LPEM UI Beberkan Pandemi Covid-19 Bikin Ekonomi Global Terkena Badai Stagflasi
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 7 November 2022 14:32 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia atau LPEM FEB UI mengungkap dampak krisis ekonomi global dua tahun ke belakang. Krisis yang disebabkan pandemi Covid-19 itu membuat ekonomi dunia saat ini menghadapi badai stagflasi yang semakin dalam dengan meningkatnya risiko krisis keuangan.
“Ketika pertumbuhan melambat tajam, kekhawatiran datangnya putaran lain dari resesi global meningkat,” seperti dikutip dari Macroeconomics Analysis Series Indonesia Economic Outlook 2023 yang dikutip pada Senin, 7 November 2022.
Tekanan stagflasi juga meningkat karena inflasi mencapai titik tertinggi dalam beberapa dekade di banyak negara. Selain itu, ketegangan geopolitik membayangi prospek pertumbuhan global.
Baca: Ancaman Resesi Global 2023, Ini 6 Sektor yang Menjanjikan di Pasar Modal
“Perang Rusia melawan Ukraina menyebabkan gangguan ekonomi yang signifikan, memperkuat tantangan sisi penawaran yang sudah ada sebelumnya dan mengintensifkan volatilitas di pasar komoditas,” tulis LPEM FEB UI.
Selain itu, meningkatnya biaya pinjaman global meningkatkan risiko kesulitan keuangan di antara banyak negara yang selama dekade terakhir mengakumulasi utang pada tingkat tercepat dalam lebih dari setengah abad. “Ini membahayakan keberlanjutan utang mereka,” tulis LPEM UI.
Dalam laporannya, LPEM UI juga menyebutkan kebijakan yang tidak tepat waktu dan kurangnya koordinasi di antara negara-negara besar telah memperburuk masalah tersebut. Bahkan mendorong ekonomi global ke jurang kehancuran.
Akibatnya, konsensus untuk pertumbuhan global pada 2022 dan 2023 telah diturunkan secara signifikan sejak awal tahun. Meski perkiraan ini tidak menunjukkan kontraksi global untuk tahun ini atau tahun depan, ada pola yang muncul dari resesi sebelumnya.
Selanjutnya: "Tiap resesi global, sejak tahun 1970 didahului oleh perlambatan..."
<!--more-->
“Seperti fakta bahwa setiap resesi global, sejak tahun 1970 telah didahului oleh perlambatan pertumbuhan global yang signifikan pada tahun sebelumnya,” tulis LPEM FEB UI.
Kondisi tersebut saat ini sedang terwujud—meningkatkan prospek resesi global dalam waktu dekat. IMF memperkirakan pertumbuhan PDB global melambat dari 6,0 persen pada 2021 menjadi 3,2 persen pada 2022 dan 2,7 persen pada 2023.
Prakiraan pertumbuhan global itu telah terkoreksi ke bawah karena perkiraan pertumbuhan yang lebih rendah untuk dua ekonomi terbesar, Amerika Serikat dan Cina. “Ini akan menjadi profil pertumbuhan terlemah sejak 2001, kecuali untuk krisis keuangan global dan pandemi Covid-19,” ujar LPEM FEB UI.
Sementara itu, IMF juga memproyeksikan inflasi global akan meningkat dari 4,7 persen pada tahun 2021 menjadi 8,8 persen pada tahun 2022. Namun menurun menjadi 6,5 persen pada tahun 2023 dan 4,1 persen pada tahun 2024.
Tekanan inflasi yang meningkat, menurut LPEM FEB UI, telah terlihat di AS sejak awal tahun 2022, dan sekarang sudah terlihat juga terjadi di kawasan Eropa. Perputaran siklus ekonomi global dan pengetatan moneter oleh sebagian besar bank sentral yang semakin berpengaruh.
“Inflasi diproyeksikan mencapai puncaknya pada kuartal saat ini di sebagian besar ekonomi utama dan akan tetap jauh di atas target bank sentral di sebagian besar negara,” tutur LPEM FEB UI. “Namun, diperkirakan akan menurun pada kuartal keempat dan sepanjang tahun 2023.”
Baca juga: 6 Tips Berinvestasi di Tengah Ancaman Resesi Global 2023, Apa Saja?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini