Ancaman Resesi, LPEM UI Prediksi Pertumbuhan Ekonomi RI Tahun Depan Lebih dari 5 Persen
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 7 November 2022 11:08 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia atau LPEM FEB UI memperkirkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan bisa melampaui 5 persen. Perekonomian nasional diprediksi tetap tumbuh di tengah ancaman resesi pada 2023.
Pada kuartal ketiga 2022, LPEM UI memprediksi ekonomi tumbuh di kisaran 5,77-5,85 persen year on year (yoy). “Perkirakaan pertumbuhan ekonomi tahun 2022 5,3-5,4 persen; dan tahun 2023 5,0-5,1 persen,” tertulis dalam tabel Macroeconomics Analysis Series Indonesia Economic Outlook 2023 yang dikutip pada Senin, 7 November 2022.
Menurut lembaga tersebut perekonomian Indonesia memang terus tumbuh melampaui ekspektasi sepanjang tahun 2022. Ada beberapa faktor yang ikut berperan dalam mendorong tingginya pertumbuhan pada triwulan kedua 2022 ini.
Baca: BPS Akan Umumkan Angka Pertumbuhan Ekonomi, Ini Prediksi BI, Kemenkeu hingga ...
Pertama, momentum pemulihan permintaan domestik yang berkepanjangan karena pemulihan kesehatan masih tertinggal dibandingkan negara lain. Sehingga low-base effect masih berlaku.
Kedua, peristiwa Ramadhan dan Idul Fitri mendorong aktivitas konsumsi selama kuartal kedua 2022. Berkontribusi 53 persen terhadap PDB, konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 5,51 persen (YoY), melonjak dari 4,34 persen (YoY) dari kuartal sebelumnya.
Ketiga, lonjakan harga komoditas akibat meningkatnya ketegangan geopolitik dan pemulihan ekonomi global telah menguntungkan Indonesia sebagai eksportir bersih komoditas energi primer. Seperti batu bara dan CPO, dalam bentuk kinerja ekspor dan penerimaan pajak.
“Ekspor tumbuh sebesar 19,74 persen (YoY) dan pajak dikurangi subsidi meningkat sebesar 39,42 persen (YoY), tingkat pertumbuhan penerimaan pajak bersih tertinggi sejak 2015,” katanya.
Selanjutnya: Terakhir, keputusan pemerintah untuk meningkatkan subsidi ...
<!--more-->
Terakhir, keputusan pemerintah untuk meningkatkan subsidi bahan bakar dan menunda kenaikan harga bahan bakar di kuartal kedua 2022 di tengah meroketnya harga minyak. Langkah itu membantu mempertahankan tingkat inflasi dan daya beli yang relatif rendah.
Inflasi periode April-Juni 'hanya' rata-rata sebesar 3,79 persen dan mencapai puncaknya pada bulan Juni dengan laju inflasi sebesar 4,35 persen (YoY). Angka tersebut jauh di bawah laju inflasi Oktober sebesar 5,71 persen (YoY) dan puncaknya sebesar 5,95 persen (YoY) pada bulan September lalu.
“Paruh kedua 2022 menghadirkan berbagai tantangan yang tidak terlihat selama paruh pertama,” tutur LPEM FEB UI.
Sikap moneter agresif yang terus-menerus oleh bank sentral global juga mendorong pelarian modal dari pasar negara berkembang—termasuk Indonesia—menyebabkan depresiasi mata uang secara substansial. Dikombinasikan dengan kenaikan harga komoditas dan harga BBM, depresiasi Rupiah mendorong inflasi domestik ke level tertinggi dalam tujuh tahun terakhir.
Meski demikian, ekonomi Indonesia masih berpotensi tumbuh di atas 5 persen hingga sisa tahun 2022. Khusus untuk kuartal ketiga 2022, low-base effect dapat mendongkrak pertumbuhan PDB karena ekonomi Indonesia mencatat laju pertumbuhan positif terendah selama era Covid-19 pada kuartal ketiga 2021 3,51 persen (YoY).
Selain itu, permintaan domestik yang kuat dan surplus perdagangan yang sangat baik akan menjadi pendukung tambahan bagi pertumbuhan Indonesia di sisa tahun 2022. “Kami memperkirakan PDB akan terus tumbuh sekitar 5,81 persen (YoY) pada kuartal ketiga 2022 (perkiraan berkisar 5,73 persen menjadi 5,81 persen) dan pertumbuhan 5,35 persen,” katanya.
Baca juga: Cegah PHK, Pengusaha Minta Importir Tekstil Ilegal Ditindak dan Pasar Ekspor Baru Digenjot
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini