Tak Ingin Suku Bunga Naik Lagi, Kadin Khawatirkan Pertumbuhan Ekonomi Tertekan

Jumat, 14 Oktober 2022 05:00 WIB

Shinta Widjaja Kamdani, CEO Sintesa Group.

TEMPO.CO, Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia khawatir kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) sebanyak 75 basis poin (bps) pada 2022 ini bukan menekan inflasi melainkan malah akan menghambat pertumbuhan ekonomi.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Maritim, Investasi dan Luar Negeri, Shinta Widjaja Kamdani mengatakan meskipun pihaknya memahami alasan kenaikan suku bunga berturut-turut seperti ini, tapi kenaikan itu dikhawatirkan dampak kumulatifnya.

Dia membeberkan hampir bisa dipastikan dalam waktu dekat, 1-3 bulan ke depan suku bunga pinjaman riil, baik untuk pelaku usaha maupun masyarakat, akan naik signifikan karena kenaikan suku bunga BI dalam 3 bulan terakhir sudah mencapai 1,5 persen.

Sementara itu, Shinta menyebut inflasi nasional secara tahunan (year on year/yoy), bukannya semakin mereda seiring dengan kenaikan suku bunga acuan, tapi malah makin naik mencapai 5,95 persen yoy.

“Kami khawatirkan kenaikan suku bunga ini bukannya efektif mengendalikan inflasi tapi malah lebih efektif menekan pertumbuhan ekonomi kita sendiri dan menciptakan risiko-risiko ekonomi yang bisa mengancam stabilitas fundamental ekonomi nasional di tengah krisis global seperti kenaikan risiko NPL [non-performing loan],” kata Shinta kepada Bisnis, Kamis 13 September 2022.

Baca: Kadin: RI Setidaknya Bisa Jadi Lumbung Jagung di ASEAN

Dia mengatakan secara sistemik hal tersebut sangat mengkhawatirkan karena bisa mengancam stabilitas ekonomi nasional dan meningkatkan risiko krisis ekonomi di Indonesia.

“Pada saat yang sama kenaikan suku bunga yang kemungkinan masih akan terjadi akan semakin menjerumuskan Indonesia ke dalam kondisi stagflasi,” ujar CEO Sintesa Group itu.

Oleh karena itu, dia berharap pemerintah bisa menahan kenaikan suku bunga lebih lanjut dan lebih fokus pada upaya pengendalian inflasi.

“Kami ingin melihat kenaikan suku bunga ini disertai dengan penurunan inflasi. Dengan perkembangan yang ada sudah cukup jelas bahwa kenaikan suku bunga acuan tidak bisa menjadi satu-satunya instrumen untuk mengendalikan inflasi,” ujar Shinta.

Menurut Shinta, harus ada tindakan lain oleh pemerintah yang lebih efektif dalam mengendalikan inflasi, misalnya seperti operasi pasar. Pada saat yang sama, Kadin juga berharap pemerintah mempercepat restrukturisasi ekonomi nasional agar beban-beban biaya produksi dan biaya hidup nasional menjadi jauh lebih efisien.

Selain itu, Shinta juga menilai perlu ada koordinasi dengan pelaku usaha untuk menyeimbangkan supply dan demand pasar, mendiversifikasi impor ke suplai lokal untuk menekan tingkat inflasi.

“Perlu juga memberi insentif bagi pelaku usaha untuk menahan dampak negatif pelemahan daya beli pasar dan menekan risiko NPL untuk pelaku usaha sektor riil, khususnya UMKM atau perusahaan nasional yang memiliki kecukupan kapital atau cashflow yang terbatas agar pertumbuhan masih bisa terus dipicu meski kondisi tidak favourable,” ungkap Shinta.

BISNIS

Baca: Ancaman Resesi Global, Ketua Kadin Sebut Upaya Dorong UMKM Naik Kelas Kian Penting

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini

Berita terkait

OJK Ungkap Potensi Kredit Bermasalah Perbankan usai Relaksasi Restrukturisasi Pandemi Dihentikan

15 jam lalu

OJK Ungkap Potensi Kredit Bermasalah Perbankan usai Relaksasi Restrukturisasi Pandemi Dihentikan

OJK mengungkap prediksi kredit bermasalah perbankan.

Baca Selengkapnya

Kepala Perwakilan BI Solo Sebut Kendala-kendala yang Masih Dihadapi UMKM

21 jam lalu

Kepala Perwakilan BI Solo Sebut Kendala-kendala yang Masih Dihadapi UMKM

Pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) harus konsisten menerapkan kualitas hasil produksi jika ingin bisa bertahan di tengah dinamika ekonomi.

Baca Selengkapnya

BI Beberkan Langkah Sinergi Pengendalian Inflasi

1 hari lalu

BI Beberkan Langkah Sinergi Pengendalian Inflasi

Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menyatakan pihaknya terus memperkuat sinergi dan mendukung upaya pengendalian inflasi daerah.

Baca Selengkapnya

Alasan Bea Cukai Tahan 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Kenneth Koh

1 hari lalu

Alasan Bea Cukai Tahan 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Kenneth Koh

Alasan Bea Cukai menahan 9 supercar milik pengusaha Malaysia, Kenneth Koh

Baca Selengkapnya

Rupiah Diprediksi Berada di Rentang Rp15.900 - Rp16.025 per Dolar AS Hari Ini

1 hari lalu

Rupiah Diprediksi Berada di Rentang Rp15.900 - Rp16.025 per Dolar AS Hari Ini

Pada awal perdagangan Jumat pagi, rupiah turun 60 poin atau 0,38 persen menjadi Rp15.984 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

BI Laporkan Harga Properti Residensial Triwulan I Naik 1,89 Persen

2 hari lalu

BI Laporkan Harga Properti Residensial Triwulan I Naik 1,89 Persen

Survei BI mengindikasikan harga properti residensial di pasar primer triwulan I 2024 tetap naik, tecermin dari pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial triwulan I 2024 sebesar 1,89 persen

Baca Selengkapnya

Penyebab Rupiah Melemah, Ini Analisis Direktur Laba Forexindo Berjangka

2 hari lalu

Penyebab Rupiah Melemah, Ini Analisis Direktur Laba Forexindo Berjangka

Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memberikan analisis soal nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS belakangan ini.

Baca Selengkapnya

6 Penyebab Rupiah Melemah, Ini Pemicu dari Faktor Domestik dan Global

2 hari lalu

6 Penyebab Rupiah Melemah, Ini Pemicu dari Faktor Domestik dan Global

Rupiah melemah dipengaruhi oleh berbagai faktor global dan domestik, apa saja?

Baca Selengkapnya

Rupiah Menguat ke Level Rp 15.923 per Dolar AS

2 hari lalu

Rupiah Menguat ke Level Rp 15.923 per Dolar AS

Kurs rupiah hari ini ditutup menguat 104 poin ke level Rp 15.923 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

82 Tahun Jusuf Kalla, Salah Satu Ikon Pengusaha Menjadi Politisi

2 hari lalu

82 Tahun Jusuf Kalla, Salah Satu Ikon Pengusaha Menjadi Politisi

Jusuf Kalla dikenal sebagai pengusaha keturunan Bugis yang memiliki bendera usaha Kalla Group, sebelum menjadi politisi, dua kali sebagai wapres.

Baca Selengkapnya