Bursa AS Kompak Menguat Meski Inflasi Meroket ke Level Tertinggi Sejak 1982, Sampai Kapan?
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Jumat, 14 Oktober 2022 10:45 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Meskipun inflasi AS meroket pada bulan September, bursa saham Amerika Serikat atau bursa AS menguat signifikan pada Kamis, 13 Oktober 2022. Bahkan, tercatat inflasi inti menyentuh level tertinggi sejak 1982.
Data Bloomberg memperlihatkan indeks Dow Jones Industrial Average naik 2,83 persen ke 30.038,72, indeks S&P 500 naik 2,6 persen ke 3.669,91, dan Nasdaq Composite naik 2,23 persen ke 10.649,15.
Adapun indeks Wall Street sempat anjlok setelah inflasi inti AS naik ke level tertinggi dalam 40 tahun terakhir, walau data inflasi secara keseluruhan melandai. Namun, pada akhir perdagangan, Wall Street berhasil rebound dan ditutup menguat.
Baca: Samuel Sekuritas Prediksi IHSG Terus Tertekan hingga ke Level 6.800
Sejumlah indeks dan banyak saham tercatat menguat, terutama dari posisi terendah intraday. Namun, analis masih mencerna apakah perdagangan hari Kamis menandai pasar bearish rendah atau hanya pemantulan singkat.
Bila akhirnya tren tersebut menjadi reli pasar dengan kaki nyata, investor akan memiliki banyak waktu untuk membangun eksposur. Jika indeks dengan cepat mencapai posisi terendah baru, investor akan menyimpan dana bentuk tunai.
Hal tersebut pula yang menjadi salah satu cara untuk masuk ke reli baru dengan cepat tanpa mencoba menebak dasar yang kuat.
Departemen Tenaga Kerja AS pada Kamis sebelumnya melaporkan indeks harga konsumen (IHK) AS naik 8,2 persen pada September 2022 dari periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).
Selajutnya: IHK inti yang tidak termasuk harga makanan dan energi naik 6,6 persen.
<!--more-->
Sementara itu, IHK inti yang tidak termasuk harga makanan dan energi naik 6,6 persen yoy, level tertinggi sejak 1982. Dari bulan sebelumnya, IHK inti naik 0,6 persen.
Adapun Direktur Investasi d Aberdeen Standard Investments James Athey menyebutkan data inflasi yang dirilis hari ini bukankan data yang diharapkan pasar atau The Fed. Ia memperkirakan tekanan inflasi tetap tinggi.
"Kenyataannya adalah bahwa untuk masa mendatang The Fed tetap bersikap hawkish. Ini akan mendorong imbal hasil obligasi dan dolar AS tetapi ini menjadi berita yang buruk untuk pasar saham." tuturnya.
Menurut dia, lonjakan data inflasi inti AS tersebut yang kemudian semakin menekan The Fed untuk menaikkan suku bunga lebih agresif guna membasmi inflasi yang masih sulit turun. Pasar kini memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin pada pertemuan November mendatang.
Sementara suku bunga acuan diperkirakan menyentuh 4,85 persen sebelum siklus pengetatan berakhir. Manajer portofolio senior Federated Hermes Steve Chiavarone mengatakan adanya kenaikan harga energi yang berkelanjutan dapat membawa inflasi ke level tertinggi baru.
“Itu bisa sangat mengkhawatirkan bagi pasar (bursa AS) karena mendorong kembali ekspektasi inflasi puncak, puncak sikap hawkish the Fed, dan dapat memaksa pasar memproyeksikan suku bunga acuan di atas 5 persen,” kata Chiavarone.
BISNIS
Baca: Arcandra Tahar Cerita Soal Singapura Bisa Turut Jadi Penentu Harga BBM
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.