapatkan reviu ini, Kementerian BUMN telah menyampaikan hasil telaah ini ke komite kereta cepat pada 19 Mei 2022 untuk asersi satu dan 15 September 2022 untuk asersi dua.
“Jika mengurai di dalam Perpres Nomor 93 tahun 2021 maka alur daripada PMN itu diatur pada pasal 4 ayat 5,” kata dia.
Mulai dari huruf a, yang menyatakan bahwa pimpinan konsorsium dalam hal ini PT KAI mengajukan permohonan kepada Menteri BUMN. Tentunya setelah mendapatkan permintaan dari PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Kemudian pasal 4 ayat 5 huruf b menjelaskan Menteri BUMN meminta BPKP melakukan reviu terhadap cost overrun dan dampaknya terhadap studi kelayakan. Di pasal selanjutnya masih dalam huruf b, atas permintaan Menteri BUMN, BPKP melakukan review terhadap cost overrun dan melaporkan hasilnya kepada Menteri BUMN.
“Di dalam pasal 4 ayat 5 mulai dari huruf c, Menteri BUMN melakukan telaah reviu BPKP dan menyampaikan kepada komite kereta cepat disertai rekomendasi langkah dukungan pemerintah,” tutur Didiek. “Komite diketuai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, dan anggotanya tiga, ada Menteri Keuangan, Menteri Perhubungan, dan Menteri BUMN.
Selanjutnya: Didiek menyatakan, pada pasal 4 ayat 5 huruf d...
<!--more-->
Selanjutnya, dia berujar, di huruf d menyatakan bahwa komite kereta cepat membahas rekomendasi Menteri BUMN dan hasil review BPKP. Di dalam huruf e komite kereta cepat menetapkan jumlah cost overrun dan langkah serta dukungan pemerintah yang akan diambil. “Nah kami masuk ke rapat dengar pendapat ini posisinya ada di tahap ini,” ucap dia.
Di dalam huruf f Menteri BUMN dan Menteri Keuangan menindaklanjuti hasil keputusan komite kereta cepat sesuai kewenangan. “Ini secara dokumentasi sudah ada surat dari Menhub kepada Menkeu yang merupakan tindak lanjut dari keputusan kereta cepat,” ujar Didiek.
Selain itu dokumen pendanaannya, merujuk pada facility agreement (perjanjian fasilitas kredit) antara KCIC dan China Development Bank (CDB) yang ditandatangani pada 14 Mei 2017 dan di-addendum di tanggal 27 April 2018. Di dalamnya mengatur kebutuhan funding support (termasuk cost overrun).
“Maka pemegang saham melalui sponsor proyek KCJB wajib memenuhi kebutuhan ekuitas. Itulah dasar hukumnya,” kata Didiek.
Perhitungan cost overrun versi Cina
Berbeda dengan perhitungan versi Indonesia, pihak Cina membuat perhitungan pembengkakan biaya dengan nilai lebih rendah. Besaran cost overrun versi Cina tercatat sebesar US$ 982 juta. Sumber Tempo mengatakan, selisih besaran yang cukup jauh itu disebabkan oleh beberapa komponen yang tidak diperhitungkan Cina, misalnya soal biaya persinyalan.
Jika ditambah perhitungan pembengkakan biaya versi BPKP, nilai total proyek kereta cepat yang semula sebesar US$ 6,07 miliar, membengkak jadi US$ 7,5 miliar (sekitar Rp 115 triliun). Sedangkan jika ditambah dengan perhitungan versi Cina, nilai keseluruhan proyek menjadi US$ 7,05 miliar (sekitar Rp 107 triliun).
Adapun jika ditambahkan dengan potensi cost overrun sebesar US$ 1,9 miliar, nilai proyek menggelembung jadi US$ 7,97 miliar, atau sekitar Rp 122 triliun. Jumlah itu hampir menyamai anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2023.
Baca juga: Yakin Kereta Cepat Segera Beroperasi, Stafsus Erick Thohir: Sudah Ada Komitmen Jokowi dan Xi Jinping
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.